KUNINGAN (MASS) – Bagi banyak orang, kata “ruqyah” langsung membayangkan suasana mencekam: teriakan, kerasukan, dan pengusiran jin. Gambaran ini, yang sering diviralkan di media, telah mempersempit makna ruqyah yang sesungguhnya. Padahal, dalam ajaran Islam, ruqyah adalah bentuk terapi yang syar’i, menenangkan, dan mencakup penyembuhan untuk penyakit medis maupun nonmedis. Singkatnya, ruqyah tidak selalu identik dengan hal-hal mistis.
Secara bahasa, ruqyah berarti mantera atau jampi. Namun, dalam Islam, Ruqyah memiliki definisi yang khusus dan mulia. Ia adalah terapi spiritual dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, doa-doa dari Hadits, atau zikir untuk memohon kesembuhan dan perlindungan kepada Allah SWT.
Menurut Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, di dalam kitabnya Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari beliau menjelaskan bahwa kunci dari ruqyah yang benar adalah:
- Hendaknya menggunakan Kalamullah (Al-Qur’an), Asma atau Sifat-Nya
- Berbahasa Arab, atau bahasa yang dimengerti maknanya
- Meyakini bahwa yang menyembuhkan hanyalah Allah, sedangkan ruqyah hanyalah sebab atau sarana.
Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman…” (QS. Al-Isra’: 82).
Ayat ini adalah dasar utama bahwa Al-Qur’an adalah syifa (obat). Para ulama tafsir, seperti Imam Ar-Razi dan Imam Al-Qurthubi, menjelaskan bahwa kata “syifa” dalam ayat ini bersifat umum. Ia mencakup obat bagi penyakit hati (rohani) seperti keraguan, kemunafikan, rasa cemas, sedih, dan gelisah, serta obat bagi penyakit jasmani (medis) dimana berbagai keluhan fisik bisa dicari kesembuhannya melalui ayat-ayat Al-Qur’an.
Imam Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib bahkan menyatakan, “Jika para filsuf dan ahli jimat saja bisa menyembuhkan dengan bacaan selain Al-Qur’an, maka sudah pasti Al-Qur’an lebih manjur karena memiliki legitimasi teologis.”
Kisah sahabat Nabi, Abu Sa’id Al-Khudri, adalah bukti nyata bahwa ruqyah efektif untuk penyakit fisik. Suatu ketika, seorang pemimpin kampung yang mereka lewati terkena sengatan (racun) dan sekarat.
Abu Sa’id lalu membacakan Surat Al-Fatihah sebagai ruqyah. Atas izin Allah, pemimpin itu pun sembuh. Ketika dilaporkan kepada Rasulullah SAW, beliau tidak marah. Beliau justru bertanya, “Bagaimana engkau tahu Al-Fatihah itu adalah ruqyah?” Lalu beliau membolehkan hadiah yang mereka terima. (HR. Ad-Daraquthni).
Kisah ini menunjukkan bahwa ruqyah dengan Al-Fatihah saja, yang dibaca dengan penuh keyakinan, dapat menjadi obat bagi penyakit medis yang parah.
Inilah yang sering terlupakan. Ruqyah seharusnya menjadi bagian dari life-style seorang Muslim, bukan ritual yang hanya dilakukan saat terkena santet atau kesurupan. Bentuknya bisa dengan membaca Ayat Kursi sebelum tidur untuk perlindungan, membaca Al-Mu’awwidzat (Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas) setiap pagi dan petang, membaca doa-doa perlindungan ketika merasa sakit atau khawatir, serta membaca Al-Qur’an di rumah untuk menciptakan atmosfer yang tenang dan penuh berkah. Aktivitas-aktivitas di atas adalah bentuk ruqyah mandiri yang ringan, namun memiliki dampak spiritual dan psikologis yang sangat besar.
Allah SWT berfirman:
قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Katakanlah: ‘Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman’.” (QS. Fussilat: 44).
Ayat ini adalah undangan langsung dari Allah untuk kita sebagai orang beriman. Maka, sudah sepatutnya kita memprioritaskan Al-Qur’an sebagai first aid atau pertolongan pertama dalam menghadapi segala problematika hidup, termasuk sakit.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan:
- Yakini bahwa kesembuhan hanya dari Allah, dengan Al-Qur’an sebagai sarana-Nya.
- Sinergikan ikhtiar medis (berobat ke dokter) dengan ikhtiar spiritual (ruqyah, doa, sedekah).
- Amalkan ruqyah mandiri yang diajarkan Nabi sebagai kebiasaan harian, bukan hanya saat sakit.
- Pahami makna bacaan ruqyah untuk memperkuat koneksi hati dan kekhusyukan
Ruqyah adalah warisan Nabi yang mulia dan komprehensif. Ia adalah bukti kasih sayang Allah yang menyediakan obat bagi segala jenis penyakit, baik yang terlihat oleh mata (medis) maupun yang tersembunyi di dalam hati (rohani). Mari kita keluar dari pemikiran sempit bahwa ruqyah hanya untuk hal mistis. Mari kita hidupkan sunah ini dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai obat pertama dan utama dalam kehidupan kita sehari-hari.
Oleh: Aji Mu’arif M.A, Sekretaris PC JRA Kuningan
