KUNINGAN (MASS) – Mungkin, di zaman milenial saat ini sejarah memang tidak begitu dekat.
Bahkan, mungkin banyak warga Kuningan yang tidak tahu, bagaimana cerita tentang daerahnya dulu, hingga berkembang seperti saat ini.
Hal itu, bisa dibuktikan dengan survey non ilmiah untuk mencari tahu apakah masih ada yang tahu sejarah daerah tempat tinggalnya sendiri. Sebagian, lupa dan bahkan mungkin banyak yang mengatakan tidak tahu.
Pada tulisan kali ini Kuninganmass.com akan mengajak netizen untuk tahu tentang sejarah atau cerita salah satu desa yang ada di Kabupaten Kuningan, yakni Lebakwangi.
Uraian ini, diperoleh dari arsip dokumen desa Lebakwangi Tahun 1998/1999 yang ditunjukan oleh Kasi Kesejahteraan setempat, Djuanda pada Senin (8/3/2021) .
Menurut cerita, pada abad XI Desa Lebakwangi awalnya hanya merupakan sebuah kampung yaitu Tarikolot.
Pada waktu itu belum ada nama Lebakwangi dan belum ada pimpinan di kampung itu.
Alkisah pada jaman Prabu Siliwangi dan Banyuwangi sedang berperang dengan Prabu Gajahwangi.
Dalam peperangan tersebut Prabu Siliwangi dan Banyuwangi merasa kehausan. Kemudian mereka bersama-sama berusaha menghindarkan diri dari peperangan itu dan berusaha mencari air.
“Ketika mereka sedang berusaha dan berupaya mencari air, terlihatlah dari kejauhan adanya sebuah selokan serta ada air terjunnya yang kemudian oleh mereka diberi nama Leles,” seperti yang tertulis dalam draft tersebut.
Diceritakan, mereka menghampiri selokan untuk mengambil air minum. Betapa terkejutnya Prabu Siliwangi dan Banyuwangi ketika hendak meminum air, air itu tercium bau wangi sekali.
“Setelah selesai minum kemudian mereka memberi nama tanah dan hutan disekitar selokan Leles tersebut dengan nama Lebakwangi,” disebut dalam keterangan.
Hingga kini, di Desa yang menjadi pusat Kecamatan Lebakwangi itu, dipercaya bahwa Prabu Siliwangi yang telah wafat dimakamkan di hulu Lebakwangi yang sekarang masih dianggap keramat oleh masyarakat Lebakwangi.
Masih di Desa Lebakwangi, terdapat satu daerah yang syarat akan sejarah dan cerita kerajaan.
Letaknya, dipercaya sebelah utara Kerajaan Prabu Siliwangi, namanya kerajaan Silih Asih yang diperintahkan oleh Prabu Silih Asih, sekarang dikenal dengan nama Apun.
Pada abad ke XV, di Keresidenan Cirebon telah tersebar Agama Islam dan penyebar serta pengajar Agama Islam, Syeh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Konon pada waktu itu Prabu Silih Asih belum masuk Islam. Sehingga Pangeran Purwajaya merasa takut bila berangkat seorang diri karena Prabu Silih Asih adalah seorang raja yang sakti.
Maka dari itu Sunan Gunung Jati memerintahkan tiga orang Pangeran untuk menemani Pangeran Purwajaya yaitu, Pangeran Purwaganda, Pangeran Runasakti dan Pangeran Runajaya.
Setelah berbagai upaya mereka lakukan, Prabu Silih Asih tetap tidak mau masuk Islam. Hanya saja, dirinya berpesan “Teruskan Perjuanganmu dan saya akan pergi dari sini”.
Selanjutnya, dikisahkan Prabu Silih Asih pergi ke daerah, sedangkan keempat pangeran yang ditugaskan Syekh Gunung Jati itu tidak kembali lagi ke Cirebon.
Hal ini karena tujuannya tidak berhasil dan terus bermukim di Lebakwangi untuk mengembangkan Agama Islam sampai akhir hayatnya.
Hingga saat ini, keempat pangeran tersebut masih dikenang dan diingat serta dutulis dalam sejarah desa.
Bahkan, tempat perisitirahatan terakhir mereka diyakini masih terjaga di beberapa titik.
“Pangeran Purwajaya bertempat di Karangasem, Pangeran Purwaganda bertempat di Birit Dayeuh, Pangeran Runasakti bertempat di Karangasem serta Pangeran Runajaya bertempat di Karangwangi,” begitu seperti yang tertulis.
Pada abad ke XVI sampai abad ke XVII Pemerintah Desa Lebakwangi Dilaksanakan oleh Keturunan Umat Islam dari Cirebon.
Saat ini, kepemimpinan desa bergeser seiring sejarah yang berjalan. Desa Lebakwangi di pimpin oleh Kuwu Nuryaman hingga akhir periode nanti. (eki/NR)
Ahmad Asikin
15 Maret 2021 at 19:13
Hatur nuhun pa eki tos mampir ka desa abdi