KUNINGAN (MASS)- Pemdes diseluruh Kabupaten Kuningan bukan hanya dipusingkan dengan virus corona yang banyak memakan korban , tapi juga saat ini dibuat makin puyeng dengan adanya bantuan gubernur bagi warga yang terdampak covid-19.
Mereka pusing tujuh keliling adalah ketika sejak awal harus melakukan pendataan. Tapi begitu data diberikan ternyata yang digunakan oleh pemerintah adalah data lama atau dari Data Terpadu Kesejahtraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial.
Bukan tidak sesuai dengan data baru, tapi data DTKS itu banyak warga yang sudah meninggal dan juga pindah. Hal ini dikeluhkan bukan oleh satu dua desa tapi nyaris semua desa.
“Bikin pusing bagi desa mah. Sudah pendataan dikirim tapi datang data lama. Ada yang sudah meninggal dan pindah tapi masuk data. Dari informasi kami hanya 60 KK,” ujar Kaur Pemerintah Desa Jagara Kecamatan Darma Ujang Supritno, Senin (20/4/2020).
Hal yang sama juga dikatakan oleh Kades kadugede Dadang Suganda. Di desanya pasca menerima data dari Dinsos hasilnya adalah dobel nama 9 orang, rangkap BPNT 46 orang, meninggal 4 orang. Untuk data baru sesuai Basis Data Terpadu 37. Sedangkan total kuota 97 dan BDT Desa Kadugede 546.
“Permasalahannya sama semua desa, sehingga pasti ada yang dobel, meninggal dan lainya, sehingga membuat desa bingung,” jelasnya.
Terpisah, Kades Kertayasa Kecamatan Sidangagung Arief Amarudin menyebutkan, mengenai bangub ia menilai dilematis. Menurunya, ada dua kesalahan yang pertama desa diinstruksikan untuk mendata masyarakat yang terkena dampak covid, diluar penerima PKH dan BPNT, tapi ternyata yang dipakai menggunakan data yang ada di Dinsos.
“Dari data yang beredar, banyak ketidak sesuaian. Masih terdapat masyarakat yang sudah meninggal, double penerima bahkan kategori orang mampu,” tandasnya.
Lalum poin yang kedua adalah kuota yang terinfokan sebelumnya dari pihak kecamatan berdasarkan hasil rapat dengan Bupati sebanyak 44.550 KK se-Kabupaten Kuningan, ternyata kemudian muncul edaran baru dari Dinsos 15.694.
“Kalau saja dibagi 327 Desa kisaran 34KK/ desa. Pilihannya, Kalau masih mau menggunakan data dari Dinsos, desa tidak mau terlibat di dalam penyaluran atau data penerima bangub disesuaikan dari data desa tentu yang lebih mengetahui data masyarakat yang layak dibantu. Hal ini meminimalisir muncul konflik horizontal,” tandasnya. (agus)