BANDUNG (MASS) – Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) cabang Kabupaten Bandung selesai melaksanakan LK2 tingkat nasional pada Kamis (25/2/2021) lalu.
Menurut Ketua Umum HMI Cabang Kabupaten Bandung, Bayu Bambang Nurfauzi, kegiatan yang diikuti kader dari berbagai daerah Indonesia ini, dilaksanakan di Griya Krida Sekesalam, Sindanglaya Kabupaten Bandung dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Forum LK2 sendiri merupakan forum intelektual bagi kader HMI dimana isu-isu keumatan dan kebangsaan dibahas dalam bingkai kritis dan akademis,” sebutnya setelah kegiatan.
Dalam forum sendiri, hadir para pembicara dari berbagai latar belakang seperti Akbar Tanjung, Prof. Dr. H. Harry Azhar Aziz, MA, Pimpinan BPK RI, Prof. Idzan Faitanu, serta Bintang Hidayanto Deputi Staff Khusus Presiden dan pemateri nasional lainnya.
Dalam forum, Bintang Hidayanto memberikan materi tentang SWF atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Menurutnya, sesuai rencana, INA akan bekerja sama dengan nama-nama besar di dunia investasi.
“Pastinya para caloninvestor ini akan mengharapkan tingkat compliance yang tinggi. Banyak dari lembaga SWF besar dan investor besar tunduk pada UU Anti Korupsi AS dan Inggris yaitu FCPA dan UKBA, yang sangat ketat dan memiliki jursidiksi yang luas di luar negara masing-masing,” tuturnya.
Bintang yang semasa kuliah menjadi kader HMI di Komisariat Hukum, Universitas Indonesia memberikan contoh seperti apa yang terjadi dengan 1MDB Malaysia.
Walaupun terjadi di Malaysia, AS dan Inggris ikut menyelidiki dan bahkan menghukum. Kalau ada sampai kasus korupsi melibatkan INA dan investor asing, maka dapat menyeret regulator AS dan Inggris seperti 1MDB.
“Pastinya akanmempermalukan bangsa ini dan semakin merusak citra Indonesia di mata Internasional, terutama terkait isu anti korupsi,” imbuhnya.
Bintang menambahkan, tantangan besar bagi pimpinan SWF Indonesia, PR bagi dewan direksi adalah bisa menjamin pengelolaan yang sesuai standar internasional.
Dirinya berpendapat, INA saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan Santiago Principles yang merupakan standar kepatuhan dan kesesuaian yang dibuat oleh International Forum Souvereign Wealth Fund, dan diadopsi SWF besar di dunia.
“INA juga belum menjadi anggota dalam International Forum of Sovereign Wealth Funds tersebut. Selain PR terkait compliance, perlu dicatat bahwai nvestasi itu bukan uang gratis/hibah,” sebutnya.
Diterangkan Bintang, Investor tentu akan mengharapkan keuntungan dari yang sudah diberikannya. Jika rugi, maka akan timbul kekecewaan investor sehingga kehilangan reputasi dan kepercayaan, bahkan resiko hukum.
“Jangan sampai ini terjadi, karena hal ini dapat merusak citra doing business di Indonesia di mata internasional. Menjaga keseimbangan antara memberikan manfaaat kepada masyarakat dan keuntungan bagi investor harus selalu dijaga dan menjadi PR besar bagi INA,” paparnya diakhir. (eki)