KUNINGAN (MASS) – Sore ini, semua terasa begitu berat. Kepalaku berat, tak bisa banyak berpikir. Tubuhku berat, terhuyung-huyung di sepanjang jalan. Lalu hatiku, hatiku yang paling berat. Dia bagian yang harus paling menerima kenyataan, bahwa semua yang dirasakannya harus berubah menjadi gelap.
Kadung memang, aku menjadi simpananmu selama ini. Tak pernah kusangka, kau yang awalnya kupikir akan membuat duniaku baik-baik saja, harus pergi dengan cara-cara yang tak pernah aku harapkan. Cara-cara paling brengsek yang aku tak pernah bisa terima dari seorang lelaki. Menangis.
Sore ini kau menangis meski tidak lancang. Mungkin jika hanya tangisan anak kecil, aku bisa merayumu. Kalau menangis karena luka kecil, aku bisa mengobatimu. Tapi menangis karena rasa sayang berlebihan seperti ini, bagaimana bisa aku menampungmu. Menampung setumpuk kasih dan sayang, sembari melihatmu pergi dengan pura-pura tegar.
Aku masih terima, jika kau pergi dalam keadaan tersenyum dengan istrimu yang cantik, yang kau kawini 5 tahun lalu. Atau mungkin pergi sembari mengutuk-ku wanita jalang, membenciku dengan cara-cara kasar begitu, sepertinya aku masih bisa terima. Tapi dengan kasih sayang ? wahai, perempuan mana yang sanggup.
Tidurku tak akan nyenyak malam ini. Sebenarnya sudah beberapa hari tidurku tak nyenyak. Entahlah,beberapa hari ini perasaanku semakin tajam dan sentimentil jika tentangmu. Kamu mau pergi dengan keadaan begitu ?
Argh… kadang, aku ingin memakanmu saja !
Tapi mungkin ini sama-sama dosa kita. Kau bilang, di hari pertama kita bertemu, ini pasti hanya sementara. Aku pelacur, dan kau adalah manusia suci yang entah mengapa, ada arus yang mempertemukan kita. Arus yang orang sebut taqdir.
Waktu itu, aku adalah pendosa yang bahkan tidak berani bertatap denganmu. Lihatlah, pakaianmu rapih dengan kacamata. Kau adalah orang lain dengan langit dan cahayanya. Sedang aku, adalah gelandangan cinta yang memang brengsek, tak pernah pakai hati.
Tapi waktu memperkenalkan kita dengan cara lain. Kau tunjukan aku, cara-cara kasihmu yang lembut dan tenang. Hal-hal yang tak pernah kudapatkan dari mungkin puluhan pelanggan yang pernah datang.
Mungkin aku juga begitu, memperlihatkanmu dengan dunia hitam, yang kau amini tak selamanya buruk. Aneh, kukira orang sepertimu selamanya pongah. Selamanya merasa suci dan benar sendiri. Tapi kau tidak. Kau yang malah merangkulku dengan senyumanmu yang lepas.
Sesekali memang kau bilang dosa dan sebagainya, tapi kau tetap memeluk-ku dengan erat, dengan tatapan kasih yang tak pernah kudapatkan dari lelaki hidung belang lain. Dengan hal asing yang kita sepakat itu cinta.
Biasanya, lelaki lain, hanya menatap wajahku dengan buas. Tatapan yang seolah berkata ingin memangsaku. Atau menatap bagian tubuhku yang lain, menatap dadaku yang membusung, bokongku yang besar dan banyak lagi pujian keindahan fisik, untuk sekedar bibirku yang merekah merah, atau tatapanku yang manja.
Tapi kau lain, kau mendekapku dengan tatapan kasih, juga iba. Kadang hanya memeluku dengan memejamkan mata. Kau bilang, mendua adalah hal terkutuk. Sialnya, kau tak bisa mengutuk-ku. Jika mencintaiku adalah kesalahan, kau bilang, biar kesalahan itu adalah satu-satunya yang tak akan kau sesali.
Tapi kini semua berubah.
Dulu aku hanya menganggapmu satu dari banyaknya orang yang akan lewat begitu saja dalam hidupku. Menyisakan sedikit residu perasaan yang tak berdampak besar. Seperti pada umumnya sejak cinta pertamaku yang kandas. Tapi ternyata salah. Pikiranku tak bisa kukontrol, hatiku tak bisa kuatur. Kini semua berantakan.
Argh.. Kadang aku ingin memakanmu saja!
Tapi semua harus berlalu. Kau dan istrimu kini sudah beranak. Bayi yang baru dilahirkan istrimu tak pernah berdosa. Dia adalah buah hati murni, dari pergulatan dua manusia yang terikat pernikahan yang sah. Ah, kita sama-sama tahu, bayi tak pernah bersalah bukan, bahkan dari pergumulan yang haram.
Kau memilih pergi dengan kasihmu yang besar. Dengan tangis yang terisak. Dengan tatapan yang tak rela. Tapi memang tetap harus pergi bukan ?
Akupun mungkin memang harus demikian. Jika ini adalah kesakitan dan kesialan kita bersama, biarlah saja. Biarlah semua sakit ini akan kutanggung, karena menjadi karma dari dosa dan cinta yang kita bangun bersama. Dosa dan cinta yang orang bilang terlarang.
Tapi aku tidak akan ceritakan semua kesedihan ini padamu. Akan ada hal yang selalu kupendam, apalagi di hari perpisahan ini. Jika saja situasinya tak begini, tentu aku akan dengan bangga dan bilang padamu, aku sudah telat menstruasi 3 bulan ini mas. Tapi aku tak akan bilang.***
Oleh : E Nurhuda