KUNINGAN (MASS) – Kritik Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kuningan H Ujang Kosasih soal operasional PAM Tirta Kamuning yang tinggi, diamini beberapa pihak.
Dalam laporan singkat yang dikeluarkan PAM Tirta Kamuning, tercatat pendapatan badan usaha milik daerah itu memang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Jika di tahun 2021 pendapatan perusahaan 58,46 Miliar, di tahun 2024 naik menjadi 66,53 Miliar. Klaim PAM, sudah dilakukan efisiensi operasional.
Namun berbarengan dengan besarnya pendapatan, operasional PAM Tirta Kamuning ternyata masih angka Rp 20 Miliar.
Dan laba yang diperoleh PAM, tak sampai Rp 7 Miliar. Setor PAD (Pendapatan Asli Daerah) di tahun 2024 lalu, tak sampai Rp 2,5 Miliar. Selisih dari pendapatan ke laba, apalagi ke PAD, terbilang sangat jauh.
Nurkholik, mahasiswa Jogjakarta asal Kuningan, menilai catatan-catatan itu memang perlu dibuka ke publik. Selisih besar itu harus ada rasionalisasinya.
“Kalo sudah terbuka, bisa dianlisis juga kekuatan dan kelemahan PAM sebagai badan usaha daerah. Bisa jadi acuan Pemda menetapkan target kedepan yang rasional,” kata Nurkholik.
Sementara, meski kritik Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kuningan dismabut baik, namun memudian balik dikomentari pengamat kebijakan publik, Soedjarwo.
Lelaki yang akrab disapa Mang Ewo itu, justru balik mengkritisi apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD yang berteriak di awal untuk audit/evaluasi PAM Tirta Kamuning.
“Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua DPRD dimana Lembaga yang dipimpinnya memiliki fungsi pengawasan, jika memang hendak melakukan audit ataupun evaluasi, seharusnya bisa langsung dilakukan tanpa harus ‘berteriak’ terlebih dulu,” kata Ewo,
Dengan tanpa diawali ‘teriakan’ kata Ketua F-Tekkad itu, sangat mungkin saat melakukan audit ataupun evaluasi secara mendadak, akan mendapatkan “data” yang lebih original.
Sebaliknya, ketika akan melakukan audit maupun evaluasi diawali dengan ‘teriakan’, tidak mustahil akan memunculkan persepsi kurang baik dari masyarakat terhadap rencana tersebut.
“Jangan salahkan masyarakat, jika muncul persepsi ‘negatif’ dari masyarakat dalam memaknai teriakan tersebut,” ucapnya.
“Dengan diawali teriakan di awal ketika hendak melakukan audit maupun evaluasi terhadap mitra kerja, terkesan agar pihak yang akan diaudit maupun dievaluasi untuk melakukan ‘persiapan’ segala sesuatunya,” imbuhnya lagi. (eki)












