KUNINGAN (MASS) – “Politik adalah seni mencari masalah, menemukannya di mana-mana, mendiagnosisnya secara salah, dan memperoleh solusi yang salah. ~Groucho Marx
Pemilu telah usai, atau sengaja diusaikan? banyak keinginan dan harapan akan perubahan, ternyatamasyarakat di Indonesia masih ingin melanjutkan. Indoensia sedang dipersimpangan jalan, tersedia beragam pilihan belokan dan tikungan, ada yang memilih untuk terus lurus, belok kanan, belok kiri, ada yang memilih untuk menaiki tanjakan yang melelahkan, ada juga yang menikmati kemudahan melalui jalan yang menurun.
Dari berbagai pilihan yang ada kita sebagai Generasi Zillenial yang lahir antara tahun 1997- 2012 an yang tumbuh dalam era percepatan kemajuan di berbagai bidang, ketika dicermati lebih luas lagi, banyak diantara para pemuda atau GenZ ini yang seolah menghiraukan dan acuh ta acuh tentang perpolitikan dan kekuasaan yang saat ini sedang gandrung ada dalam headline berkehidupan kita.
Namun disisi lain fenomena “bagi bagi kue” atau bagi bagi kekuasaan dalam perpolitikan ini juga di kritik oleh sebagian Gen Z, yang memang idenntik dengan generasi yang tumbuh di era transparansi informasi dan percepatan pertumbhan teknologi pasti menuntut adanya keadilan yang merata untuk semua, alhasil kami juga melihat ini sebagai tantangan yang serius terhadap integritas perpolitikan dan berbagai kebijakan yang diterapkan.
Beberapa dari kami yang berfikiran kritis juga menjadi pendorong utama untuk bisa membentu menjadi solusi atas kondisi yang terjadi. Kami menuntut akuntabilitas dan integritas dari sang pemimpin negeri ini, juga lembaga lembaga yang sampai saat ini hangat diperbincangkan, KPU, BAWASLU dan lembaga Adhoc di bawahnya dalam pengambilan keputusan politiknya. Pemahaman yang mendalam terkait pelbagai hal yang terjadi dalam proses Pemilu 2024 ini menjadi landasan yang kuat bagi kami GenZ untuk memperjuangkan keadilan yang merata untuk semua.
Selain berbagai hal diatas, Generasi Z juga mencoba berkontribusi aktif menggunakan teknologi dan media sosial sebagai alat untuk menyebarluaskan informasi, menggalang dukungan dan memobilisasi gerakan-gerakan yang positif. Para GenZ memanfaatkan kemampuan dalam dunia digitalnya untuk bisa mengedukasi dan memberdayakan masyarakatnya serta memberikan kritik yang konstruktif pada pihak-pihak terkait.
Nah, dalam narasi yang dibangun dalam kaitannya dengan “Berbagi Kursi” yang berujung korupsi, disini GenZ melihat banyak hal terjadi yang secara terang terangan berbagi kursi entah di parlemen maupun di kabinet yang sekarang terjadi. Kemudian jelas, dalam hal ini terkadang banyak dari kami yang berfikiran bahwa terjadinya bagi-bagi kursi atau kekuasaan di pemerintahan saat ini sangat tidak melihat pada kompetensi yang melekat pada individunya, karna memang tidak mempertimbangkan Integritas dan kepentingan Publik didalamnya.
Saya pribadi sebagai mahasiswa dan rekan rekan yang berdiskusi tentang hal ini kemudian yang termasuk kedalam Gen Z mengharapkan adanya reformasi politik dann tata kelola regulasi yang berkeadilan untuk semua. Kami berharap para pemangku kebijakan harus bisa merawat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara dan memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat harus dijalankan untuk kepentingan bersama, bukan hanya untuk segelintir orang atau kelompok saja.
Kemudian ketika kita melihat tindak pidana korupsi yang meraja lela, mulai dari lingkungan terkecil kita di lingkungan pedesaan, sampai ke lingkup suatu negara. Kami beropini bahwa praktik buruk yang besar diciptakan dari hal kecil yang dianggap biasa. Di lingkungan pedesaan banyak kita melihat praktik seperti pembuatan KTP yang dimanfaatkan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mencari Cuan atau tambahan penghasilannya. Kemudian pada aparatur kepolisian juga menjadi lembaga negara yang banyak terjadi kasus “KKN” sudah menjadi rahasia umum ketika berurusan dengan nama Kepolisian, sudah pasti akan mengelurkan uang sebagai “pelumas” yang akan memudahkan penyelesaian proses yang dihadapi.
Dari beberapa contoh yang disampaikan diatas mulai dari level recehan sampai level gepokan ini menjadi praktik yang harus kita tanggapi dengan serius dan konkret. Kami berupaya memberantas hal tersebut sebisa kami, yang dimulai dari diri kita sendiri. Dan yang kami pertegas bahwa yang paling bisa erubah ini semua adalah tentang sang pembuat regulasi atau kebijakan itu membuat suatu kebijakan yang benar benar dapat memberantas kasus korupsi hingga ke akar-akarnya.
Penulis : Muh. Ragil Ar-Raqiib (Aktivis Muda Kuningan)