Connect with us

Hi, what are you looking for?

Netizen Mass

Apa Itu Perang Bubat?

KUNINGAN (MASS) – Perang Suku Jawa dengan Suku Sunda dikenal sebutan Perang Bubat adalah pelajaran pahit untuk generasi sekarang (Tragedi Sebuah Ambisi Kekuasaan).

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُولِى الْأَلْبٰبِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

(QS. 12, Yusuf: 111).

Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 Masehi, pada masa pemerintahan Raja Majapahit, Hayam Wuruk.

Seperti diketahui, Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit adalah keturunan Pajajaran dari Dyah Singamurti atau Dyah Lembu Tal yang bersuamikan Rakean Jayadarma menantu Mahisa Campaka, kakak dari Rakean Ragasuci yang kemudian memerintah di Kawali.

Perang terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat, yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda. Sumber-sumber rujukan tertua mengenai perang ini terutama adalah Serat Pararaton serta Kidung Sunda dan Kidung Sundayana yang berasal dari Bali.

Rencana Pernikahan

Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya sebuah lukisan sang putri di Majapahit; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.

Menurut catatan sejarah Pajajaran oleh Saleh Danasasmita serta Naskah Perang Bubat oleh Yoseph Iskandar, niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dan Sunda. Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit merupakan keturunan Sunda dari Dyah Lembu Tal dan suaminya yaitu Rakeyan Jayadarma, raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajya Rajya Bhumi Nusantara parwa II sarga. Dalam Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut pula dengan nama Jaka Susuruh dari Pajajaran.

Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.

Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kesalahpahaman

Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.

Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.

Gugurnya Rombongan Sunda

Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu.

Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda. Raja Sunda beserta segenap pejabat kerajaan Sunda dapat didatangkan di Majapahit dan binasa di lapangan Bubat.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati, berperang sampai mati untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Tindakan ini diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatriya, tindakan ini dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.

Tradisi menyebutkan bahwa Hayam Wuruk meratapi kematian Dyah Pitaloka. Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali – yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka – untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi pejabat sementara Raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya. Raja Hayam Wuruk kemudian menikahi sepupunya sendiri, Paduka Sori.

Akibat peristiwa Bubat ini, hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Ia dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri. Peristiwa yang penuh kemalangan ini pun menandai mulai turunnya karier Gajah Mada, karena kemudian Hayam Wuruk menganugerahinya tanah perdikan di Madakaripura (kini Probolinggo).

Meskipun tindakan ini tampak sebagai penganugerahan, tindakan ini dapat ditafsirkan sebagai anjuran halus agar Gajah Mada mulai mempertimbangkan untuk pensiun, karena tanah ini letaknya jauh dari ibu kota Majapahit sehingga Gajah Mada mulai mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana Majapahit. Meskipun demikian, menurut Negarakertagama Gajah Mada masih disebutkan nama dan jabatannya, sehingga ditafsirkan Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai akhir hayatnya (1364).

Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua negara dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sediakala. Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.

Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, dikalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran, yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.

Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki “Prabu Wangi” (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.

Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di Kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama “Gajah Mada” atau “Majapahit”. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.

Hal yang menarik antara lain, meskipun Bali sering kali dianggap sebagai pewaris kebudayaan Majapahit, namun masyarakat Bali sepertinya cenderung berpihak kepada kerajaan Sunda dalam hal ini, seperti terbukti dalam naskah Bali Kidung Sunda. Penghormatan dan kekaguman pihak Bali atas tindakan keluarga kerajaan Sunda yang dengan gagah berani menghadapi kematian. Sangat mungkin karena kesesuaiannya dengan ajaran Hindu mengenai tata perilaku dan nilai-nilai kehormatan kasta ksatriya, bahwa kematian yang utama dan sempurna bagi seorang ksatriya adalah di ujung pedang di tengah medan laga. Nilai-nilai kepahlawanan dan keberanian ini mendapatkan sandingannya dalam kebudayaan Bali, yakni tradisi puputan, pertempuran hingga mati yang dilakukan kaum prianya, disusul ritual bunuh diri yang dilakukan kaum wanitanya. Mereka memilih mati mulia daripada menyerah, tetap hidup, tetapi menanggung malu, kehinaan dan kekalahan.

Kontroversi

Kontroversi cerita “perang bubat” sudah lama berlangsung, dan sampai hari ini masih merupakan bahan ajar di sekolah-sekolah sebagai “sejarah masa lampau” yang pernah terjadi di Nusantara.

Jika “kisah” ini benar terjadi, maka alangkah buruk dan kasarmya karakter Gajah Mada, sehingga tidak layak untuk diteladani, termasuk sumpahnya (Sumpah Palapa); Kebesaran Majapahit hanya merupakan fatamorgana dari sebuah ambisi kekuasaan yang menyebabkan tertindasnya wilayah-wilayah di sekitarnya.

Namun bila kisah perang bubat tersebut merupakan kisah fiktif, maka cerita tersebut hanya bisa dibuat oleh orang-orang cerdas yang sangat memahami ilmu politik dan militer.

Sumpah Palapa, Skandal Bubat dan Nasionalisme Indonesia

Tragedi  Bubat bagaimanapun tidak terlepas dari arogansi dan ambisi kekuasaan Gajah Mada yang menganggap bangsa-bangsa lain di nusantara lebih inferior dibanding superioritas Majapahit ketika itu. Hal ini dia artikulasikan dengan Sumpah Palapa, yang pada akhirnya menggiring Majapahit ke dalam perang dengan Kerajaan Pajajaran.

Bagi kita yang telah hidup dalam era Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan mengkaji dan mengungkap peristiwa-peristiwa terdahulu hendaknya kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran, sehingga kita dapat membangun kehidupan kebangsaan yang didasari atas kesetaraan dan keadilan, Nasionalisme Indonesia.

Sayangnya, sampai saat ini sebagian dari bangsa ini masih belum dapat keluar dari bayang-bayang masa lalu, dan menginginkan agar kehidupan bangsa ini didasari dan dibangun di atas semangat dan nilai-nilai lama, diantaranya adalah dengan mengambil simbol-simbol penjajahan seperti Sumpah Palapa sebagai alat pemersatu.

Untuk dapat membangun kesatuan dan persatuan nasional yang sejati, bangsa ini harus mampu merumuskan kembali semangat dan nilai-nilai kebangsaannya yang baru, yang dilandasi oleh keadilan dan kesetaraan, bukannya semangat dan nilai-nilai kebangsaan semu yang dibangun atas dasar dominasi dan hegemoni.

Dampak Perang Bubat Diwariskan Lintas Generasi: Sebuah Momentum

Di wilayah Yogyakarta dulu tidak ditemukan nama jalan Siliwangi, Pajajaran. Sebaliknya di wilayah Jawa Barat tidak ditemukan pula nama jalan Majapahit, Hayam Wuruk dan Gajah Mada.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Hal itu diakibatkan dari efek perang bubat yang terjadi antara kerajaan Sunda dengan Majapahit sekitar 600 tahun lalu. Luka lama itu terus terpelihara di masyarakat yang diabadikan lintas generasi secara tutur dan mencerita cerita rakyat atau folklore.

Namun setelah peresmian nama jalan di kawasan Rung Road DIY pada hari Selasa (3/10/2017) oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan dan Gubernur Jawa Timur, sekat psikologis yang bertahan turun-temurun itu pelan-pelan mulai menghilang.

SEMOGA beban berat benih SARA *perang bubat Suku Jawa dan Suku Sunda dimaksud BERAKHIR  dengan sebuah peristiwa Politik ( PILPRES  RI TGL 17 APRIL 2019 ) SEBAGAI penguatan persatuan Indonesia dalam konteks Representasi Lahirnya Capres/Cawapres PASLON : 01 Pembuktian Pudarnya perang bahtin Jawa – Sunda ( Dua kekuatan entitas terbesar di Indonesia) *MENJADI AKUR oleh dua sejoli : IR. H JOKO WIDODO dan PROF. DR KH. MA’RUF AMIN, MA.

Hadanallahu.Waiyyakum Ajma’in : 19530430 TITIK

Penulis: Awang Dadang Hermawan

Pemerhati Intelijen, sosial politik dan SARA

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Netizen Mass

Bismillah “Potret wajah demokrasi dalam konteks PilPres 2024” BAHWA dalam Konteks Putusan DKPP No.135-136-137 dan No. 141–PKE-DKPP/XII/ 2023, Tanggal 5 Pebruari 2024, Kemungkinan: MK,...

Netizen Mass

Bismillah TRANSISI MENUJU BERAKHIRNYA FASE MULKAN JABBARIYYAN KUNINGAN (MASS) – Bahwa sesungguhnya masa transisi dunia bisa juga dilihat berdasarkan hadits lain tentang lima fase...

Netizen Mass

Bismillah Bagian dari dinamika politik menuju PilPres Tahun 2024 Bahwa dua paslon Bacapres/Bacawapres sudah Syah mendaftarkan ke KPU: 2. Bacapres RI – Ganjar Pranowo...

Netizen Mass

Bismillah KUNINGAN (MASS) – Perang Ukraina vs Rusia – Israel vs Palestina adalah pintu gerbang bagi Malhamah Kubra = Malahim, rangkaian peperangan = PD...

Netizen Mass

Bismillah.… Potret Wajah “10 s/d 16 Oktober 2023 dan REMPANG” APABILA ada yang menggunakan hukum terbalik; BAHWA untuk bisa mendapatkan kejujuran harus bohong dan...

Netizen Mass

Bismillah “Sedikit menyoal gelombang teknologi “5G” KUNINGAN (MASS) – Bahwa sesungguhnya belum ada formula anti 5G karena via Gelombang 5G ini ternyata dapat dikembangkan...

Netizen Mass

Bismillah Capres/Cawapres pada PilPres th 2024 “Kemungkinan” berjalan diatas demokrasi kronis “STADIUM 4” Ketika ramai Capres digiring berkeliling menyebut nama, sementara Cawapresnya belum jelas,...

Netizen Mass

Bismillah “Perang Dunia III itu akan terjadi” BAHWA Perang Ukraina mengawali masa transisi menuju perubahan tatanan dunia baru. Rusia adalah Game Changer.(Lihat artikel Alexander...

Netizen Mass

Bismillah BAHWA contoh yang nyata jelang pesta politik PilPres Th.2024, rakyat banyak hanya menunggu titah para oligarki via parpol parpol untuk memilih Capres/Cawapres yang...

Nasional

KUNINGAN (MASS) – Bismillah, ijin berpendapat bahwa lazimnya dan prosudur hukumnya/legal standingnya setiap Parpol yang ada keterwakilan di Parlemen sifatnya mengusung Capres/Cawapres dan ditandatangani...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bahwa sudah terpublikasikan semaraknya Partai Nasdem mengawali munculkan Anies Rasyid Baswedan untuk RI 1 dan menyusul ramai pula Demokrat dan PKS...

Netizen Mass

Bismillah WORLD-VIEW ISLAM DAN PERANG PEMIKIRAN JENIS BARU/NEO GHAZWUL FIKRI Bahwa sesungguhmya Hakikat kehidupan dunia merupakan pilar-pilar yang membentuk pandangan dunia (world-view) Islam. Namun...

Netizen Mass

Bismillah. Surat terbukaNomor : Istimewa Tidak ada lampiran Sipat : Tidak biasaMaksud : Sampaikan butir pemikiran Tujuan : MengingatkanNKRI dalam Bahaya. 1.Yth. Presiden RI...

Netizen Mass

Bismillah        BAHWA SESUNGGUHNYA, Gambaran masa depan umat Islam telah dijanjikan dalam Q.S. al-Nur ayat 55: وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bahwa Coup de Grace menurut etimologi adalah merupakan serangan langsung terhadap negara (Pukulan terhadap negara) atau peristiwa yang mengguncangkan sistem. Maksudnya?...

Netizen Mass

1.BAHWA Sesungguhnya Pembenci terhadap Zionis Amerika “PASTI BERMAIN MENJADI” Pecinta  Zionis RRT/China KARENA kemungkinan ZIONIS AMERIKA Memainkan MAHLUQ di Bumi PAPUA! 2.BAHWA Sesungguhnya Pembenci...

Headline

KUNINGAN (MASS) – Akhir-akhir ini, media sosial diramaikan oleh pernyataan salah satu anggota DPR-RI bernama Arteria Dahlan dimana mempersoalkan Kepala Kejaksaan Tinggo (KAJATI) agar...

Nasional

KUNINGAN (MASS) – Ketua DPD KNPI Kuningan Yusuf Dandi Asih mendesak Arteria Dahlan, anggota komisi 3 DPR RI untuk minta maaf secara terbuka, setelah...

Netizen Mass

Bismillah. Nomor : Istimewa.Perihal : INTRUKSI.Sipat : Penting. 1.Bahwa Saya Ketua DPD Partai Masyumi Kab. Kuningan TIDAK MEMBERIKAN IJIN dan atau MELARANG KERAS kepada...

Netizen Mass

Bismillah MENYOAL Isue MAJELIS U’LAMA INDONESIA Harus dibubarkan? Bagusnya HIMPUNAN BESAR KAUM NAHDIYYIN YANG PROTES MAKSIMAL! ANDA MESTI MEMAHAMI BAHWA PENGURUS MUI Pusat sampai...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bahwa Dua kisah berikut, masih tentang hubungan antara guru dengan murid, tapi dalam paradigma yang berbeda dengan jenis hubungan guru-murid seperti...

Netizen Mass

Bahwa Ketika Zaman yang Semakin Memburuk terjadi,Imam Bukhari RA meriwayatkan:عن الزبير بن عدي قال أتينا أنس بن مالك فشكونا إليه ما نلقى من الحجاج...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bahwa sesungguhnya situasi dan kondisi Indonesia (pendapat saya), saat  ini sudah 45 % rawan dan yang terus menerus tangguh bekerja untuk...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Bahwa sesungguhnya ada dua faksi yang paling berpengaruh di Palestina. Pertama faksi Al Fatah (Gerakan Nasionalis sekuleris Pembebasan Palestina) dan kedua HAMAS (Gerakan...

Netizen Mass

Bismillah KUNINGAN (MASS) – Banyak pihak berkompeten dari bermacam disiplin ilmu yang saya kenal bahwa; “Menyoal” organ ummat Islam Nahdhotul U’lama/NU dalam konteks buah...

Politics

KUNINGAN (MASS) – Fun Turnamen Catur antara ketua parpol Kuningan akan kembali tersaji hari ini, Selasa (6/4/2021) sore sekitar pukul 15.30 WIB. Pada fun...

Netizen Mass

Bismillah                Bahwa sesungguhnya Usia Lansia wajib tetap semangat seperti contoh lahiriyah di dunia fana berikut ini: Mahatir Muhamad, dalam usia 92 tahun MAMPU mendesain...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Pada tahun 1981, sebuah buku yg ditulis  Dean Koontz berjudul The Eyes Of Darkness….. sudah ingatkan  akan ada  tentang virus “Wuhan...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Ariep Pranoto dalam tulisannya yang saya terima dikirim dari sahabat dan mantan dosen saya DR. Maman Supriatman, MA – Guru besar...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Karena Hari Kiamat tidak ada yang mengetahuinya selain Allah, maka demikian pula tentang tanda-tanda besar Kiamat pun dirahasiakan urutannya. Namun mayoritas...

Advertisement
Exit mobile version