KUNINGAN (MASS) – “Seminggu itu saya kebayang, liat mukanya masih imut imut, rambut terurai. Sampe sekarang masih inget, gak lepas dari mata saya,” ujar Ipda Sri Martini, saat menceritakan salah satu kecelakaan yang melibatkan anak kecil dan ayahnya.
Kecelakaan yang dimaksud adalah tragedi di depan PMI Kuningan beberapa waktu lalu. Kejadiannya dini hari sekitar pukul 03.45 WIB, kondisi masih begitu gelap saat ia menerima laporan kecelakaan tragis dimana sebuah Avanza berisikan dua orang, menabrak bus pariwisata.
Ia ingat betul, saat itu, evakuasinya berlangsung dengan penuh emosional. Sesak sudah dada Sri mengingat apa yang akan dirasakan keluarga korban nanti saat tahu ditinggal dua orang sekaligus. Apalagi, salah satunya adalah anak perempuan berusia 7 tahun.
Baca : https://kuninganmass.com/ayah-dan-anak-korban-kecelakaan-maut-ciloa-ternyata-warga-cirendang/
Meski mungkin ada rasa getir, sedih, perih dan segala perasaan serta pikiran yang mungkin bercampur aduk itu, harus dihadapi Sri dengan tegar. Prioritasnya sebagai polisi, evakuasi korban dan tempat kejadian.
Pagi buta itu, ia bersama anggota lainnya ikut evakuasi dengan mengangkat korban laki-laki (ayah) dari mobil yang sudah ringsek tak karuan, untuk dibawa ke rumah sakit. Dengan sepenuh hati, ia juga menggendong sang anak ke RSUD 45 Kuningan. Keduanya tak selamat. Dan entah yang ke berapa kali, Sri harus menyaksikan lagi orang tak bernyawa di pangkuannya.
“Makanya kalo di jalan liat anak-anak dilepas orang tua, saya stop. Bu anaknya,” tuturnya bertujuan mengingatkan, Kamis (20/6/2023), sembari mengaku selalu ingat kejadian tersebut.
Mengevakuasi kecelakaan, memang tugas yang melekat pada Polwan bergelar Ipda (Inspektur Polisi Dua) ini. Tugasnya sebagai Kanit Laka (Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas) di Polres Kuningan, mengharuskannya cekatan dan tak sungkan pada hal yang mengerikan.
Perempuan kelahiran Palembang itu mengaku, sudah 8 bulanan ia menjabat sebagai Kanit Laka di Polres Kuningan. Namun, sebelumnya ia pun sempat ditugaskan di unit laka saat bertugas di Polsek Ciawigebang.
“Semua pekerjaan, dinas dimanapun juga, akan saya laksanakan sesuai tanggung jawab yang dibutuhkan. Ikhlas, mensyukuri yang didapatkan. Kalo kerja ikhlas semua akan ringan,” jawabnya saat ditanya sebagai perempuan, berat atau tidak menjalani tugas tersebut.
Sejauh ia bertugas, Ipda Sti Martini banyak bercerita pengalamannya menolong korban kecelakaan dan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas.
Ia harus menyaksikan lokasi kecelakaan yang masih berceceran darah. Ia juga harus mengangkat korban, mencoba menyelamatkan korban secepat mungkin dengan melakukan evakuasi ke fasilitas kesehatan.
Namun tidak sedikit juga korban yang tidak tertolong. Bahkan, beberapa korban menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Sri Martini, setelah dibimbing mengucap syahadat.
“Tidak ada rasa takut, saya jalankan tugas ikhlas ridho. Kalo kebayang pasti ada, namanya kita melihat secara langsung, (tapi) untuk rasa takut sudah saya hilangkan. Karena kan tujuannya membantu masyarakat,” jawab Sri.
Selain cerita yang cukup tragis dan mengerikan, ia juga menceritakan hal unik bersama anggota unitnya. Sri menuturkan pengalamannya saat harus bermalam dan makan sahur di semak belukar kala bertugas.
“Ceritanya di bulan puasa, kami dapat telpon, kebetulan saya masih di kantor ada laka tunggal JNE di jurang. Tempatnya jauh sekali, rusak lagi, kita cek cek cek, (ternyata mengharuskan) panggil Toing (alat untuk menderek mobil dari jurang),” sambungnya.
Kecelakaan sendiri, terjadi pada waktu Maghrib. Laporan sampai ke kepolisian lebih larut. Ia, masih di kantor dengan anggota Unit Laka lainnya.
Menerima laporan tersebut, rasa tanggung jawabnya tergugah. Meski tempatnya cukup jauh, perjalanannya tidak mulus dan gelap, membantu masyarakat adalah prioritas utama. Seharian berpuasa, tak ingin dijadikannya alasan untuk berleha-leha saja.
Sesampainya di lokasi setelah menempuh perjalanan jauh, ternyata kondisinya lebih sulit dari yang dibayangkan. Mobil box itu terperosok jauh ke jurang pinggir jalan. Maklum, kondisi geografis pegunungan memang selalu menyisakan tebing-tebing pinggir jalan.
Saat itu, dilihat Sri bahwa kondisi mobil tidak memungkinkan dibantu kecuali menggunakan kendaraan berat. Sialnya, alat yang dibutuhkan masih ada di Tasikmalaya, karena yang ada di Kuningan tidak sanggup.
Sambil menjaga TKP dan peralatan evakuasi itulah, ia menikmati suasana bermalam di sekitar semak belukar bersama anggota. Hanya beralaskan tikar yang dipinjamkan warga, Sri harus segera membiasakan tubuhnya dengan cuaca yang semakin malam, jadi semakin dingin.
Saat tubuhnya mulai terbiasa dengan cuaca dan kondisi yang gelap, rasa lelah yang menyerang sekujur tubuh mulai terasa. Setelah perut dilatih kelaparan berpuasa, mata juga diserang kantuk. Terlintas pikiran Sri, untuk bisa sejenak beristirahat secara bergantian.
Mungkin memang sudah takdirnya malam itu tidak bisa beristirahat bagi Sri dan rekan anggota. Saat kantuk mulai menyerang, mata mulai berat, samar-samar penguasa semak-semak malah muncul. Polisi, dibuat kaget dengan ular yang menggebrak mereka dari rasa kantuk.
“Bermalam di sana, sahur disana, tidur di bawah bintang bersama anggota. Pada saat mau tidur, datang ular, loncat semua,” ceritanya sambil tertawa mengingat kisah tersebut.
Akhirnya, semua petugas memilih terjaga di bawah langit yang cerah. Sahur di lokasi sembari menunggu pagi. Sri berkisah, meski alat kendaraan untuk evakuasi datang jam 2 dini hari, tidak bisa melakukan aksi karena minimnya penerangan dan sukarnya akses. Akhirnya, semua terjaga sampai pukul 10 pagi.
Di lain sisi, sebagai seorang perempuan yang memiliki anak, instingnya sebagai ibu rupanya tak pernah tumpul meski kesehariannya berada barisan keamanan, khususnya lantas.
Tak jarang, meski berpangkat dan memiliki jabatan, Ipda Sri Martini sering kepergok tengah bersih-bersih menyapu dan mengepel di area kantornya. Ia lakukan sendiri.
“Naluri seorang ibu, gak mungkin diam aja (kan) kalo berantakan risi. kebersihan kan sebagian dari pada iman. Ngapain jijik-jijik, toh dari tanah akan kembali ke tanah. Gak tunjuk tangan, saya turun langsung,” kata Sri sembari berkelakar.
Begitupun dengan tugasnya di rumah. Meski harus berbagi peran dan tugas selama di kantor dan di rumah, perwira polisi yang satu ini tetap meluangkan waktu untuk sang anak.
“Anak kadang diajak ke kantor. (Jika tidak diajak ke kantor pun) kalo pulang, ya itulah waktu saya sama anak. Insya allah anak saya juga sudah terlatih, sudah faham,” terang Sri saat ditanya perannya sebagai ibu.
Polwan yang pernah ditugaskan di Poltabes Balerang tahun 2003 itu mengatakan, sebagai orang yang mengerti tugas dan peran, tentu sangat penting untuk bisa membagi waktu, perhatian dan tugasnya. Mana saat di kantor melayani kepentingan publik, dan mana saat di rumah mengurus keluarga, harus jadi prioritas yang sama-sama dijalankan. (eki)