KUNINGAN (MASS) — Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si. memutuskan untuk kembali ke dunia yang sudah sangat ia kenal, yakni dunia pertanian. Dengan semangat baru, kini sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu langsung terjun ke lapangan, memimpin kegiatan Gerakan Pengendalian (Gerdal) Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di Blok Bojong, Desa Ancaran, Kecamatan Kuningan, pada Jumat (7/11/2025).
Gerakan Pengendalian itu difokuskan pada penanganan hama Penggerek Batang Padi (PBP), yang tengah menyerang tanaman padi varietas Inpari 49 di lahan seluas lima hektare. Dr. Wahyu yang didampingi oleh Kepala UPTD Brigade Proteksi, Plt. Kepala UPTD BPP Kuningan, penyuluh pertanian lapangan (PPL), serta kelompok tani Tani Makmur, bersama-sama melakukan langkah-langkah pengendalian hama.
“Setelah tim teknis melakukan pengamatan, ditemukan bahwa serangan hama Penggerek Batang Padi mencapai 12,40%. Oleh karena itu, kita perlu segera melakukan pengendalian. Penyemprotan insektisida berbahan aktif Dimehipo 500 g/l dilakukan untuk mengurangi populasi larva hama yang ada,” jelas Dr. Wahyu.
Tak hanya itu, dalam kegiatan tersebut, Diskatan Kabupaten Kuningan juga menyerahkan bantuan insektisida kepada Kelompok Tani Makmur untuk penanganan lebih lanjut di lahan yang lebih luas, yakni 20 hektare. Bantuan tersebut diharapkan dapat mempercepat pengendalian secara serentak dan mencegah penyebaran hama ke lahan-lahan lainnya.
Wahyu pun menjelaskan, Penggerek Batang Padi (Scirpophaga incertulas) adalah salah satu hama yang sangat berbahaya bagi tanaman padi karena siklus hidupnya yang cepat dan potensinya untuk merusak tanaman secara parah.
“Hama ini biasanya meletakkan telurnya di permukaan daun, kemudian larvanya masuk ke batang dan memakan jaringan batang. Akibatnya, batang padi akan mengering, malai tidak keluar, dan hasil panen pun akan berkurang drastis. Petani sering mengenali gejalanya dengan istilah ‘beluk’ pada fase vegetatif dan ‘patah malai’ pada fase generatif,” ujarnya.
Menurut Wahyu, serangan hama tersebut bisa menyebabkan kerugian hasil panen hingga 30–40%, bahkan bisa mencapai 70% jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengendalian secara kolektif agar hama tidak berpindah ke lahan lain.
“Kalau hanya sebagian petani yang melakukan penyemprotan, hama akan berpindah ke lahan lainnya. Pengendalian harus dilakukan bersama, dengan kesadaran kolektif dari seluruh petani,” tegasnya.
Selain itu, Wahyu juga mengingatkan, dalam pengendalian hama, pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sangat penting. Hal itu melibatkan kombinasi antara pengendalian mekanis, biologis, dan kimiawi secara bijak dan ramah lingkungan.
“Penggunaan pestisida kimia harus selektif, dengan dosis dan waktu yang tepat agar tidak menimbulkan resistensi dan pencemaran lingkungan. Kita juga perlu menjaga keseimbangan dengan mempertahankan musuh alami seperti laba-laba, capung, dan parasitoid telur Trichogramma,” imbuhnya.
Wahyu juga mengingatkan para petani untuk selalu melakukan pengamatan secara dini (early warning) terhadap gejala serangan hama.
“Apabila ditemukan tanda-tanda seperti daun yang menguning atau batang yang mengering sebelum waktunya, segera laporkan ke penyuluh atau petugas brigade proteksi. Semakin cepat kita mengetahui, semakin cepat kita bisa menanggulangi,” pesannya.
Lebih dari sekadar sebuah kegiatan teknis, Gerdal kali ini juga menjadi simbol kembalinya Wahyu ke akar pengabdiannya setelah menjalani tugas birokrasi di tingkat strategis.
“Bagi saya, sawah itu bukan hanya tempat untuk menghasilkan pangan, tapi juga sarana pengabdian. Setelah menjalankan tugas sebagai Pj Sekda, saya kembali ke lapangan untuk memastikan setiap bulir padi tumbuh subur dan petani tetap bisa tersenyum,” ujar Dr. Wahyu dengan penuh semangat.
Di akhir ia menegaskan, upaya pengendalian hama ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah Kabupaten Kuningan dalam menjaga ketahanan pangan yang berkelanjutan.
“Pengendalian hama bukan hanya soal melindungi tanaman, tetapi juga melindungi harapan dan kesejahteraan petani. Dari sawah, kita belajar tentang ketekunan, kebersamaan, dan ketulusan,” tutupnya. (argi)
