KUNINGAN (MASS)- Proyek pembangunan Alun-alun Kuningan bukan hanya renovasi Taman Kota Kuningan, tapi juga ada penataan halaman Masjid Syarul Islam Kuningan.
Menurut Keterangan Kadis PUTR Kuningan Ridwan Setiawan MSI, total dana yang dihabiskan Rp25 miliar selama dua tahun.
Dalam tulisan ini kuninganmass.com akan menyajikan terkait sejarah masjid tersebut dari keterangan Ketua MUI Kuningan yang juga pernah Ketua DKM Syiarul Islam Kuningan H D Syarif Hidayatullah.
Diterangkan, Pasca proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, warga masyarakat muslim di Kabupaten Kuningan menginginkan berdirinya sebuah masjid di tengah kota Kuningan. Masjid ini diharapkan menjadi masjid utama dan kebanggaan umat Islam di Kabupaten Kuningan dan sekitarnya.
Dengan didorong oleh keinginan yang mulia itu, para tokoh Islam Kuningan menjalin komunikasi dan bermusyawarah untuk merealisasikannya, akhirnya disepakati lokasinya yaitu tanah milik pemerintah yang terletak di sebelah selatan pusat pemerintahan Kabupaten Kuningan dalam jarak kurang lebih satu kilometer.
Walaupun tidak berada di kawasan pemerintahan sebagaimana pada umumnya lokasi masjid di Indonesia.
Namun dapat difahami bahwa lokasi yang disepakati letaknya sangat strategis, yaitu berada di jalur yang dilalui oleh umat dari semua arah, apalagi di lokasi itu telah ada pusatpusat keramaian seperti pasar, terminal, lapangan bola dan rumah penduduk.
Sebenarnya di kawasan tersebut, sejak jauh sebelum proklamasi kemerdekaan telah ada sebuah masjid kecil yang disebut tajug.
Hanya karena berada di tengah keramaian kota dan penduduk, tajug ini ramai dikunjungi jama’ah untuk melaksanakan shalat dan ramai dengan pengajian anak-anak.
Salah satu imam dan guru ngaji di tajug ini adalah Kyai Abdul Kafi yang tinggal di lingkungan Pasapen, beliau wafat pada tahun (diketahui pasti) karena itu pembangunan masjid di lokasi tersebut, sebenarnya merupakan pengembangan dari sebuah tajug yang sudah berdiri sebelumnya.
Setelah melalui tahapan-tahapan persiapan, maka dimulalilah pembangunanya pada tahun 1955 dengan biaya dan tenaga swadaya. Pembangunan ini mendapat perhatian umat Islam di Kabupaten Kuningan dan sekitarnya, apalagi saat itu ghiroh ke-Islaman sangat luar biasa.
Mereka bahu-membahu bergotong royong membangun masjid dengan satu niat bersama tegaknya syi’ar Islam di nusantara.
Man banaa lillahi masjidan banallahu lahu baitan filjannah(barangsiapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga), demikian sabda Rasulullah saw yang telah menginspirasi dan memotivasi kaum muslimin untuk membangun masjid.
Sejak berdirinya pada tahun 1955, masjid ini diposisikan sebagai masjid Agung Kabupaten Kuningan yang diberi nama Syi’arul Islam. Inilah nama yang diberikan dan diamanatkan oleh para pendirinya.
Nama Syi’arul Islam bersifat netral, tidak berbau kelompok atau madzhab tertentu, mengandung makna philosofis yang visioner yaitu menebarnya nilai Islam yang rohmatan lil-‘alamin.
Melihat dari maknanya, Syi’arul Islam berarti tersebarnya Islam, maka dapat difahami bahwa para pendirinya memberikan nama Syi’arul Islam dengan harapan bahwa masjid ini dapat memancarkan nilai-nilai Islam di seantero Kabupaten Kuningan dan sekitarnya, bahkan di bumi nusantara.
Dalam perkembangannya, di tahun1978-1987an, nama Syi’arul Islam dirubah menjadi al-Manar oleh pengurusnya, tidak diketahui dengan pasti apa alasan pergantian nama itu.
Hanya saja kata H.D.Syarif Hidayatullah ia pernah mendengar langsung penuturan salah seorang sesepuh (H.Uci Sanusi) dan pengurus DKM saat itu (H.Hidayat), bahwa pergantian nama ini dilatar belakangi oileh pemahaman bahwa “Syi’arul Islam” itu bukanlah kata yang menunjukkan nama, melainkan menunjukkan syiar saja.
Maka menurutnya kata Syi’arul Islam tidak tepat untuk digunakan sebagai sebuah nama-nama. Hal ini tentu ini kata dia, sekedar pendapat, sebab kenyataannya sebuah nama itu memungkinkan diambil dari kata kerja, contoh
“Ahmad”, bila ditilik dari makna, kata ini bentuknya adalah kata kerja yang artinya “saya sedang memuji,” ujarnya.
Nama al-Manar bertahan beberapa tahun saja, selanjutnya setelah dilakukan musyawarah, maka atas kesepakatan semua unsur masyarakat tidak terkecuali pemerintah Kabupaten Kuningan.
Pada tahun 1986 (?) nama masjid agung dikembalikan ke nama asalnya yaitu Syi’arul Islam, mengingat bahwa nama ini merupakan amanat para pendirinya dan sudah familiar di masyarakat.
Para pendiri, tentu telah bermujahadah bahkan beristikhoroh dalam menentukan nama Syi’arul Islam. Bangunan dan arsitektur masjid telah mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan sesuai dengan perkembangan.
Bila diukur dengan pandangan kekinian, bangunan pertama masih dalam bentuk sederhana, namun demikian pada masanya masjid ini merupakan masjid yang membanggakan dan berenergi spiritual, sehingga menarik perhatian dan rasa penasaran warga dari pelosok kabupaten Kuningan untuk mengunjunginya dan merasakan sholat di dalamnya.
Selanjutnya telah beberapa kali mengalami renovasi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman, tapi hanya tiga kali yang ditemukan datanya yaitu pada tahun, 1989, 1999 dan 2008.
Sementara renovasi yang dilakukan di tahun lainnya masih sedang ditelusuri data dan informasinya. Bangunan yang sekarang terdiri dari tiga lantai, luas 4764 m2 dengan daya tampung kurang lebih 5000 jamaah.
Atap dalam bentuk coran di tengahnya dalam bentuk kubah, dikawal oleh empat menara yang berdiri di empat penjuru masjid. Di tengah kubah berdiri tonggak lurus menunjuk ke langit dan di dalamnya, mengelilingi bibir kubah hiasan kalighrafi arab lafadh Allah an Muhammad..muslimin untuk membangun masjid.
Makna filosofis dari tiga lantai adalah tiga pilar keagamaan yaitu Iman, Islam dan Ihsan, ini menunjukkan bahwa dalam mencapai kesempurnaan hidup yang diridloi oleh Allah, seorang muslim harus melaksanakan ketiga pilar itu.
Sementara kubah menunjukkan keagungan Allah dalam menguasai, mengatur dan melindungi alam semesta, sedangkan tonggak yang berdiri di tengah kubah bermakna istiqomah kepada tauhid.
Kalimat tauhid itu pertama kali disyi’arkan oleh rasulullah saw dengan dukungan empat sahabat beliau yang setia sehidup semati, empat sahabat inilah yang dilambangkan dengan empat menara yang mengawal kubah.
Adapun kalighrafi arab lafadh Allah dan Muhammad yang mengelilingi bibir kubah sebelah dalam menunjukkan dua kalimah syahadat, artinya bahwa orang yang berhak masuk masjid ini adalah mereka yang telah mengikrarkan dua kalimah syahadat, yaitu ikrar Tiada Tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad saw adalah Rasul-Nya serta bersedia melaksanakan pilar agama Islam dengan mengikuti Sunnah Rasulullahsaw dan Sunnah Sahabatnya.
Untuk kemakmuran masjid, maka pengelolaan masjid Agung Syi’arul Islam langsung dibawah tanggungjawab Bupati Kuningan, sedangkan untuk pelaksanaannya diserahkan kepada kepengurusan yang ditetapkan oleh bupati.
Kepengurusan ini dikenal dengan DKM yang merupakan kependekan dari Dewan Keluarga Masjid atau Dewan Kesejahteraan Masjid atau Dewan Kemakmuran Masjid.
Ketua-ketua DKM yang tercatat dalam dokumen yaitu: 1.
K.H.Mansur (sebelum tahun 1989), 2. H.Hidayat (1989-1993), 3. KH.Oyo Badrudin ( 1993-1997
dan 1997-2001), 4.H.Suhrowirdi (2001-2005), Drs.H.KD.Wahyudin, M.Ag. (2005-2009), KH.Dodo Murtadlo, Lc. (2009-2013), Drs.H.D.Syarif Hidayatullah, MA (2013-2017), Drs Yayan Sopyan (Sekarang).(agus)