KUNINGAN (MASS) – PWNU Jawa Barat bersama sejumlah banom NU, mendesak Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) untuk menindak aksi penyadapan getah pinus secara illegal di kawasan Gunung Ciremai. Hal itu, disuarakan dalam audiensi di Kantor BTNGC, Rabu (3/1/2024) kemarin.
Dalam kesempatan itu, pihak NU mendesak BTNGC untuk memfollow up laporannya soal adanya KTH (Kelompok Tani Hutan) yang melakukan penyadapan getah pinus secara ilegal. Pihak NU sendiri merasa dirugikan karena KTH binaan NU, sejak lama menahan diri agar tidak melakukan penyadapan, karena PKS (Perjanjian Kerjasama) dengan BTNGC belum selesai.
“Karena di lapangan ada pelanggaran yang seperti dibiarkan penyadapan illegal tapi belum ada tindaklanjut yang membuat efek jera. Seolah kami harus ikut aturan tapi di pihak sebelah dibiarkan melanggar aturan,” kata Nurkholik, salah satu peserta audiensi dari pihak NU.
Ia mengaku, pihaknya sebenarnya sudah melaporkan aksi tersebut sejak awal tahun lalu, namun dirasa belum ada progress yang terlihat. Pihaknya resah, karena penyadapan illegal ini bahkan diduga ada yang mengarahkan dari perangkat desa.
“Ini udah jelas melanggar karena payung hukum untuk mengelola HHBK ini harus ada PKS, sampai saat ini belum keluar (PKS), semua (KTH belum punya PKS),” ujarnya.
Senada, pendekar NU Kuningan Mukdiana atau yang kerap disapa Iyan, juga mempertanyakan fungsi BTNGC.
“Setelah berlarut-larut PKS kami dijanjikan Oktober, kemudian ada fenomena yang unik yang bisa kita serap, fungsi BTNG itu untuk apa? maenya anu maling kayu saetik atas nama Negara ditewak ai nu kararieu teu ditewak (masa yang maling kayu kecil atas Negara ditangkap, tapi penyadapan illegal dibiarkan) kan tidak menarik,” kata Iyan.
Ia juga kemudian mempertanyakan sikap Kepala BTNGC yang seolah membiarkan, terserah mereka, saat pembahasan KTH yang melakukan penyadapan illegal. Iyan bertanya buat apa ada balai, buat apa ada unsur pemerintah hadir dalam pengelolaan TNGC kalo ujungnya dibiarkan.
Sementara, Kepala BTNGC Maman Surahman S Hut M Si, kala dikonfirmasi pasca audiensi awalnya menjelaskan terkait dengan pemanfaatan HHBK pada zona tradisional memang ada ruangnya. Dalam Permen 76 tentang zonasi itu juga bahwa salah satunya ada soal zona tradisional.
Taman Nasional sendiri, dibagi dalam zona-zona mulai dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lainnya yang disesuaikan dengan kondisi setempat yang mengakomodir kepentingan masyarakat dengan tetap lestari alamnya. Ia mencontohkan zona tradisional, zona budidaya dan zona budaya.
“Jadi yang mau menggarap HHBK ini selain NU juga paguyuban. Selama ini paguyuban sudah akses ke dalam kawasan dan memanfaatkan itu tanpa sepengetahuan dan membuat perijina dari kami,” ujarnya mengiyakan bahwa aksi itu terbilang masih illegal.
Namun soal penindakan, lelaki asal Majalengka itu membantah bahwa pihaknya membiarkan penyadapan ilegal. Sejak awal, lanjut Maman, pihak BTNGC sudah membuat papan larangan di sekitar kawasan. Bukan hanya itu, pihaknya juga bahkan melakukan pengambilan batok yang sudah dipasang di pohon pinus bahkan sudah melakukan upaya penyadaran hukum.
“Jadi ini kan yang kami hadapi masyarakat pinggiran, bapak tahu kondisinya seperti apa? masyarakat itu mereka butuh ekonomi dengan keterpaksaanya,” ujarnya nampak sungkan.
Namun, ia juga menyoroti bahwa aksi masyarakat itu ada aktor-aktor yang memerintahkan. Ia kemudian mengecam aksi itu, jangan memanfaatkan keluguan masyarakat untuk melakukan hal illegal.
“Karena begini, saat saya melakukan upaya hukum yang kami tangkap itu siapa, kan yang melakukan, (Sedangkan) yang memerintah? ya nggak. Karena cukup bukti (itu ya masyarakat yang melakukan bukan yang diduga memerintah penyadapan), nah itu kan kasihan saya tidak ingin masyarakat yang jadi korban. Makanya upaya kami adalah pendekatan, pak sabar heula ke ge aya waktuna, karena saya harus sesuai prosedur yang berlaku,” kata Maman.
Ia mengatakan, dalam pertemuan dengan NU itu pihak coba menschedule-kan bahwa PKS bisa selesai pada Maret 2024 nanti. Tahun 2023 lalu, harusnya direncanakan selesai pada November, namun meleset karena pihaknya butuh tenaga dan biaya. Dan tahun kemarin tidak teralokasikan. (eki)