KUNINGAN (MASS) – Gedung DPRD Kuningan yang saat ini sedang diperiksa BPK jadi sorotan para pengamat. Terkait bencana yang baru saja terjadi, mereka meminta agar para wakil rakyat mampu mengalihkan dana pokir (pokok-pokok pikiran) dewan guna membantu para pengungsi.
“Besarnya kebutuhan anggaran untuk penanganan pasca bencana di berbagai desa dan kecamatan yang terjadi saat ini serta minimnya dana yang tersedia dalam APBD Kuningan 2018 diharapkan dapat mengetuk ‘nurani’ para waki rakyat dengan mengalokasikan anggaran pokir (dana hasil aspirasi) ke lokasi bencana tanpa terbelenggu dari dapil mana mereka berasal,” pinta Ketua F-Tekkad, Soejarwo.
Jika anggaran pokir anggota legislatif yang jumlahnya pasti tidak sedikit itu, maka kebutuhan 1002 unit Huntara tentu dapat segera teratasi. Jarwo mengasumsikan setiap anggota dewan mendapat alokasi penyaluran pokir Rp200 juta. Dengan jumlah 50 anggota akan terhitung anggaran Rp10 milyar.
“Memang masyarakat selama ini dibuat ‘buta’ terkait besaran dana pokir setiap anggota dewan, karena terkesan ‘ditutupi’. Kewajiban anggota dewan untuk membantu masyarakat dengan anggaran pokir, hendaknya tidak ‘tersekat’ oleh dapil,” kata pria yang akrab disapa mang Ewo itu Selasa (13/3/2018).
Jika ada dari mereka yang berjuluk wakil rakyat yang terhormat merasa keberatan untuk mengalihkan ke lokasi dimana rakyatnya sedang sangat menderita karena bencana alam, lanjutnya, tentu akan menjadi penilaian tersendiri dari masyarakat terhadap keberadaan mereka sebagai wakil rakyat.
Terpisah, Direktur Merah Putih Institut, Boy Sandi Kartanegara berujar senada. “Saya pikir penanganan korban bencana harus dilakukan secara simultan dan komprehensif. Kita melihat bagaimana kepedulian berbagai komponen warga Kuningan baik yang ada di dalam atau di luar kabupaten dengan bantuan yang dikirimkan pada lokasi-lokasi warga yang terdampak bencana,” kata dia.
Menurut Boy, ini membuktikan bahwa rasa empati itu masih tebal. Selebihnya tinggal bagaimana pemerintah melakukan tahap yang lebih serius untuk mencarikan solusi dana agar proses rehabilitasi bisa segera dilakukan. Dia mengusulkan, kebutuhan anggaran yang besar itu bisa dikumpulkan dari pemangkasan anggaran-anggaran yang tidak terlalu penting.
“Barangkali legislatif bisa memberikan contoh dengan menggeser lokasi-lokasi dana aspirasi mereka kepada wilayah-wilayah yang terdampak bencana. Saya percaya legislatif sebagai representasi masyarakat tidak akan keberatan melakukannya,” ucap pria berambut gondrong itu. (deden)