KUNINGAN (MASS)- Terpaksa saya menulis unek-unek ini karena memang unek-unek harus dikeluarkan . Sebab, kalau ditahan biasa jadi penyakit TBC alias tekanan batin cinta (tidak nyambung yah).
Kisah bermula, ketika malam ini saya terbangun karena menunggu air seharian tidak mengalir. Begitu melihat jam ternyata menunjukan pukul 02.00 WIB. Saya bergegas keluar melihat kran air yang sengaja dibuka dan berharap air mengalir.
Harapan itu ternyata tidak terwujud karena ember air yang sudah dipasang tetap masih kosong. Salah saya kenapa begitu PD menunggu air ‘nyala’.
Saya PD karena Pincab PDAM berjanji air akan mengusahakan mengalir, tapi apa lacur air tidak mengalir.
Di Dalam kamar istri langsung mengomel karena dari siang tadi menyuruh mengambil air dimana saja yang penting di bak ada.
Saya sih awalnya tidak merespon karena di bak ada sisa untuk cuci muka atau hanya sekedar untuk pipis.
Puncaknya ketika istri mengambil air dari galon untuk cuci muka, saya pribadi tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada air.
Saya melihat ke layar HP dan berharap ada jawaban Pincab PDAM yang saya kirim pesan terkait air yang ‘dijanjikan’ akan mengalir.
Jawaban tak kunjung datang, istri semakin emosi dan akhirnya saya pergi ke kantor untuk mengambil air seraya membawa 2 galon dan 2 jerigen yang sore tadi saya beli.
Saya mencoba besabar tapi ketika mendengar ocehan terus, saya pun ikut emosi dan merasakan bagaimana yang dirasakan oleh kabanyakan orang terkait sulitnya air.
Kemarin tetangga saya cerita, ada warga yang baru lahiran dan meminta dua ember air ke tatangganya yang terlihat mempunyai stok air.
Ternyata tidak diberi. Saya sampai greget, dimana hati nurani mereka sampai air pun tidak dikasih padahal ibu-ibu itu memerlukan sekali.
Tetangga yang lainnya pun ikut bercerita ketika usai salat shubuh berjamaah. Gara-gara air tidak ada, sebelah rumah menjadi curiga dan tetangganya itu membawa senter dan melihat ke gorong-gorong.
“Saya terangkan air dulu itu bocor bukan ada kran penutup. Saya terpaksa jawab seperti itu karena ada semacam tuduhan,” jelasnya.
Sedangkan pada satu hari sebelumnya, ketika ada ada bantuan air melalui tangki ada tetangga yang dibalik baju terlihat ada golok sambil teriak-teriak “Mundur-mundur sini,”.
Entah untuk menakuti supir agar diberi air atau memang habis dari kebun, entahlah yang pasti menggelitik.
Sementara itu, cerita adik ipar setiap hari mengangkut air sebanyak 32 galon untuk kebutuhan empat anggota keluarga karena tidak pernah dapat jatah bantuan dari PDAM, membuat saya semakin yakin Kuningan krisis air.
Hanya satu harapan saya hujan segera turun meski mata air tidak ada akan langsung penuh, tapi minimal bisa mendinginkan hati warga yang terlanjur emosi karena kesulitan air.
Cerita saya diakhiri dengan mengangkut dua galon, dua jerigen yang airnya diambil di kantor tempat saya kerja.
Untungnya di tempat tersebut menggunakan air sumur yang sangat jernih dan itu pun usai diangkut pas adzan shubuh berkumandang
Dan istri saya pun tidak cemberut karena bisa mandi di kantor dan ia terus mengingatkan harus rajin mengambil air seperti yang lain.
Hari ini masalah beres, entah besok harus ke kantor lagi, tapi saya berharap tidak. Karena saya yakin PDAM itu perusahaan profesional yang tentu sudah mempunyai antisipasi.
Ingat! Bantuan tangki bukan solusi karena hanya bersifat insidentil, itu pun banyak warga yang tidak kebagian.
Kasian yang punya anak kecil. Semoga curhatan saya ini “didengar’ karena air itu kebutuhan pokok! Salam Sabar!****
Penulis : Agus Mustawan
Warga Perum Korpri Cigintung