KUNINGAN (MASS) – Tulisan ini akan bercerita tentang ‘seru’nya ikut panen di kampung halaman, Desa/Kecamatan Subang.
Tepat pada Rabu (29/6/2021),sawah turun temurun semenjak kakek buyut ini akhirnya kembali panen.
Di kampung, mungkin di setiap masyarakat petani, musim panen adalah hal menggembirakan sekaligus membingungkan, karena kerap kali kesulitan mendapatkan buruh tani untuk membantu.
Karena hal itulah, meski sudah laka tidak ‘nyawah’, penulis memilih pulang untuk sekedar membantu.
Meski hanya dua petak kecil, panen tetaplah panen. Ada sejumlah keriwehan yang tetap harus dipersiapkan.
Mulai dari arit, samak, hingga ‘pengeprakan’. Disini memang hampir semua serba manual.
Untungnya, meski tidak mendapat buruh tani tetap, ada beberapa yang masih saudara, bisa membantu.
Kebiasaan saling membantu ini memang agak unik. Orang yang bantu, tidak diberi upah, hanya makan di tempat, untuk dibawa ke rumah dan rokok. Tapi ya, biasanya membantu untuk beberapa jam saja, memang tidak full.
Lebih untung lagi, ada saudara yang beda desa sedang senggang. Sehingga pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat karena banyak yang membantu.
Ada tradisi yang tidak baku dalam panen. Perempuan misalnya, lebih fokus di ‘ngeprak’ padi. Laki-laki ‘ngarit’.
Kemudian, pengangkut, biasanya lelaki paling muda atau paling kuat angkat-angkat, bisa juga yang belum senior atau skill lainnya belum terlalu menunjang.
Barangtentu, karena paling muda dan mungkin paling tidak punya skill panen, penulis bagian angkut-angkut padi ke tempat ‘ngeprak’.
Bahu membahu sambil saling bercerita ‘ngalor-ngidul’ saat panen memang asyik. Semilir angin di sawah berhembus menabrak kulit dan memberi kesejukan. Tapi ya panas terik matahari juga kadang sangat terasa.
Pekerjaan yang banyak, tiba-tiba saja jadi sedikit. Lalu tak terasa semuanya selesai begitu saja setelah diseling beberapa kali istirahat.
Tak kalah seru pada saat musim panen lagi, adalah sensasi makan di sawah. Bersama-sama, menikmati hidangan di area pesawahan memang tak pernah gagal seru.
Jangan dikira, saat panen bukan hanya orang dewasa saja yang menikmatinya. Ada anak-anak kecil yang turut ‘bobolokot’ disana. Bukan dipaksa kerja, mereka memang senang-senang saja.
Tentu ini jadi penghibur bagi penulis, saat lama di perantauan dan tak lagi kenal sawah. Saat anak-anak yang ditemui asyik dengan gadgetnya, pulang kampung dan sekedar sedikit membantu ternyata jadi obat dan nostalgia.
Obat akan kepenatan rutinitas di area kota. Serta jadi nostalgia, dimana waktu kecil yang lebih banyak habis bermain kotor. (Eki)