KUNINGAN (MASS) – Himpunan Alumni Miftahul Huda Tasikmalaya atau Hamida, secara resmi menjatuhkan dukungannya ke M Ridho Suganda dan H Kamdan SE, pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Kuningan dalam kontestasi Pilkada tahun 2024 ini.
Dukungan resmi Hamida itu ditandai dengan penyerahan SK rekomendasi dari Madrasah Siasah Pondok Pesantren Miftahul Huda Tasikmalaya, dan diserahkan ke Ridho-Kamdan pada Jumat (13/9/2024) sore di Ciremai Land.
Penyerahan SK diberikan langsung oleh Sekjen Hamida Pusat KH Muhammad Endin, dengan disaksikan koordinator Hamida Wilayah Kunci Maju KH Didi Juhadi, serta relawan Ridho – Kamdan.
SK rekomendasi sendiri, selain berisi dukungan resmi dari Ponpes Miftahul Huda Tasikmalaya, juga menghimbau seluruh alumni, wali santri, serta pecinta Miftahul Huda di Kuningan, untuk ikut mendukung Ridho-Kamdan.
Di Kabupaten Kuningan pengaruh Ponpes Miftahul Huda sangat besar. Ada lebih dari 1000 pengurus Hamida yang tersebar di hampir seluruh kecamatan. Belum lagi, ada ratusan wali santri Miftahul Huda. Dan lebih banyak lagi pecinta pesantren Miftahul Huda di Kunigan.
Ketua Hamida Koordinator Kuningan KH Kosim Ismail, dalam acara tersebut menegaskan dukungan Hamida di Kuningan, hanya untuk Ridho-Kamdan.
“Dengan turunnya SK/rekomendasi, mudah-mudahan bisa menggerakkan sendi-sendi kekuatan untuk kemenangan Cabup-Cawabup,” ujarnya.
Koordinator Hamida Kunci Maju KH Didi Juhadi, mempertegas sikap politik yang sudah diambil Hamida Pusat. Pilihan ini, kata KH Didi Juhadi, pilihan ketat dari Madrasah Siasah.
“Setelah ada rekomendasi ini tidak ada tawar menawar, samina wa atona, totalitas. Dengan ini kami mempertaruhkan nama Hamida Kuningan ke Ridho-Kamdan. Kita jaga amanah dari guru, kita jaga juga nama baik di hadapan Ridho – Kamdan,” tegasnya.
Ia berharap, perjuangan ini merupakan sesuatu yang tepat bagi pergerakan Hamida dan terutama kemaslahatan masyarakat Kuningan.
Sementara, pasangan calon Bupati-Wakil Bupati, baik M Ridho Suganda maupun H Kamdan SE, berterima masih atas dukungan resmi yang sudah diberikan.
Keduanya berjanji, akan lebih memperhatikan pendidikan informal pondok pesantren yang selama ini dianggap tak punya ibu/bapak, tidak ditanggungjawabi kedinasan secara resmi.
Hal itu, sesuai dengan aspirasi yang disuarakan para tokoh agama, praktisi pesantren, yang juga sejalan dengan perjuangan Hamida. (eki)