KUNINGAN (MASS) – Pemilihan kepala daerah selalu menjadi ajang pesta demokrasi yang penuh dengan janji-janji manis. Calon bupati berlomba-lomba mengeluarkan retorika penuh gula untuk menarik simpati rakyat. Namun, apakah kita, sebagai rakyat yang kritis, hanya akan menerima semua itu dengan tangan terbuka tanpa pertanyaan?
Kampanye politik sering kali menjadi ajang pertunjukan kata-kata manis. Para calon bupati berusaha menarik simpati masyarakat dengan berbagai janji perubahan dan perbaikan. Mulai dari infrastruktur yang lebih baik, pelayanan publik yang lebih efisien, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, tak sedikit dari mereka yang ternyata hanya menjadikan janji-janji tersebut sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Nietzsche, filsuf Jerman yang terkenal dengan gagasan “kebenaran yang menyakitkan,” mungkin akan berkata, “Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menunjukkan kekuatan dalam tindakan, bukan kelemahan dalam janji.” Janji tanpa realisasi hanyalah kelemahan yang disamarkan sebagai kekuatan.
Contoh paling klasik adalah janji perbaikan infrastruktur. Tak terhitung berapa kali kita mendengar calon bupati berjanji akan memperbaiki jalan rusak, membangun jembatan, atau menyediakan fasilitas umum yang layak. Namun, kenyataannya, setelah mereka terpilih, jalanan tetap berlubang, jembatan tak kunjung dibangun, dan fasilitas umum masih jauh dari kata layak.
Lebih miris lagi, ada juga calon bupati yang berjanji akan memberantas korupsi dan menegakkan transparansi dalam pemerintahan. Namun, setelah terpilih, mereka justru terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Janji untuk memberantas korupsi pun berubah menjadi janji kosong yang hanya tinggal kenangan.
Kita perlu mengingatkan para calon bupati bahwa politik bukanlah sekadar seni berbicara, melainkan seni berbuat. Ketika mereka berjanji akan memberantas korupsi, kita perlu menuntut transparansi dan bukti nyata. Ketika mereka berjanji akan memperbaiki infrastruktur, kita harus melihat hasil nyata di lapangan, bukan hanya dalam brosur kampanye yang penuh warna.
Jadi, dalam pemilihan bupati kali ini, mari kita menjadi rakyat yang kritis. Jangan mudah terbuai oleh janji manis. Tuntut bukti nyata, awasi tindakan mereka, dan pastikan bahwa pemimpin yang kita pilih adalah mereka yang mampu mewujudkan kata-kata menjadi kenyataan. Karena pada akhirnya, tindakan nyata lah yang akan membawa perubahan, bukan sekadar kata-kata manis yang hanya menjadi angin lalu.
Oleh: Agus Saeful Anwar (Kaprodi PGSD Universitas Muhammadiyah Kuningan)