KUNINGAN (MASS) — Semangat pembaruan di sektor pertanian kembali terlihat di Kabupaten Kuningan. Para petani binaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) menunjukkan inovasi yang semakin matang melalui gelaran Farm Field Day (FFD) dalam rangkaian Sekolah Lapang Tematik 2025. Pada kegiatan yang berlangsung di Kelompok Tani Simanjangan II, Desa Cidahu, Kecamatan Pasawahan, Senin (17/11/2025), Kepala Diskatan Kuningan Dr. Wahyu Hidayah, M.Si. turun langsung meninjau sekaligus memberikan arahan teknis kepada para petani di lahan demonstrasi.
Acara tersebut dihadiri pula oleh Plt. Kepala Bidang Penyuluhan Sopyan Pamungkas, jajaran UPTD KPP Cilimus, Kepala Desa Cidahu Abdul Munir, serta para peserta FFD.
Pada kunjungan itu, Dr. Wahyu menyoroti keberhasilan demplot Salakadomas yang berhasil melakukan terobosan pada budidaya padi varietas unggulan yang dipadukan dengan Pupuk Organik Cair (POC). Melalui uji coba ini, produktivitas padi melonjak menjadi 12 ton per hektare, naik tajam dari produksi awal sebesar 5,9 ton per hectare, meskipun penggunaan pupuk kimia ditekan hingga 50 persen. Capaian tersebut dinilainya sebagai kemajuan besar apabila dibandingkan metode budidaya konvensional.
“Sejak awal, kami menargetkan pembuktian bahwa penggabungan varietas unggul dengan POC mampu menembus angka 14 ton per hektare. Meski saat ini baru mencapai 12 ton, bagi kami itu sudah lompatan luar biasa di tingkat petani. Ini bukti bahwa inovasi yang diterapkan secara konsisten benar-benar mampu mengubah hasil,” ujarnya.
Ia menambahkan, pertanian modern tidak boleh selamanya bergantung pada pupuk kimia. Menurutnya, tanah yang terus dibebani bahan sintetis lambat laun akan kehilangan kesehatannya.
“Tanah bisa lelah. Jika terus diberi pupuk kimia, lama-lama rusak dan toksik. Dengan pemupukan organik, tanah kembali hidup. Hari ini kita saksikan bahwa pengurangan pupuk kimia sampai 50 persen pun tetap menghasilkan panen tinggi. Ke depan, secara bertahap kami ingin petani berani menerapkan sistem organik penuh,” tegasnya.
Keberhasilan Sekolah Lapang Tematik tidak hanya terjadi di Cidahu. Di Desa Randobawailir, misalnya, varietas Inpago mampu mencapai hasil panen 9,55 ton, meningkat drastis dari angka sebelumnya 4,34 ton. Bahkan wilayah yang semula dikenal memiliki produktivitas rendah pun kini mencatatkan kenaikan dua sampai tiga kali lipat berkat penerapan teknologi budidaya yang tepat.
Menurut Dr. Wahyu, data tersebut memperlihatkan teknologi adalah peluang, bukan ancaman. Ia menekankan, keberanian untuk mencoba metode baru mampu mengubah wajah pertanian desa.
“Setiap desa membawa kisah suksesnya sendiri. Hasil ini menunjukkan bahwa inovasi bukan sekadar wacana, tapi benar-benar dapat dirasakan petani langsung di sawah mereka,” tambahnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan ukuran keberhasilan petani saat ini bukan lagi luas lahan, melainkan kecakapan dalam mengelola lahan melalui pendekatan ilmiah dan teknologi.
“Dulu yang punya sawah luas dianggap paling berhasil. Sekarang yang mau belajar, mau berubah, dan memanfaatkan teknologi itulah petani modern yang sesungguhnya,” ujarnya.
Menutup arahannya, Dr. Wahyu berharap capaian demplot bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Kuningan.
“Yang kita panen tidak hanya gabah, tetapi juga pengetahuan, pola pikir baru, dan keberanian untuk berinovasi. Hasil 12 ton ini adalah bukti bahwa perubahan itu mungkin, dan dimulai dari kemauan untuk mencoba,” katanya.
Dari pihak petani, perwakilan Salakadomas, Rizal, menyampaikan rasa syukur atas pendampingan intensif yang diberikan Diskatan.
“Awalnya kami ragu. Tapi setelah melihat sendiri hasilnya, kami percaya sistem organik memang membawa panen lebih baik. Ini pengalaman langsung yang kami alami,” ujarnya.
Kepala Desa Cidahu, Abdul Munir, juga menegaskan pentingnya keberlanjutan program ini.
“Di sini bukan teori belaka. Petani kami merasakan langsung dampaknya. Ilmu yang diberikan benar-benar dapat diterapkan dan berdampak pada kesejahteraan warga,” katanya. (argi)






















