Connect with us

Hi, what are you looking for?

Inspiration

Air Bersih di Singapura itu Murah Meski Tak Punya Sumber Mata Air

KUNINGAN (MASS) – Dari pendidikan Lemhanas hampir satu bulan di Jakarta dan Singapura, banyak ilmu yang didapat oleh Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy SE. Salah satunya menyangkut air bersih. Meski sumber mata air tak dimiliki oleh Singapura namun air di sana sangat murah.

“Di sana (Singapura, red) itu, harga barang-barang lain pada mahal. Yang murah itu air, karena tinggal cur aja dari kran,” ungkap Zul kala mengesharekan pengalamannya selama di Singapura kepada para awak media.

Sewaktu berada di negeri terkecil se Asia Tenggara tersebut, ia diajak meninjau Lab Pengolahan Air. Tanpa adanya sumber mata air, mereka mampu mengolah air limbah dan air laut menjadi air bersih.

“Air limbah dari kita-kita, dan air laut. Tapi dengan teknologi yang sangat modern, itu mampu diolah jadi air layak minum. Luar biasa,” ucap Zul.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Saking takjubnya, Zul langsung melakukan video call ke Direktur PAM Kuningan Dr Ukas Suharfaputra. Ia menyampaikan apa-apa saja yang perlu ditiru oleh PAM dari Singapura kaitan dengan pengolahan air.

“Orang PAM harus belajar ke sana,” saran Zul tanpa menyinggung kualitas air PAM dan mahalnya tarif air di Kuningan.

Sebetulnya banyak hal yang perlu diimplementasikan di daerah, disamping soal pengolahan air, sepulang Zul mengikuti Pendidikan Lemhanas. Hanya saja sesuai dengan kapasitasnya sebagai ketua dewan, Zul hanya sekadar bisa menyampaikan dan menyarankan saja kepada para pihak terkait.

“Tentu (punya gagasan, red) setelah ikut Lemhanas. Tapi kan saya bukan top kebijakan. Bukan decision maker. Saya hanya bisa menyampaikan saja sesuai kepasitas yang saya miliki,” ungkapnya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Dari 16 peserta pendidikan, Nuzul Rachdy merupakan satu-satunya ketua dewan. Sedangkan 15 peserta lainnya menjabat bupati dan walikota yang notabene seorang decision maker.

Dari Wartawan Jadi Ketua Dewan

Basic dari politisi senior ini ternyata seorang wartawan. Bahkan sekitar tahun 1995 silam dirinya pernah menduduki posisi sekretaris PWI Kuningan. Sejak dulu Nuzul Rachdy hobi menulis dan membaca.

Banyak hal yang ia pelajari saat menggeluti profesi wartawan. Intimidasi serta beragam persoalan lain yang meliputi dunia tersebut, ia alami.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Kedewasaan saya berpikir, kedewasaan saya berhadapan dengan masyarakat, tak terlepas dari pengalaman saya di dunia jurnalistik. Profesi ini mulia. Seorang wartawan cenderung memahami banyak hal, karena selalu belajar. Belajar itu kan bukan dari buku atau bangku sekolahan saja. Dari pengalaman juga kita bisa belajar,” ungkapnya.

Tampak hadir, wartawan senior Soejarwo yang kebetulan rekan seangkatan Zul tempo dulu. Dalam testimoninya, ia mengungkap kejadian dulu sewaktu Zul berkonfrontasi dengan Kadis Pariwisata, H Toto Hartono. Sekarang justru keduanya sama-sama duduk di dewan.

“Patut disyukuri di era sekarang wartawan bisa bebas berekspresi. Tekanan penguasanya berkurang, beda dengan dulu. Dan dulu itu jumlah wartawan sedikit, palingan 8-9 orang,” tutur mantan wartawan Galamedia yang akrab disapa Mang Ewo tersebut.

Lanjut ke cerita Zul, memasuki era reformasi dirinya tertarik terjun ke dunia politik. Saat itu ia nyaleg dari PDIP dengan sistem proporsional tertutup. Kerja kerasnya mendirikan posko gotong royong, jadi jurkam dan kerja politik lainnya tak berbuah hasil duduk di dewan lantaran berbeda pendapat dengan ketua partainya.

Advertisement. Scroll to continue reading.

“Saya digeser sama ketua partai. Justru yang dimasukan itu ortu saya sendiri. Jadi sejak awal terjun di politik, saya sudah menghadapi hambatan. Tapi saya gak menyerah, apalagi sampai pindah partai,” tuturnya.

Kepahitan lain, pada akhir 2021 Zul salah ucap di media “diksi limbah” yang membuatnya viral. Ia diperkarakan oleh Badan Kehormatan (BK) bahkan sampai didemo ribuan massa. Bagi dia, itu merupakan tantangan terbesar.

“Tapi kita harus menghadapi persoalan sebesar apapun dengan sabar, konsisten, dan jangan baperan. Itu kuncinya. Hikmahnya ya saya bisa nulis buku dan ikut pendidikan Lemhanas,” ujar dia.

Nuzul Rachdy mengutarakan pengalamannya sejak masih wartawan sampai terjun ke politik itu pada forum SW (Sharing Wawasan) menjelang Konferensi PWI Kuningan 14 Desember mendatang. Hadir Nunung Khazanah selaku ketua beserta belasan pengurus dan anggota organisasi tersebut.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Pada bincang santai yang mengambil tempat di RM Cibentang, Rabu (22/11/2023) siang itu tampak keguyuban diantara mereka.

Pesannya kepada para wartawan, mereka harus total dalam menekuni profesi. Dengan begitu kualitas teknik wawancara, menulis dan cara komunikasi, akan kelihatan.

Selain itu wartawan harus terus rajin membaca dan belajar. Membaca buku terus menerus serta belajar dari apapun termasuk belajar dari lingkungan.

“Lalu profesional memahami emosi. Saya apresiasi PWI Kuningan yang telah mengadakan SW ini. Hendaknya konferensi nanti bisa menghasilkan kepemimpinan yang berkualitas, karena bisa menularkan ke pengurus lainnya,” saran Zul. (deden)

Advertisement. Scroll to continue reading.
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Advertisement
Exit mobile version