KUNINGAN (MASS) – Mengemas kebersamaan dalam konteks kemaslahatan itu ternyata tak semudah yang dipetakan di atas kertas, apalagi dalam merespon sebuah isu seksi tentang penolakan yang sudah sekian lama mengental di tokoh-tokoh basis yang pernah bergerak dan “berjuang” bersama-sama untuk satu kata “TOLAK”.
Sejak awal, saat menolak, Penulis murni ingin menegakkan idealisme kepada masyarakat tentang keberpihakan terhadap kemaslahatan, tak pernah berpikir sedikitpun tentang finansial, dan apapun tentang material, karena idealisme yang ingin dibangun tak akan pernah sebanding dengan apapun material yang ada.
Kami meneretas idealisme ditengah rasa kepedulian yang makin rapuh dan sebagian malah apatis.
Sejak penolakan bergemuruh bicara tentang kata “SINDE” saja mesti diperlukan energi dan keberanian yang sungguh, karena itu terjadi ditengah cibiran masyarakat.
Lantas sekarang justru harus melakukan “sosialisasi” penerimaan..
OMG …. !!!
Bagaimana harus menaruh muka kehormatan yang telah sama-sama sebagian elemen tegakkan ditengah masyarakat?
Memahamkan diri sendiri saja butuh bertahun..
Dan itu tak mudah untuk manaklukan ego, gengsi dan harga diri serta kehormatan untuk mengakui bahwa hal yang pernah kami “perjuangkan” dulu itu adalah hal yang keliru..?!
Boomerang besar inilah yang harus dielus perlahan, ditengah masyarakat yang sudah terbelah, ada yang pro dengan berbagai kepentingannya, karena paham, karena ingin pekerjaan, karena keterikatan dll..
tapi sebagian menolak itu adalah karena idealisme.
Kondisi yang telah terbelah inilah membuat satu sama lain saling curiga dan saling melempar fitnah, siapa mendapat apa, siapa memperoleh apa.
Kesadaran sebagian elemen akhirnya mencuat, bahwa kita tak boleh lagi terbelah, tak boleh lagi saling fitnah dan kita ingin bangun kembali kebersamaan yang sempat luluh lantak.
Karena karakter yang berbeda
– Ada yang sekali penjelasan cukup faham
– Ada yang sampai 2 kali,3 kali bahkan harus berkali-kali baru faham
– Ada yang menolak tapi tak bereaksi
– Ada yang justru membangun penolakan secara masiv dengan berbagai upaya, dari mulai menggembosi pintu ke pintu, memasang spanduk di tiap sudut gang, postingan di media sosial (fanpage facebook, group WA, instragram bahkan menyampaikannya ke berbagai media online.
Ditengah mudahnya akses media, untuk melakukan posting-posting penolakan disitulah tugas-tugas yang harus lakukan..
Jika penolakan dilakukan dengan elegan dan ilmiah justru dihadapi dengan senyuman, tapi.. yang sungguh berat dan menyakitkan itu tatkala disertai dengan penyebaran info-info hoax dan mengarah pada fitnah.
Disitulah butuh energi pendekatan yang tak mudah..
Dengan terus-menerus saling memberi semangat dan motivasi diantara temen-temen sebagian pegiat kemasyarakatan, sehingga alhamdulillah sebagian masyarakat sudah semakin cerdas, menelaah keadaan..
Penggiringan opini yang masiv tentang penolakan tanpa reserve dan tanpa pembanding ilmu, menjadikan penolakan dirasa on the track.
Kajian-kajian ilmiah tentang air seringkali ditakar dengan asumsi, siapapun akhirnya berbicara subyektif, tak ada ruang lagi untuk dialog, inilah yang dirasakan menghambat dalam membangun kebersamaan.
Mencermati tulisan Citra Salsabila (Kuningan Mass, 8 Agustus 2021) ada beberapa pendapat yang sudah menjadi bagian dari perjuangan kami tiga empat tahun yang lalu, sebelum memahami aturan-aturan yang menjadi referensi kami dalam pengambilan keputusan mendukung..
Menukil beberapa hadis yang mengaitkannya pengeboran PT Sinde justru terkesan dipaksakan.
Ada beberapa pendapat yang cukup tendensius dengan membenturkan dalil agama dengan mengesampingkan peraturan pemerintah, padahal jelas ada limitasi, batas maksimal yang boleh dimanfaatkan, tentu ini menggiring opini yang menyesatkan.
Disamping itu, ada pendapat yang sungguh menohok bahwa PT Sinde Budi Santosa _memiliki air tanah agar bisa dikeruk sepuas-puasnya untuk bahan baku air mineral yang dibutuhkan sebelumnya juga dikatakan:
terpenting dapat bermanfaat bagi dirinya apapun sesuai keinginan dan kehendaknya untuk mendapatkan profit_
Mari tetap menjaga idealisme, dengan tidak saling mengklaim tentang paling memiliki akal sehat terhadap perbedaan, tapi mari masing-masing pegang regulasi yang ada, tentang undang-undang dan aturan ketat dari kementerian lingkungan hidup.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, pergerakan sebagian elemen masyarakat kami memiliki indikator-indikator yang jelas untuk bahan pengawasan di lapangan, tak ada kata kompromi tentang aturan-aturan ekploitasi, baik tentang kedalaman, volume serta banyak hal yang harus dijaga dan diawasi dengan menempatkan beberapa orang yang sudah diberi pembekalan..
Jalan didepan masih berkelok dan berliku, banyak hal yang tentu masih harus dilakukan, menaklukkan kuda liar agar luluh saja butuh ketelatenan, kesabaran dan keterampilan, tapi ini adalah menyatukan persepsi masyarakat yang tentu butuh berbagai cara yang luar biasa..
Kalau bukan karena kesadaran, kesolidan dan keuletan dalam mengolah emosi mungkin akan mudah tumbang dalam tekanan dan lempar handuk..
Mudah-mudahan PT Sinde menjadi trigger bagi investasi-investasi lainnya di Kuningan, agar lapangan kerja, geliat ekonomi dan efek domino lainnya terkerek, hingga mengangkat PAD Kuningan yang selama ini selalu “terbuncit” di Jawa Barat
Semoga Allah SWT melindungi kita semua
Aamiin
Penulis: D Suhandi
Warga Kuningan yang ada di Kalapagunung