KUNINGAN (MASS) – Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di RSUD 45 Kuningan mendapat sorotan tajam dari pemerhati kebijakan publik sekaligus aktivis muda Genie Wirawan.
Sistem yang seharusnya mendukung digitalisasi pelayanan kesehatan itu, dinilainya belum berjalan maksimal sehingga berdampak pada mutu layanan masyarakat.
Genie menerangkan, berbagai keluhan muncul terkait lambannya integrasi data, kesulitan akses sistem oleh petugas, hingga keterlambatan proses administrasi pasien.
“Sistem yang seharusnya mempermudah malah sering kali membuat proses menjadi lebih lambat. Ini berpengaruh langsung pada pelayanan ke masyarakat,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Padahal, lanjutnya, pengadaan dan pemeliharaan SIMRS di RSUD 45 Kuningan disebut memerlukan anggaran yang tidak kecil. Berdasarkan informasi yang beredar, biaya pemeliharaan dan pengembangan sistem ini mencapai sekitar Rp 500 juta per tahun.
“Besarnya alokasi anggaran ini seharusnya sepadan dengan kualitas sistem yang andal, transparan, dan sesuai standar Kementerian Kesehatan,” tambah Genie.
Genie juga bahkan mengungkap ada kabar bahwa pihak BPJS Kesehatan sampai mengeluh terkait keterlambatan proses klaim dan kesulitan sinkronisasi data peserta dengan sistem rumah sakit.
Ketidaksempurnaan integrasi ini,kata Genie, bukan hanya menyulitkan proses administrasi, tetapi juga berpotensi menunda pembayaran klaim layanan kepada rumah sakit. Hal ini memperlihatkan bahwa masalah SIMRS bukan hanya menyangkut internal rumah sakit, tetapi juga berdampak pada mitra strategis seperti BPJS.
Genie menilai, kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas pengelolaan sistem informasi di RSUD 45, termasuk kinerja pihak manajemen rumah sakit dan vendor penyedia SIMRS.
“Tanpa evaluasi menyeluruh, risiko pemborosan anggaran dan kerugian pelayanan publik akan semakin besar,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya transparansi penggunaan anggaran. RSUD 45 Kuningan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diharapkan membuka informasi detail mengenai kontrak, laporan kinerja sistem, serta langkah perbaikan yang sudah ditempuh agar publik mendapat kejelasan dan tidak terjadi persepsi negatif.
Lebih jauh, Genie meminta agar jika ditemukan indikasi penyimpangan anggaran atau kelalaian yang berpotensi menimbulkan kerugian negara, aparat penegak hukum dilibatkan untuk melakukan pemeriksaan dan penindakan sesuai kewenangan yang berlaku.
“Langkah ini bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memastikan penggunaan anggaran publik benar-benar tepat sasaran dan sesuai aturan,” tegasnya.
Selain evaluasi internal, Genie juga mendorong pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Kuningan untuk mengawasi implementasi SIMRS secara lebih ketat. Hal ini untuk memastikan bahwa investasi teknologi informasi di sektor kesehatan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan mendukung visi digitalisasi pelayanan publik.
“Dengan adanya perbaikan, pengawasan berkelanjutan, dan keterlibatan aparat hukum bila diperlukan, saya berharap SIMRS RSUD 45 Kuningan bisa segera berjalan sesuai standar, sehingga pelayanan rumah sakit lebih cepat, akurat, dan transparan, sepadan dengan dana pemeliharaan yang telah dialokasikan,” tutup Genie.
Sementara, Direktur RSUD 45 Kuningan dr Deki Saepulah, kala dikonfirmasi hal tersebut belum memberikan keterangan panjang, Selasa (23/9/2025). Ia mengaku akan segera memberikan keterangan lengkap dalam waktu dekat. (eki)
