KUNINGAN (MASS) – Audiensi antara Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar dengan kelompok mahasiswa Cipayung, HMI, PMII, GMNI, dan KAMMI pada Rabu (10/9/2025) di Gedung Setda KIC Kuningan berlangsung dengan penuh pembahasan mengenai isu daerah. Forum tersebut dipandu oleh Pj Sekda Wahyu dan dihadiri sejumlah kepala SKPD.
Sejak awal, mahasiswa melontarkan beragam pertanyaan dan kritik tajam kepada Bupati. Isu yang diangkat mulai dari tunjangan DPRD, program Kuningan Caang, TDL, penuntasan WTP-WDP, hingga nasib perayaan Hari Jadi Kuningan yang sempat tertunda.
Dalam kesempatan tersebut Bupati juga membuka ruang dialog dan meminta masukan langsung dari mahasiswa, terutama terkait branding daerah dan tindak lanjut peringatan Hari Jadi Kabupaten Kuningan ke-527.
Sekretaris Umum HMI sekaligus perwakilan Cipayung, Insan M Fauzan, menegaskan bahwa kritik yang disampaikan bukan sekadar oposisi, melainkan juga solusi. Ia menilai Kuningan harus memiliki identitas khas yang konsisten sebagai branding daerah.
“Kuningan harus bisa memunculkan identitasnya sendiri, bukan sekadar meniru daerah lain. Identitas ini harus dijaga pemerintah bersama masyarakat, sehingga mampu menarik investor dan memperkuat daya tarik wisata,” ujar Insan, Kamis (11/9/2025)
Ia juga menyoroti penggunaan tagline daerah yang terkesan hanya formalitas. Menurutnya, penamaan seperti Kuningan Beu, Kuningan Moyan, Kota Pendidikan, hingga Kuningan Angklung justru memunculkan kerancuan.
“Kuningan harus ada nama brand yang jelas dan paten, agar pembangunan berkelanjutan dan punya arah,” tegasnya.
Selain branding, Cipayung juga mendesak agar peringatan Hari Jadi Kuningan tetap digelar tahun ini. Insan menilai momen tersebut penting sebagai hiburan rakyat sekaligus penggerak ekonomi masyarakat setelah ketegangan beberapa waktu lalu.
Insan menerangkan bahwa masukan dalam audiensi tersebut diterima langsung oleh Bupati melalui Pj Sekda. Insan menutup dengan pesan agar pemerintah tidak anti kritik dan lebih transparan terhadap suara masyarakat.
“Kami berharap ini bukan akhir, melainkan awal bahwa suara rakyat harus didengar. Jangan sampai menutup mata, telinga, apalagi pintu dari aspirasi masyarakat,” pungkasnya. (didin)
