KUNINGAN (MASS) – Naiknya tunjangan anggota DPRD Kuningan, menjadi bahan perhatian banyak pihak. Termasuk Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (PP) Kuningan.
Menanggapi kenaikan tunjangan itu, Badan Buruh dan Pekerja PP menggelar diskusi dengan menghadirkan langsung narasumber yang terkait seperti Ketua DPRD Kuningan, Ketua dan anggota Fraksi DPRD, Bappeda Kuningan serta pemantau kebijakan seperti peneliti KI dan akademisi.
Diskusi sendiri, digelar pada Minggu (12/12/2021) kemarin, di Sekertariat MPC PP Kuningan.
Ketua MPC PP Kuningan, Harnida Darius mengatakan diskusi-diskusi yang digelar Badan Buruh dan Pekerja sangat penting dalam membahas isu hangat di Kuningan. Apalagi, UMK merupakan hal yang sangat melekat pada Pekerja dan Buruh.
“Diskusi seperti ini harus dikedepankan di Kuningan. Bahkan saya merasa diskusi ini penting untuk menyampaikan aspirasi dibanding berdemo. Terima kasih pada narasumber dan undangan, semoga diskusi ini memberi pengetahuan dan jalan keluar untuk kemajuan Kuningan,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.
Sementara, Ketua Badan Buruh dan Pekerja Anggi Alamsyah menyebut diskusi ini dilakukan karena adanya kenaikan tunjangan DPRD Kuningan yang tidak sebanding dengan keadaan, terutama saat ini dilanda pandemi.
“Saya lihat, kenaikan tunjangan DPRD ini bukan hal yang harus dilakukan. Apalagi saat ini Kuningan sedang tidak baik. Bahkan UMK Kuningan saja hanya naik 10 ribu, sedangkan DPRD, tunjangannya naik 10 juta,” sebutnya.
Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy berkilah, bahwa kenaikan tunjangan DPRD ini adalah hasil kajian mendalam dari Universitas Pasundan, Bandung.
“Berdasarkan dari kepatutan dan kebutuhan di Kabupaten Kuningan, sehingga hasil kajian ini menjadi dasar kenaikan gaji (tunjangan) anggota DPRD Kuningan,” sebut Zul.
Senada, Kabid Perencanaan Evaluasi Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kuningan Tatiek Ratna Mustika juga ‘membela’ kenaikan DPRD. Menurutnya, antara kenaikan tunjangan DPRD dan buruh, tidak bisa dibandingkan karena berbeda penentuan besarannya.
“Gaji anggota DPRD itu didasarkan pendapatan daerah, dan gaji buruh itu ditetapkan oleh provinsi, berdasar pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” paparnya.
Peneliti Kuningan Institute Ilham Ramdhani M I Kom juga tak mempersoalkan hasil kajian yang jadi dasar kenaikan anggota DPRD. Ilham percaya, metode dan perencanaan penelitian dari Unpas, sudah baik.
“Namun saya menyayangkan, emang tidak ada kampus yang kompeten di Kuningan ? Sehingga kajian kenaikan tunjangan DPRD harus dari luar Kuningan ?” ujar Ilham mempertanyakan.
Di akhir, akademisi yang juga salah satu pimpinan kampus Dr Casnan memaparkan penting adanya keterbukaan informasi publik dalam kegiatan dan kebijakan.
“Kenaikan tunjangan DPRD dan kenaikan UMK sudah ada aturan yang jelas. Yang jadi persoalan adalah, tidak disosialisasikan kepada masyarakat. Tahunya produk sudah jadi, sehingga wajar banyak muncul pertanyaan dari masyarakat,” ungkapnya. (eki)