KUNINGAN (MASS) – Fenomena Guru dikriminalisasi karena mendisiplinkan siswa, serta datangnya Tahun Ajaran Baru 2025/2026 mendapat perhatian dari Akademisi Hukum Kuningan Prof. Dr. Suwari Akhmaddhian.S.H M.H. Mulanya, Suwari menjelaskan tugas Guru sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah” ujar Suwari memaparkan, Kamis (10/7/2025).
Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen, tugas Guru sangat berat. Maka, lanjut Suwari, perlindungan hukum perlu dioptimalkan sehingga Guru ketika menjalankan tugasnya mempunyai ketenangan.
Perlindungan hukum bagi Guru, jelasnya, diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Guru dan Dosen, yang mencakup sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
Kedua, Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Ketiga, Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
Keempat, Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Kelima, Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau risiko lain.
Berdasarkan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa:
Pertama, Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
Kedua, Sanksi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, lanjut Suwari, Pasal 41 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 008 tentang Guru juga menambahkan bahwa: “Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain”.
Dipaparkannya, perlindungan terhadap Guru ini juga didukung oleh yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang dapat ditemukan dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No. 1554 K/PID/2013, yang menyebutkan bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa.
“Bahwa guru yang memberikan hukuman untuk menertibkan peserta didik tidak dapat dipidana begitu saja. Ini berlaku sepanjang guru tersebut mematuhi ketentuan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan, karena seorang guru tersebut melakukan kewajibannya sebagai tenaga pendidik di lingkungan satuan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh PP No. 74/2008 tentang Guru,” tegas Suwari.
Tentunya, Suwari mengingatkan, Guru harus dapat memisahkan mana kenakalan siswa dan mana tindakan kriminal, sehingga dapat membedakan dalam meresponnya. Apabila kenakalan seperti melanggar tata tertib di sekolah dapat diterapkan hukuman disiplin bisa berupa bersih-bersih lingkungan, menyanyi didepan kelas, dan hukuman lainnya yang bersifat mendidik.
Dan apabila tindakan kriminal seperti penganiayaan, konsumsi narkotika, dan lainnya, kata Suwari, siswa dapat diajukan ke aparat penegak hukum untuk diberikan pembinaan.
“Tentunya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan harus selalu mengawasi dan mengawal berjalannya proses pendidikan yang humanis dan organisasi profesi guru dalam hal ini PGRI harus terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi guru dan melindungi dan menjaganya dari tindakan kriminalisasi serta orang tua siswa harus senantiasa memantau perilaku anaknya dan berkoordinasi dengan pihak sekolah melalui guru bimbingan konseling yang ada di setiap sekolah” ujar Dosen Fakultas Hukum tersebut.
Sebagai orangtua siswa yang mempunyai anak masuk bersekolah pada jenjang SMA, Suwari juga mengaku sangat berharap pendidikan yang berkualitas mengedepankan karakter yang baik, seperti kutipan dari Bung Hatta “Kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.”
Di akhir, Suwari berharap pendidikan kedepan akan terus menghasilkan peserta didik yang jujur dan amanah, dimanapun tempat tugasnya berada sehingga dimasa yang datang negara Indonesia akan menjadi negara yang makmur seperti negara-negara Skandinavia. (eki)
