KUNINGAN(MASS)- Kasus penangkapan Bupati Kabupaten Bandung Barat oleh KPK, menjadi peringatan bagi pengelola dana Bansos di daerah lain, termasuk Kuningan.
Hal ini harusnya bisa menjadi pintu masuk buat KPK untuk menggali informasi lebih mendalam terkait adanya infomasi dugaan penyalahgunaan dana Bansos yang terjadi di Kabupaten Kuningan.
Selain dari informasi yang berkembang di masyarakat, terkait adanya penyimpangan penggantian item sembako yang seharusnya diterima masyarakat.
Selanjutnya adanya informasi pelaksana pendampingan penyalur bantuan yang merangkap supplier, dan kasus pemotongan dari setiap transaksi yang menggunakan mesin EDC yang hingga kini belum jelas pembenahannya.
Kiranya sudah bisa menjadi alat bukti yang cukup bagi KPK untuk turun menyelidiki persoalan Bansos di Kabupaten Kuningan.
Dorongan bagi KPK untuk mendalami Bansos di Kuningan ini disampaikan oleh Sekretaris Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Kabupaten Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana, SH.
Hal ini menanggapi banyaknya pejabat publik maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan pengelolaan Bansos Covid-19 yang bermasalah dan mulai berhadapan dengan hukum.
“Sudah semestinya aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan atau KPK melakukan proses penyelidikan terkait adanya informasi penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk penanganan Pandemi Covid 19 tersebut,” ujar Dadan.
Ditambahkannya, apabila penyelewengan dan penyalahgunaan uang negara tersebut betul terjadi, maka aparat penegak hukum harus memproses perbuatan pidana tersebut sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
“Tidak boleh ada seorang pun di negara ini yang kebal hukum dan boleh mempermainkan hukum, tanpa kecuali para pejabat dan para penegak hukumnya,” tandas pria berambut gondrong yang dikenal vokal itu.
Mereka harus menjadi garda terdepan dalam penegakkan hukum yang berkeadilan. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan penegak hukum makin hilang.
Pria yang juga Ketua Pagar Aqidah (Gardah) ini menjelaskan, bahwa Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang telah memberi keleluasaan bagi pejabat publik
Tentu dalam mengelola dan menggunakan anggaran keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Namun bukanlah berarti diberi keleluasaan yang tanpa batas.
Lebih lanjut dikatakan, Pada BAB V Ketentuan Penutup Pasal 27 ayat (3) butir ke-2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2020 yang mengatur tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang menyatakan, bahwa “Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK ), Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan.
Kemudian, Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Artinya dapat ditafsirkan bahwa apabila di dalam melaksanakan tugasnya didasarkan kepada itikad tidak baik dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan maka dapatlah dituntut baik secara perdata maupun pidana,” tegas Dadan.
Dadan menjelaskan lebih lanjut, bahwa secara pidana siapapun (setiap orang) yang diduga telah melakukan Penyalahgunaan Dana Bansos sehingga telah menimbulkan kerugian keuangan negara, atau dengan cara telah terjadinya suap-menyuap.
Kemudian, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi, maka perbuatan tersebut sudah tidak sesuai dengan peraturan ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Hal ini sebagaimana dimaksud didalam ketentuan Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jadi sudah jelas, pihak yang berwenang seperti halnya Kepolisian, Kejaksaan dan atau KPK haruslah memproses perbuatan pidana tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam rumusan pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi,” ujar Dadan mengakhiri. (agus)