Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass
Foto : Esti Aryani, S.H, M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi)

Netizen Mass

Pencurian Data dan Krisis Privasi Digital: Saat Hukum Harus Mengejar Dunia Maya

KUNINGAN (MASS) – Kita hidup di zaman ketika data pribadi bukan lagi sekadar catatan administratif, melainkan aset ekonomi dan politik paling berharga. Nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), lokasi, kebiasaan belanja, hingga rekam medis kini disimpan, diolah, dan diperdagangkan oleh entitas digital yang sering kali tak terlihat.
Sayangnya, semakin banyak data dikumpulkan, semakin besar pula risiko penyalahgunaan. Kasus-kasus pencurian data (data breach) dan kejahatan siber (cybercrime) kian marak, dan hukum tampak selalu tertinggal beberapa langkah di belakang para pelaku. Ketika jutaan data pribadi bocor dari lembaga publik dan swasta, publik bereaksi dengan marah, tetapi kemudian terbiasa.
Kita seakan hidup di negara yang data warganya bisa dicuri tanpa konsekuensi serius.
Pertanyaannya: apakah hukum kita benar-benar berdaulat di ruang digital, atau sekadar menjadi penonton di tengah lalu lintas data yang kian masif?

Di era digital, data pribadi adalah identitas baru manusia. Jika di dunia nyata kita bisa kehilangan dompet, maka di dunia maya, kehilangan data berarti kehilangan kendali atas diri sendiri.
Namun hingga beberapa tahun lalu, hukum pidana Indonesia masih belum siap menghadapi kejahatan yang menjadikan data sebagai objek utama.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama tidak mengenal istilah cybercrime atau pencurian data digital. Kejahatan di dunia maya sering dipaksakan masuk ke dalam pasal-pasal konvensional, seperti Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Padahal, pencurian data berbeda dari pencurian barang , tidak ada “kehilangan fisik,” tetapi ada penggandaan dan penyalahgunaan yang bisa berdampak lebih fatal daripada pencurian konvensional.

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eleketronik (UU ITE), hukum Indonesia mulai mengakui bahwa pelanggaran terhadap privasi digital merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Data pribadi bukan lagi sekadar “informasi,” tetapi hak konstitusional yang dijamin oleh negara.

Salah satu tantangan terbesar dalam penegakan hukum siber adalah kedaulatan yurisdiksi.
Berbeda dengan kejahatan konvensional yang terjadi di ruang fisik tertentu, kejahatan digital bisa dilakukan lintas negara hanya dengan satu klik. Server bisa berada di Singapura, pelaku di Ukraina, dan korbannya di Indonesia. Dalam situasi seperti ini, pertanyaan klasik “di mana kejahatan terjadi” menjadi kabur.

Hukum nasional kita, yang dibangun di atas logika batas wilayah, kini berhadapan dengan realitas dunia tanpa batas. Tanpa kerja sama internasional dan mekanisme cyber diplomacy, aparat penegak hukum akan kesulitan menjerat pelaku. Kita sering hanya mampu memproses pelaku yang tertangkap di dalam negeri, sementara sindikat global yang menjadi dalang tetap beroperasi bebas. Masalah lainnya adalah ketidakseimbangan kekuasaan digital. Banyak perusahaan teknologi asing memegang data warga Indonesia, tetapi tidak tunduk penuh pada hukum nasional. Ini menimbulkan dilema sejauh mana negara bisa menegakkan kedaulatan hukumnya ketika infrastruktur digital dikuasai oleh pihak asing?

Kelahiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) merupakan tonggak penting dalam sejarah hukum Indonesia. Untuk pertama kalinya, negara mengakui bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan data pribadi dan privasi digital. Namun, seperti banyak undang-undang progresif lainnya, tantangan terbesar justru terletak pada penegakannya. UU PDP memuat sanksi pidana bagi pelaku yang dengan sengaja mengungkapkan, menyebarkan, atau memperjualbelikan data pribadi tanpa hak. Namun penegakannya membutuhkan kelembagaan independen yang kuat, lembaga yang mampu mengawasi baik entitas publik maupun swasta.
Sayangnya, hingga kini, lembaga pengawas data pribadi (Data Protection Authority) masih dalam proses pembentukan dan belum sepenuhnya berfungsi.

Akibatnya, pelanggaran data kerap berhenti di level permintaan maaf publik.
Sementara itu, korban tidak mendapatkan ganti rugi, dan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap negara. Padahal, di banyak negara, data breach merupakan tindak pidana serius yang dapat berujung pada denda miliaran dan pembatasan operasional perusahaan.

Privasi digital bukan lagi isu teknologi, tetapi isu hak asasi manusia. Ketika data seseorang digunakan tanpa izin entah untuk manipulasi politik, iklan tertarget, atau kejahatan keuangan, yang terlanggar bukan hanya kerahasiaan informasi, tetapi juga kebebasan berpikir dan berkehendak.

Hukum harus memahami dimensi ini dengan serius. Perlindungan data pribadi berarti melindungi otonomi individu di dunia digital. Negara tidak boleh membiarkan warga menjadi obyek eksploitasi algoritma tanpa kendali. Kewajiban hukum bukan hanya menghukum pelaku pencurian data, tetapi juga membangun sistem sosial dan teknologi yang etis. Dalam konteks ini, hukum pidana harus berjalan beriringan dengan hukum administrasi dan etika digital. Tidak cukup hanya dengan memenjarakan pelaku, negara perlu menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa privasi adalah bagian dari martabat manusia  sama pentingnya dengan kebebasan beragama atau berpendapat.

Reformasi hukum digital menuntut keberanian politik dan pemikiran baru. Negara harus memperkuat tiga hal sekaligus yaitu pengawasan, pendidikan, dan penegakan. Pengawasan berarti membangun lembaga yang independen, profesional, dan transparan dalam melindungi data publik.
Pendidikan berarti menumbuhkan literasi digital warga agar sadar akan jejak datanya sendiri.
Dan penegakan berarti memastikan bahwa setiap pelaku kejahatan siber, tak peduli seberapa canggih atau berpengaruh, tetap tunduk pada hukum.

Kita tidak bisa lagi menunda pembaruan hukum dengan alasan kompleksitas teknologi. Karena di dunia digital, penundaan berarti kehilangan kendali. Kedaulatan data dan keadilan digital hanya bisa tegak jika hukum hadir bukan sebagai reaksi, tetapi sebagai pengarah etika peradaban baru.

Kasus pencurian data dan kebocoran privasi bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan gejala dari lemahnya posisi warga di hadapan kekuasaan digital. Hukum harus mengambil kembali perannya sebagai pelindung, bukan sekadar penonton. Hukum yang lambat akan membuat keadilan kehilangan makna di dunia yang serba cepat. KUHP baru, UU PDP, dan UU ITE memberi kita kerangka awal.
Namun kerangka itu hanya akan hidup jika dijalankan dengan kesadaran bahwa privasi digital Adalah bagian dari kedaulatan manusia di abad 21. Karena pada akhirnya, keadilan di era digital tidak hanya diukur dari siapa yang dihukum, tetapi dari seberapa aman kita menjadi diri sendiri di dunia maya.

Oleh: Esti Aryani, S.H, M.H

Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi

 

 

Advertisement
Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement

You May Also Like

Advertisement mgid.com, 597873, LANGSUNG, d4c29acad76ce94f improvedigital.com, 1944, PENJUAL KEMBALI pubmatic.com, 161673, PENJUAL KEMBALI, 5d62403b186f2ace pubmatic.com, 161674, PENJUAL KEMBALI, 5d62403b186f2ace rubiconproject.com, 9655, PENJUAL KEMBALI, 0bfd66d529a55807 adyoulike.com, c1cb20fa2bbc39a8f2ec564ac0c157f7, LANGSUNG adyoulike.com, a15d06368952401cd3310203631cb18b, PENJUAL KEMBALI smartadserver.com, 4577, PENJUAL KEMBALI, 060d053dcf45cbf3 e-planning.net, 1c65d16a00e52342, LANGSUNG, c1ba615865ed87b2 adagio.io, 1417, PENJUAL KEMBALI onetag.com, 7cd9d7c7c13ff36, LANGSUNG appnexus.com, 13099, PENJUAL KEMBALI pubmatic.com, 161593, PENJUAL KEMBALI, 5d62403b186f2ace rubiconproject.com, 11006, PENJUAL KEMBALI, 0bfd66d529a55807 Video.unrulymedia.com, 586616193, PENJUAL KEMBALI appnexus.com, 15825, LANGSUNG, f5ab79cb980f11d1 sonobi.com, 4dd284a06a, PENJUAL KEMBALI, d1a215d9eb5aee9e appnexus.com, 15825, PENJUAL KEMBALI, f5ab79cb980f11d1 Media.net, 8CUTQ396X, LANGSUNG videoheroes.tv, 212716, PENJUAL KEMBALI, 064bc410192443d8 sharethrough.com, YYFDsr3Y, PENJUAL KEMBALI, d53b998a7bd4ecd2 appnexus.com, 12976, PENJUAL KEMBALI, f5ab79cb980f11d1 rubiconproject.com, 25060, PENJUAL KEMBALI, 0bfd66d529a55807 video.unrulymedia.com, 170071695, PENJUAL KEMBALI Contextweb.com, 562794, PENJUAL KEMBALI,89ff185a4c4e857c amxrtb.com, 105199704, LANGSUNG indexexchange.com, 191503, PENJUAL KEMBALI, 50b1c356f2c5c8fc openx.com, 559680764, PENJUAL KEMBALI, 6a698e2ec38604c6 rubiconproject.com, 23844, PENJUAL KEMBALI, 0bfd66d529a55807 adform.com, 2865, PENJUAL KEMBALI pubmatic.com, 161527, PENJUAL KEMBALI appnexus.com, 12290, PENJUAL KEMBALI, f5ab79cb980f11d1 sharethrough.com, a6a34444, PENJUAL KEMBALI rubiconproject.com, 23844, RESELLER openx.com, 559680764, RESELLER