KUNINGAN (MASS) – Untuk peringatan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) yang kedua kalinya, kita masih berada dalam situasi pandemi Covid-19. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memulai revolusi pendidikan sejak 2019 yang lalu. Konsep yang digagas dalam revolusi pendidikan ini adalah “merdeka belajar” dalam semua aspek pendidikan formal, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi.
Dahulu, guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena upah guru yang teramat rendah serta kesejahteraan hidup yang berada di bawah status kelayakan meski mereka adalah seorang “pahlawan”.
Zaman berganti, era guru berubah dari perjuangannya di masa lalu yang direpresentasikan dalam lagu “Oemar Bakri” ciptaan Iwan Fals, kini digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu PNS dan honorer, atau sering dipelesetkan sebagian kalangan dengan nama “hororer”—salah satu profesi mulia yang menakutkan, dengan alasan upah yang didapat dirasa tidak masuk akal, apalagi untuk tingkat sekolah dasar.
Dua golongan dengan nama dan status yang berbeda akan melahirkan pemikiran yang berbeda pula, sehingga mungkin “muncul ide” dari pemerintah untuk membuat pembeda antara PNS dan honorer. Kebijakan ini terkesan begitu mencolok di instansi pendidikan, terutama sekolah menengah atas yang mana pengelolaannya berada langsung di bawah Pemerintah Provinsi, dengan dikeluarkannya Peraturan Nomor 025/64/ORG. Tentang Pakaian Dinas Bagi Tenaga Teknis Pelaksana Kegiatan di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pembedaan seragam seperti ini mengindikasikan bahwa pemerintah yang bersangkutan tidak mengkaji permasalahan pendidikan dalam segmen yang substansial dan memiliki urgensi tinggi, melainkan sekadar permukaan. Kebijakan mengenai pembedaan seragam antara PNS dan honorer, sebenarnya tidak berdampak pada hal-hal yang teknis profesional, melainkan berdampak pada pembedaan kelas (kelas PNS dan kelas honorer melalui seragam yang berbeda) yang berpotensi menimbulkan pertanyaan, terutama di kalangan peserta didik, serta berpotensi menurunkan karisma guru honorer di mata peserta didik karena statusnya yang “dimarjinalisasi”.
Peran dalam memajukan pendidikan di Indonesia sebenarnya tidak ditentukan oleh golongan dan status apa pun. Selama seluruh komponen pendidikan mampu menjalin frekuensi kerja sama, menyamakan persepsi, dan mengejar visi kolektif untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, kebijakan mengenai pembedaan seragam menjadi tidak berbobot.
Demikian uraian singkat mengenai kebijakan yang berpotensi tinggi menciptakan kelas di kalangan guru atau tenaga pendidik yang akan memberikan dampak pada menurunnya marwah guru honorer di instansi pendidikan. Semoga pandemi Covid-19 cepat berlalu dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan seperti sediakala secara luring.
Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2021.
Oleh : Yayan Nuryaman
Anggota DPD KNPI Kab. Kuningan