KUNINGAN (MASS) – Menjelang hari raya natal dan tahun baru biasanya TNI dan Polri bersinergi untuk menjaga keamanan demi kelancaran pelaksanaan tersebut. Bahkan tidak jarang Tim Densus 88 pun ikut serta menjaga keamanaan gereja, diantaranya dengan membangun pos-pos pengamanan sekitar gereja atau pusat keramaian saat perayaan tahun baru, karena hari tersebut menjadi hari raya yang penting bagi umat kristen, layaknya Idul Fitri bagi umat Islam.
Pada moment ini biasanya orang islam fanatik yang menganut ajaran tertentu seperti ISIS, NII (Negara Islam Indonesia) dan JI (Jamaah Islamiyah) melancarkan aksinya dengan latar belakang jihad dan menegakkan agama Islam, dan berharap dapat masuk syurga jalur mati syahid. Hal ini tentunya sangat menggangu kenyamanan beribadah umat kristen.
Terdapat kasus yang telah terjadi dalam beberapa tahun belakangan, dikutip dari Kompas.com telah terjadi pada tanggal 7 Desember 2022, ledakan bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Besar dugaan, upaya ini dilakukan untuk menyebarkan ketakutan, khususnya pada pemeluk agama tertentu.
“Memang mereka biasanya melakukan serangan-serangan yang dekat dengan hari-hari perayaan agama,” kata Chaidar, Rabu (7/12/2022).
Terkait serangan di Polsek Astananyar, Chaidar menduga, pelaku kemungkinan bagian dari kelompok teroris yang terafiliasi dengan ISIS. Sebab, sasaran pelaku merupakan anggota polisi dan dilakukan pada bulan Desember.
“Ini merupakan waktu-waktu yang sering digunakan oleh kelompok teroris JAD (Jamaah Ansharut Daulah),” ujar Chaidar.
Terorisme adalah tindakan kekerasan disertai dengan sadis dan dimaksudkan untuk menakut-nakuti lawan. Atau dengan kata lain terorisme adalah tindakan protes yang dilakukan oleh negara-negara kecil atau kelompok-kelompok kecil. Terorisme berakar dan berawal dari sentimen yang didasari oleh patriotisme perlawanan kaum minoritas/kelompok kecil akibat term-term semangat jihad yang dikembangkan.
Penyebabnya adalah kesalahpahaman atas aliran yang mereka anut, mereka salah menafsirkan jihad yang sebenarnya atau dalam kata lain mereka kurang memahami dengan menyeluruh apa yang dimaksud dengan ayat tersebut. Contohnya kedua surat dimaksud menurut mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiah, Nasir Abas adalah Al-Baqarah ayat 191 dan Al-Maidah ayat 44.
Ayat 191 secara garis besar mengajarkan kepada kaum muslim untuk memerangi, mengusir, bahkan bila perlu membunuh kaum kafir di mana saja yang bisa dijumpai. Tapi konteks ayat tersebut adalah ketika dalam kondisi peperangan yang prinspinya, “Membunuh atau dibunuh”.
Celakanya, dia melanjutkan, oleh kelompok orang-orang tertentu karena hanya membaca terjemahan lalu menganggap Indonesia ini medan perang. Pemerintah, presiden, tentara, polisi, dan orang non-muslim dianggap musuh.
Kesalahkaprahan juga berlaku dalam memaknai surat Al-Maidah ayat 44 yang berbunyi, “Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir”.
Akibatnya, kata Nasir Abas, semua nonmuslim dianggap musuh. Bahkan Presiden pun dianggap kafir karena dianggap tak menegakkan hukum Islam. Orang muslim yang berbeda dengan dirinya pun dianggap kafir. Inilah paham takfiri, mudah mengkafirkan orang lain. Tapi ini bukan hal baru, sudah ada sejak Nabi Muhammad wafat.
Rasulullah bersabda, “sesungguhnya aku diutus membawa agama yang hanif dan mudah”. Ini merupakan bentuk rahmat Allah kepada makhluknya. Allah berfirman “kasih sayangKu untuk semuanya.” (Q.S Al-A’raf : 156).
Dalam tafsir Syekh Abu al-Fadhl Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Affandi al-Alusi al-Baghdadi, yang dikenal Syekh al-Alusi berpendapat ayat ini mencakup semangat toleransi, sebab kasih sayang Allah tidak hanya diberikan kepada kaum muslimin tetapi juga kepada semua umat manusia.
Dari kasus tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebaiknya kita menjunjung tinggi toleransi, karena Negara Indonesia mempunyai keberagaman dalam agama yang disatukan dalam Bhineka Tunggal Ika. Selain itu sebagai umat Islam ketika mendalami ilmu agama hendaknya pandai menyaring informasi tidak langsung terbawa oleh aliran tertentu, harus berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah agar tidak mudah terpengaruh oleh aliran-aliran, ketika mempelajarinya pun kita harus belajar secara menyeluruh membaca tafsirnya agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan terjadi mengkafirkan oranglain, gencatan senjata atau terorisme.
Penulis : Hilda Yulianti Mahasiswi Universitas Islam Al-Ihya Kuningan