KUNINGAN (MASS) – Antara percaya dan ga percaya, sedih dan miris. Ketika ada sebuah kebijakan yang tak sesuai realita.
Layaknya hanya sekedar ucap tanpa perbuatan. Apakah ini hanya sebatas janji yang dulu nampak meyakinkan tapi, tanpa adanya kenyataan tindakan sekarang?
Hmmmm.. Pak/Bu bekerjalah sesuai tanggung jawab, bekerjalah sesuai hati nurani. Ketika ada amanah tentu ada harapan.
Ketika amanah tidak dijalankan, maka tanggung jawab bukan hanya dunia yang hanya sementara, tapi akhirat yang kekal selamanya.
Hati-hati kalo urusannya sama akhirat! Yaaa memang nikmat, tapi kata bang H.Roma yang nikmat itu diharamkan. (jikalau benar kebijakanya menyimpang)
Hari ini Saya menulis untuk mencurahkan bagaimana kebijakan Pemda Kuningan yang kurang sesuai dengan urgensi penanganan pandemi corona, dengan memberikan tepuk tangan kepada Pemda Kuningan beserta DPRD dkk yang menginisiasi pembelian bangunan tua eks RS Citra Ibu, A.K.A RSCI yang katanya sarang makhluk halus.
Bangunan itu hanya berlantai 4 dan memiliki 28 ruangan, But its amazing. Seharga Rp7,5 miliar untuk ruangan sedikit itu please tell me beybehhhhhhh.
Sesuai data yang telah menjadi konsumsi publik anggaran yang di alokasikan Pemda kuningan untuk penanganan COVID-19 adalah sekitar Rp18 milyar.
Tapi sangat jelas 50% digunakan untuk pembangunan RS rujukan Corona yang hanya dapat digunakan oleh 56 orang saja.
Kenapa si ga sewa aja kalo hanya untuk sementara? Saya yakin ga sampe Rp9 miiliar kalo Cuma nyewa, bener ga ? Tapi pilihanya jatuh untuk membeli, entah kenapa seneng banget kalo beli membeli.
Ada apakah ? tenang Saya tidak curiga tentang fee pembelian atau harga apraisal yang tidak diumumkan publik dan kantor mana yang melakukan apraisal. Saya hanya menyayangkan proporsi anggaranya saja. Sedih aslina brai.
Pak/bu Ini corona bukan coronjo yang kalo terinjak hanya cukup berdarah kemudian disembuhkan dengan obat luka.
Narapidana aja di keluarkan, Kasus korupsi aja di bebaskan. Masa penanganan RS mau di tumpang tindihkan (orangnya) ?
Hebatttt. apakah itu proporsional? Jelas tidak. Apa saya yang salah penalaran ya, slogan lebih baik mencegah dari pada mengobati.
Seolah-olah saya menganggap bahwa rencana pemda ya mengobati, menunggu yang positif corona baru mencegah.
Mereka yang terdampak corona butuh perhatian dan sentuhan pemerintah. Segi sosial, kesehatan dan ekonomi.
Banyak posko relawan cek corona yang kekurangan bahan pangan, pedagang yang berhenti kemudian kekurangan bahan pokok, pekerja yang masih berjuang dalam pandemi COVID-19, sangat perlu uluran tangan serius pemerintah terutama proporsi budgeting.
Ada yang lebih aneh lagi yakni mengenai perhatian Pemda Kuningan terhadap kejelasan perawatan pasien COVID-19 atau suspect COVID -19, pasalnya ada pasien yang dirujuk kesana tapi malah ditolak dengan alasan belum siap padahal udah launching, gimana ini boss? Ko bisa sih ?
Bahkan sampe anggota dewan akhirnya turun gunung. Ini kan mirip yang nikah, sudah syah akad pas mau malam pertama eh ga siap.
Tapi ga siapnya ga jelas. Ini kan terkesan dipaksakan. Kalo belum siap nda usah launching dulu lah.
Ada slogan mengkritisi tanpa memberikan solusi, ohh tenang pak/bu dengan pemikiran dangkal, kekuatan terbatas seorang mahasiswa yang memiliki daya pikir hemat, layaknya anak kos-kosan yang makan dengan ikan asin dan bubuk indomie pun cukup.
Tidak seperti pemerintah sebagai pemangku kebijakan, apalagi kabupaten Kuningan yang memiliki banyak RS untuk penanganan yaa kerjasama lah, dengan fasilitas dari anggaran yang sudah disediakan.
Ataupun kerjasama dengan orang-orang kaya di kuningan banyak tuh PT baru bermunculan hehe, dan tidak mungkin demi kebaikan dan amal ada penolakan untuk membantu, itupun kalo pemerintah berani melakukan hal itu.
Yahhh daripada dibuatkan RS dadakan seperti di negara Cina yang dijuluki bak kisah Roro Jonggrang. Coba tiru produk asli Indonesia katanya cintai produk-produk Indonesia seperti di Banyuwangi dengan memberikan instruksi isolasi diri bagi pendatang atau pemudik yang tiba di kampung halaman.
Apalagi data pemudik yang masuk Kabupaten Kuningan sendiri layaknya bendungan jebol dihantam air alias kebanjiran oleh pendatang.
Nah mereka itu seharusnya tidak hanya dihimbau untuk isolasi 14 hari, melainkan diberikan juga fasilitas rumah singgah untuk ODP.
Lalu bagaimana dengan kehidupan sehari-hari? Emmm 18 miliar 50% untuk RS yaa alokasikan untuk biaya hidup yang di tanggung oleh pemerintah.
Itu sangat penting dengan tujuan memutus mata rantai penyebaean wabah virus COVID-19.
Dengan tulisan ini, Saya berharap kawan kawan seperjuangan di BEM kampus yang ada di Kuningan, Kawan Kawan pergerakan, kawan kawan organisasi masyarakat atau lembaga kontrol sosial lainya dapat terus memberikan pengawasan dan kritik yang membangun untuk pemerintah. Kalo bukan kita yang mengingatkan, siapa lagi ?
Untuk pemerintah jangan sampe seperti yang diungkapkan Aris Toteles Criticism is something we can avoid easily by saying nothing, doing nothing, and being nothing. ketika ada sebuah kritik yakni hanya diam dan tidak melakukan apa apa alias meneng bae jeh.
Prakata terakhir dari manusia biasa, yang mencurahkan isi pemikiran dalam pandemi COVID-19 yang memaksa untuk tetap #dirumahsaja.
Tentunya saya titip pada pemerintah berucap sesuai fakta, bekerja secara sukarela, masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah dan amal untuk di surga.**
Ujang Taopiqurrohman
Ketua BEM UNIVERSITAS KUNINGAN