SUBANG (MASS) – RUU Pesantren sudah ditetapkan 24 September lalu, pada rapat paripurna DPR RI periode 2014-2019. Dan penetapan UU pesantren sendiri berjalan mulus. Dan dalam UU tersebut, terdapat beberapa point yang membuat keberadaan pesantren akan berbeda secara legalitasnya. Setidaknya dalam UU tersebut, terdapat beberapa point yang khusus berlaku bagi pesantren sebagai lembaga pendidikan, Ijazahnya dianggap setara dengan pendidikan formal, padahal menggunakan kurikulum kitab kuning.
Lalu bagaimanakah tanggapan dari kyai dan santri ?
Kyai Aef Saepudin, wakil pimpinan sekaligus pengasuh pondok pesantren Al-Istiqomah Subang menyebut bahwa pengakuan ijazah pesantren adalah hal baik, tapi pengakuan itu jangan sampai menjadi alat belenggu bagi pesantren itu sendiri.
“Pengakuan lembaga pendidikan itu bagus, tapi jangan sampai nantinya pesantren malah dijadikan alat saja,” ujarnya saat ditemui di pondoknya, Jumat (4/10/2019) sore.
Senada, Ustadz Dede Defriyadi S. Sy, Khodim Yayasan Pendidikan Islam Al-Ulfah Jalatrang Kecamatan Cilebak mengapresiasi kinerja pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan UU tersebut sehingga Pesantren diakui dari segi lembaga pndidikan. Dirinya juga menyoroti hal tersebut sangat penting, karena lembaga pendidikan formal dianggap kurang berhasil dalam pembinaan moral.
“Lembaga pendidikan formal telah kehilangan wibawa dalam mengajarkan moral (akhlak),” tambahnya.
Meski demikian, dirinya sebagai alumni pondok, serta alumni IAILM Suryalaya mengaku bahwa pondok harus tetap mandiri. Terus berjalan ada dan tidak ada bantuan sekalipun dari pemerintah.
“Sakola saluhurnya, ngaji sapaehna,” papar ustadz muda tersebut.
Tanggapan lain juga diutarakan Asep Saepudin, salah satu santri yang tergabung FORSSA (Forum Silaturahmi Santri Subang), dirinya mengapresiasi point-point yang menguatkan legalitas pesantren. Terutama point soal pesantren yang akan diakui jika kyainya lulusan pesantren.
Dirinya beranggapan, mencetak santri khas pesantren harus pengasuh dari pesantren. Meski begitu, Asep juga tidak menampik kekhawatirannya dari dampak jangka panjang undang-undang tersebut disahkan.
“Takutnya, dengan banyak peraturan, malah mendorong pondok ke arah formal, modern, hilang ke salafyannya. Padahal di pondok kan yang dicari adalah berkahnya, itu sudah jadi ciri khas pesantren salaf,” pungkasnya. (eki/trainee)