JABAR (MASS) – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan perlunya reformasi sistem rekrutmen mahasiswa kedokteran dan peningkatan kualitas pendidikan spesialis. Hal itu disampaikan usai menghadiri Seminar Nasional Pencegahan Perundungan, Gratifikasi, Korupsi, dan Kekerasan Seksual di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Aula Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jumat (22/8/2025).
Dedi Mulyadi atau akrab disapa KDM menyebut, standar masuk kedokteran harus lebih menekankan pada kecerdasan akademik dan emosional, bukan pada kemampuan ekonomi orang tua.
“Dunia kedokteran itu harus dikembalikan dari rekrutmen mahasiswanya. Mahasiswa kedokteran harus pintar secara akademik sekaligus matang secara emosional,” ujarnya.
Ia mencontohkan, seleksi kedokteran seharusnya mirip dengan akademi kepolisian maupun militer yang menekankan integritas dan kompetensi, karena profesi dokter berkaitan langsung dengan nyawa manusia.
“Keputusan-keputusannya itu menentukan hidup dan matinya manusia. Jadi tidak boleh lagi seleksi didasarkan pada uang,” imbuhnya.
Selain soal rekrutmen, KDM juga menyoroti pentingnya perhatian pemerintah terhadap dokter yang mengabdi di daerah terpencil. Menurutnya, pemerintah perlu memberi kesempatan mereka melanjutkan pendidikan spesialis dengan fasilitas beasiswa.
“Pemerintah harus mengangkat dokter yang punya rekam jejak pengabdian baik, lalu memfasilitasi mereka sekolah spesialis. Saat menjadi spesialis pun mereka tetap wajib melayani masyarakat,” tegasnya.
KDM menekankan, pengalaman kerja di lapangan merupakan bagian penting dalam pembentukan dokter yang profesional.
“Manusia itu bukan hanya dibentuk sekolah akademik, tetapi juga pengalaman kerja. Pengalaman itu mengasah kepekaan seorang dokter,” katanya.
Lebih jauh, ia mengingatkan upaya menjaga kesehatan masyarakat tidak semata melalui rumah sakit atau puskesmas. Menurutnya, pencegahan sejak dini jauh lebih utama.
“Ilmu kesehatan itu seharusnya ilmu hulu, bukan ilmu hilir. Selama ini kita memahami kesehatan hanya sebatas pengobatan, padahal yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan manusia sehat sejak awal,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, KDM juga mengungkapkan, Pemprov Jabar telah menggulirkan program beasiswa kedokteran spesialis. Tahun ini, sebanyak 10 mahasiswa Universitas Padjadjaran menerima beasiswa tersebut.
“Saya sudah meminta Dinas Kesehatan untuk mulai menyeleksi dokter-dokter di kabupaten/kota agar ikut program tahun depan,” ungkapnya.
Seleksi, lanjutnya, akan dilakukan terbuka dengan mempertimbangkan aspek intelektual, kecerdasan emosional, dan rekam jejak pengabdian. Dokter penerima beasiswa nantinya diwajibkan kembali mengabdi di daerah asal, khususnya di wilayah yang masih kekurangan tenaga spesialis.
“Harus kembali ke daerah asalnya. Problem terbesar RSUD kita sekarang adalah kurangnya dokter spesialis,” pungkas KDM. (argi)