CIGUGUR (MASS) – Perjalanan kuninganmass.com soal adat dan budaya sampai pada sebuah tempat yang menjadi pusat ritual dari masyarakat adat Cigugur dan jawa Barat, Paseban Tri Panca Tunggal. Terletak tepat di pinggir jalan, sebelum simpang tiga menuju Desa Cisantana, tepatnya di Kampung Wage Kelurahan Cigugur Kecamatan Cigugur.
Bangunan cagar budaya yang sudah berdiri sejak 1840 tersebut, merupakan warisan budaya yang bahkan sampai saat ini masih dilestarikan. Hal itu terbukti dengan rutinnya digelar seren taun di setiap penghujung tahun.
Ais Panampi di Paseban Tri Panca Tunggal, Subrata menerima kuninganmass.com dengan ramah, dirinya bahkan dengan sangat terbuka untuk membagikan cerita tentang bagaimana Paseban ini bisa terbentuk di zaman dahulu.
Disebutkannya, Paseban didirikan oleh Pangeran Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat atau yang dikenal sebagai Pangeran Madrais. Pangeran Madrais sendiri merupakan turunan langsung dari Kesultanan Gebang Kinatar yang awalnya disamarkan keberadannya dari VOC serta ditempatkan di Cigugur.
“Pangeran Madrais selalu menentang penjajahan, berpuluh-puluh tahun lamanya,” ujar Subrata pada kuninganmass.com Rabu (8/1/2020) siang.
Dirinya bercerita soal Pangeran Madrais yang melawan segala bentuk penjajahan sesama manusia dan bangsa dengan berbagai hal, termasuk budaya.
“Malahan, sewaktu akhirnya Pangeran Madrais menetap di Cigugur, beliau memilih bertani. Bisa menghasilkan padi dua kali dalam setahun (waktu itu penduduk hanya bisa memanen padi satu kali satu tahun, red) , bahkan memulai menanam bawang, tapi karena pertanian itulah jadi jalan untuk orang berkumpul dan belajar pada Pangeran Madrais,” terangnya.
Dari penuturan Subrata, ada hal mendalam yang diajarkan Pangeran Madrais pada orang disekitarnya. Hal tersebut tersirat dalam istilah yang lebih dikenal sebagai Cara-ciri Manusia dan Cara-ciri Bangsa.
“Cara-ciri manusia itu sifatnya universal, untuk menjadi manusia seutuhnya manusia harus punya lima hal mendasar yang meliputi welas asih (cinta kasih, red), undak usuk (tatanan dalam kekeluargaan, red), tata krama (tatanan perilaku, red), budi bahasa dan budaya, serta wiwaha yudha naradha (sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya, red),” paparnya.
Prinsip itulah yang harus dipegang setiap manusia, hingga menyempurnakan diri sebagai manusia. Sedangkan prinsip Cara-ciri bangsa adalah hal yang membedakan antar manusia itu sendiri. Sesuatu yang diberikan dan tidak bisa dirubah.
“Ada lima hal lagi, yakni rupa, adat, bahasa, aksara, dan budaya. Kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh bangsa mana, tapi itu jugalah yang membedakan kita satu sama lain, yang budayanya kita tetap pertahankan sebagai ciri bangsa,” jelasnya. (eki)