KUNINGAN (MASS) – Lantaran program pembangunan jalan baru direncanakan oleh pemerintah, maka dipastikan pejabat tertentu telah mengetahui lokasi yang hendak dilalui jalan tersebut. Tak heran jika muncul dugaan banyaknya pejabat yang membeli lahan sebelum rencana pembangunan jalan tersebut dijalankan.
Rencana pembangunan jalan lingkar timur selatan (JLTS) salah satunya. Tidak sedikit dari pejabat yang membeli tanah sebelum dilaksanakan pembebasan lahan.
Pada sebuah kesempatan bahkan pernah diberitakan, Bupati H Acep Purnama mengakui sendiri punya lahan di lokasi rencana JLTS. Disusul dengan pengakuannya di Podcast Kuningan Mass satu bulan lalu, ia mengaku punya lahan di Cibinuang.
“Kalau saya punya lahan juga kenapa sih? Tapi bukan dalam arti spekulasi. Satu contoh, saya pernah membeli lahan dari teman saya. Di situ ada mata air. Saya berjanji mata air tersebut akan dilestarikan dan sisa lahannya akan dijadikan untuk sosial, bangun mushola dan lainnya,” ungkap Acep.
Luas lahan tersebut mencapai 150 bata. Karena terpotong jalan sekitar 24 bata, sisanya tinggal 120-an bata. Awalnya, Acep mengaku membeli lahan tersebut tanpa tahu lokasinya.
Terpisah, Ketua LSM Frontal, Uha Juhana menanggapi pernyataan Kepala DPKPP Kuningan, Ir Putu Bagiasna MT. Ia menilai ada kesalahan fatal karena program pengadaan tanah JLTS tidak ada SK dari gubernur atau kementerian untuk penetapan lokasi (Penlok).
Bukan hanya itu, Uha pun menilai salah kaprah sejak awal karena Putu selaku kepala DPKPP dengan bidang pertanahan di dalamnya, tidak pernah mengajukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Justru yang mengajukan malah kadis PUTR waktu itu dan sekarang pejabatnya sudah pensiun.
Kaitan dengan pembelian tanah oleh pejabat, ia mengetahui jika bupati telah membeli lahan seluas 50 bata, plus 230 bata di Desa Cibinuang. Begitu juga pejabat lainnya seluas 140 bata di Windujanten Kadugede, yang dilalui rute JLTS. Padahal menurutnya terdapat larangan keras benturan kepentingan penyelenggara negara dalam pengadaan tanah seperti yang diatur dalam PP 19/2021 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
“Sebetulnya, mereka juga tahu kalau pembangunan jalan nasional itu tidak bisa dianggarkan kegiatannya baik di APBN 2023 maupun 2024 karena tidak memenuhi syarat yang diatur pemerintah pusat. Lalu apa urgensinya pemda harus membeli lahan tersebut? Ini bisa terjadi karena di dalamnya ada benturan kepentingan,” kata Uha, Rabu (19/7/2023). (deden)