KUNINGAN (MASS) – Air merupakan sumber utama kebutuhan manusia. Tanpa kehadirannya tentu banyak yang meninggal. Selain itu, bisa terjadi kekeringan yang luar biasa melanda kehidupan manusia. Oleh karena itu, betapa pentingnya fungsi air demi keperluan manusia.
Sayangnya, berbeda halnya yang terjadi di daerah Kalapa Gunung Kecamatan Kramatmulya Kabupaten Kuningan, warga di sana bersepakat menolak adanya pengeboran air tanah yang dilakukan PT. Sinde Budi Sentosa. Rencana ini sebenarnya sudah dari tahun 2018 silam, namun warga meminta diperlihatkan surat izin dari pemerintah setempat.
Menurut Irman Jaya selaku Legal Head Departemen PT Sinde Budi Sentosa bahwa adanya pengeboran air tanah sudah melalui proses perizinan yang lengkap. Mulai dari warga sekitar hingga Provinsi Jawa Barat, ditambah dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu Provinsi Jawa Barat. Sehingga pekerjaan pengeboran mata air ini tidak dapat dihentikan begitu saja. Kalaupun harus berhenti, maka harus ada keputusan dari PTUN (Pengadilan Tata Urusan Negara) (Tribuncirebon.com, 28/07/2021).
PT. Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan yang memproduksi minuman herbal sejak tahun 1979. Dalam perkembangannya, PT. Sinde Budi Sentosa ingin melebarkan sayapnya dengan membangun di daerah Kuningan. Harapannya dengan berinvestasi di sana dapat meningkatkan produksi dan mempermudah akses distribusi ke wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Namun, pada pelaksanaannya warga daerah Kalapa Gunung menolak secara terang-terangan. Menurut salah satu warga di sana, Nana berharap ada komunikasi langsung kepada warga yang berbatasan di daerah ‘ring satu’ (baca: bersinggungan langsung dengan tempat pengeboran). Karena sangat merasakan sekali dampaknya terhadap lingkungan
(Kuninganmass.com, 06/08/2021).
Penolakan ini didasarkan pada dampak yang ditimbulkan. Pengeboran yang direncanakan dari air bawah tanah, namun nyatanya selama ini mengandalkan air permukaan. Terlebih lagi yang dikhawatirkan terjadinya kekeringan, pengamblasan tanah, dan tidak terlalu memberikan manfaat yang besar bagi warga sekitar terutama kepada petani yang keseharianya membutuhkan air untuk lahan pertaniannya.
Maka, tak dapat dipungkiri jika saat ini masih ada warga yang menolak karena memandang dampak di kemudian hari. Warga di sana hanya menginginkan keadilan yang jelas, baik dari PT. Sinde Budi Sentosa ataupun pemerintah berupa penjelasan secara rinci proses pengeboran, aturan dalam UU seperti apa, dan sebagainya. Sehingga tidak ada yang ditutupi antara kedua belah pihak.
Air yang Berkah
Sepatutnya konflik yang terjadi antara PT. Sinde Budi Sentosa dengan warga sekitar sudah tuntas, namun belum menemukan titik temu. Walaupun, PT. Sinde Budi Sentosa akan memberikan peluang terbukanya lowongan pekerjaan bagi warga sekitar, hanya saja tetap tidak dipedulikan oleh warga di sana.
Seyogianya, pemerintah tegas dalam menyelesaikan konflik agar tidak berkepanjangan dengan menghentikan terlebih dahulu rencana pelaksanaan pengeboran air tanah demi kepentingan warga setempat. Selain itu, diperlukan untuk mengkaji ulang rencana tersebut dengan pertimbangan lingkungan dan sosial.
Lantas, adakah persoalan yang lain? Jika ditelaah akar dari persoalan tersebut adanya kebebasan dalam memiliki apapun. Sehingga tak mengapa jika mendirikan perusahaan air mineral di sekitar padat penduduk. Sebab, air sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia, sehingga tidak diperbolehkan dimiliki oleh individu ataupun suatu perusahaan.
Inilah aturan sistem demokrasi-sekuler yang masih kuat diterapkan di negeri ini. Karena sistem demokrasi membiarkan warganya dapat bertindak semaunya, tak memandang apakah merugikan orang lain atau tidak. Terpenting dapat bermanfaat bagi kepentingan dirinya. Seperti, konflik yang terjadi di Kalapa Gunung adanya keinginan PT. Sinde Budi Sentosa memiliki air bawah tanah agar bisa dikeruk sepuas-puasnya untuk bahan baku air mineral.
Itulah contoh adanya kebebasan kepemilikan. Artinya, seorang individu boleh memiliki harta (modal) sekaligus memanfaatkan, mengembangkan, dan mendistribusikannya melalui sarana dan cara apapun sesuai keinginan dan kehendaknya untuk mendapatkan profit. Cara yang digunakan biasanya dengan privatisasi. Akibatnya, memberikan kesengsaraan dan kesulitan banyak orang.
Itulah aturan yang tak berpihak kepada rakyat. Aturan demokrasi yang nyatanya buatan manusia, tentu tidak akan memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Hanya orang-orang yang memiliki kekuasaan dan pengusahalah yang dapat menikmatinya. Padahal jelas dalam sabda Rasulullah Saw. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).
Artinya, tiga jenis di atas tidak diperkenankan dimiliki secara individu. Sebab, sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang. Jika tidak ada, maka akan terjadi perselisihan dalam mencarinya.
Akhirnya, Islam datang memberikan solusi terbaiknya. Air dikembalikan sebagaimana fungsi dan kebutuhannya. Sebab, air termasuk kepemilikan umum yang urusannya dikelola oleh Negara, namun hasilnya dikembalikan ke rakyat.
Sebab, dalam Islam Negara posisinya sebagai wakil rakyat yang tugasnya melayani kebutuhan rakyatnya. Pengelolaan air tersebut dapat diserahkan kepada BUMN atau BUMD yang hasilnya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Bukan diserahkan kepada pihak swasta (baca: pengusaha). Karena pengelolaan kepemilikan umum harus dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah. Itulah yang akan menjadikan fungsi air menjadi berkah bagi setiap warga.
Wallahu’alam bishshawabb
Penulis: Citra Salsabila
(Penggiat Literasi)