KUNINGAN (MASS)- Hari ini tanggal 20 November 2021 merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh penggemar sepakbola di Indonesia karena ada pertandingan super big match antara Persib Bandung vs Persija Jakarta.
Duel dua tim yang mewakili dua kota besar di Indonesia kerap disebut el-clasico. Layaknya Barca-Rael Madrid atau Liverpool dan MU. Pertandingan ini selalau dibumbui perserteruan dua pendukung The Jakmania dan Viking.
Bagi saya yang terlahir sebagai suku Sunda pertandingan ini paling dinanti selain Persebaya, PSM dan PSMS. Masih terkenang dalam ingatan saya bagaimananya serunya pertandingan dengan tiga tersebut terutama di kompetisi perserikatan.
Ada tangis dan tawa yang dihadirkan dari pertandingan itu. Kenapa seperti itu, karena kala itu disepakbola mambawa unsur kedaerahan. Beda dengan sepakbola modern yang profesional, dimana pemain bisa datang dari mana saja termasuk dari luar negeri.
Konon katanya hanya ada 6-7 tim di Indonesia yang membawa identitas kesukuan yakni Persib membawa suku Sunda, PSM suku Bugis, PSMS suku Batak , Semen Padang suku Minang dan Persebaya, PSIS suku jawa dan terakhir Persipura suku-suku di Papua.
Kembali kepada cerita tentang kecintaan kepada Persib. Dulu bercita-cita ingin menjadi pemain Persib.
Bapak almarhum selalu menanamkan kecinta kepada Persib, karena Persib bukan hanya sebua tim, tapi pada saat masa penjajah merupakan alat perjungan melawan penjajah.
Almarhum bapak pada final perserikatan melawan Persebaya di Stadion Senayan hadir menyaksikan langsung bersama kakak saya. Indah rasanya mendengar cerita ketika Persib juara , terlebih dahulu Jakarta masih “aman’” bagi Bobotoh.
Tahun 95 pun saya hijrah dari Garut ke Bandung untuk melanjutkan SMA sambil masuk SSB Propelat di Ujung Berung Kota Bandung. Ternyata saya ditakdirkan untuk menjadi bobotoh karena karir saya tidak berkembang.
Begitu juga ketika hijrah ke Kuningan tahun 99, saya masuk ke SSB Turangga karir semakin meredup terlebih sibuk dengan kuliah di Uniku.
Dan akhirnya impian menjadi pemain Persib di kubur-kubur dalam dan berharap suatu saat anak atau cucu ada yang mencapai cita-cita tersebut.
Sementara itu, banyak pengalaman indah ketika menonton Persib dan yang paling berkesan adalah ketika menonton duel laga Persib dengan Verdy Kawasaki tahun 1995.
Kala itu pertandingan digelar usai salat magrib di Stadion Siliwangi. Saya saat itu berangkat dari rumah pukul dua siang. Ternyata penonton membludak karena pertandingan pertama melawa klub Jepang di Piala Champion Asia.
Tiket sudah ludes sama calo dan harganya pun selangit. Satu-satunya harapan adalah nyogok penjaga. Biasanya kala itu dengan uang Rp15 ribu bisa menonton di bagian tribun Timur Stadion Siliwangi.
Ternyata nyogok tidak mempan karena penjagaan ketat. Penonton sendiri terus mendesak agar pintu di buka. Tapi petugas keamanan menjaga ketat.
Pada saat itu tiba-tiba terjadi sedikit insiden sehingga petugas keamanan mengusir penonton, semua kaget termasuk saya. Ketika itu posisi saya dekat dengan tiang bendera dan berada di tengah-tengah kerumunan.
Petugas mengejar dari kiri kanan, penonton yang lain kocar-kacir termasuk saya. Kala itu dalam pikiran harus lari tapi pasti ke tangkap atau menimal terkena pentungan.
Entah dari mana bisikan itu datang saya tiba-tiba memutuskan naik ke tiang bendera. Bak kesurupan saya nerelek naik ke tiang bendera dan sesampainya di tiang atas yang berdekatan dengan tembok tribun timur saya ditarik oleh penonton lain.
Kala itu yang melakukan cukup banyak. Andai saya terpeleset pasti sudah mati karena ada pagar besi yang runcing. Tapi mungkin Allah belum menghendaki saya meninggal.
Ketika bisa menonton langsung pemain Persib dengan Verdy Kawaski rasanya bangga dan saya pun jingkrak-jingkrak meski akhirnya Persib kalah 3-2. Insiden itu selalu saya kenang hingga usai saya 42 tahun.
Setiap Persib akan bertanding kenangan itu selalu muncul. Hati saya selalu biru dan bagi saya Persib adalah indentias urang Sunda dan kebanggaan tatar Sunda.
Satu lagi kenangan yang tak terlupa pada saat final Piala Menpora. Final kedua Persib harus menang karena kalah 2-0 dipertemuan pertama oleh Persija Jakarta.
Saat itu dalam pikiran berdoa saja tidak cukup untuk membantu Persib menang dan saya pun setelah berkonsultasi dengan “guru” saya adalah harus membaca wirid sebanyak 2.000 kali.
Tanpa pikir panjang demi Persib saya membaca wirid Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, innii kuntu minadz dzaalimiin. Saya butuh waktu 2 jam, meski ternyata Persib kalah 2-1, saya puas bisa ikut membantu melalui doa.
“Coba wiridnya 8.000 meren mening Persib 4-2. Pan hiji gol 2.000,” ujar guru saya sambil tersenyum.
Semoga pada pertandingan ini Persib menang dan kalau pun kalah itulah pertandingan. Tentu harus menerima dengan lapang dada. Bravo Persib***
Agus Pendukung Persib
Urang Garut yang Tinggal di Kuningan.