KUNINGAN (MASS) – Warga dan gabungan LSM sempat dorong-dorongan dengan aparat saat eksekusi lahan dan bangunan di Kelurahan Awirarangan yang dilakukan PN Kuningan, Kamis (24/4/2025) pagi ini.
Suasana memanas itu, terjadi lantaran warga dan gabungan LSM tak menerima eksekusi lahan yang dilakukan PN, karena dianggap banyak hal yang janggal dalam prosesnya.
Eksekusi lahan sendiri, dilakukan pada lahan dan bangunan yang menjadi agunan warga ke salah satu lembaga keuangan non bank milik pemerintah. Lahan yang akan dieksekusi, berupa tanah dan 3 bangunan rumah di atasnya.
Ajis Kurniawan, selaku keluarga dan pemilik rumah, mengatakan awalnya adiknya yang meminjam uang ke PNM pada tahun 2021 dengan menggadaikan sertifikat. Seiring waktu, peminjam lancar melakukan pembayaran hingga akhir 2021.
“Saya pemilik (salah satu) rumah, namun yang meminjam uang adik saya. Jadi menggadaikan sertifikat tanah seluas 525 M2 untuk uang sebesar 150 juta di tahun 2021. Dalam perjalanannya adik saya membayar hutang terus sampai akhir Desember 2021,” ujar lelaki yang mengenakan kaos Nahdlatul Ulama tersebut.
Diceritakan, pada awal tahun 2022 pertama kali cicilan pihaknya tidak mampu membayar. Di bulan Januari pihaknya di beri SP satu. Kemudian dibulan yang sama juga sudah diberikan SP dua dan tiga.
“Januari 2022 kami tidak mampu membayar cicilan, tanggal 6 Januari 2022 jatuh temponya. Nah pada tanggal 28 Januari saya sudah dapat SP 1. Tanggal 7 Februari sudah SP 2. Tanggal 14 Februari sudah SP 3, sedangkan jatuh temponya kan tanggal 6,” ungkapnya.
Ia mengamini, selama 3 bulan pihaknya belum mampu membayar. Sempat mengajukan restruktuisasi utang tapi tidak diproses. Kemudian pada bulan April, Mei, Juni, Juli, pihaknya masih mmebayar. Dan saat itu, setorannya diterima, tidak ditolak.
Namun belakangan, Ajis kaget karena pihaknya tiba-tiba mendapat pemberitahuan bahwa tanahnya yang akan dilelang. Ajis pun langsung membuat surat somasi.
“Akhirnya tanggal 3 September dapat surat pemberitahuan akan dilelang pada 30 September. Pada tanggal 5 kami buat somasi. Dibales tanggal 7 September untuk hadir membicarakan teknis pembayaran sebelum diadakan pelelangan. Tanggal 9 saya hadir ke kantor bank di Cirebon, namun pas kesana pimpinan cabangnya tidak ada, dengan alasan diluar kota,” kata Ajis.
Dengan berjalannya waktu, Ajis akhirnya untuk mengajukan penggugatan permohonan pembatalan lelang ke pihak pengadilan. Dalam perjalanan hutang-piutang itu, motor keluarga Ajis yang tidak masuk agunan juga pernah dijabel pihak keuangan. Hal itu juga ternyata janggal.
“Akhirnya saya mengajukan penggugatan terkait permohonan pembatalan lelang, namun 2 tahap mediasi sia-sia. Dari pihak PNM dan KPKNL tidak menghadiri undangan pengadilan. Baru mediasi terakhir dari pihak terkait hadir, namun PNM mengaku tidak bisa melakukan mediasi karena tanah sudah dilakukan lelang,” terangnya.
Selain prosesnya yang dirasanya janggal dan terkesan menghambatnya melakukan penyelesaian hutang, Ajiz juga merasa heran dengan taksiran harga lelang dan proses pelelangan. Dari surat pemberitahuan yang Ajis terima, ternyata tanah itu sudah dilelang dengan harga Rp 200 juta, dan dimenangkan dengan harga Rp 201 juta.
“Tanggal 20 Oktober kalo ga salah, saya mendapat surat pemberitahuan hasil lelang, terjual 201 juta. Dipotong biaya pajak segala macem kisaran 10 juta. Dipotong hutang pokok 90 juta. Dipotong bunga bank 10 juta. Yang diterima hanya 90 juta. 90 juta saya tidak terima, saya masih waras pak,” serunya.
Semua kejanggalan yang disampaikannya itu, membuat Ajis enggan menerima kelebihan lelang tersebut. Apalagi, harga tanah agunan itu, jika ditaksir saat tahun lelang, ternyata harganya lebih tinggi, apalagi dengan 3 bangunan di atasnya. Hitungannya bahkan bisa mencapai Rp 1 Milyar.
“Ini kan tidak sesuai, saya juga kalau dieksekusi sesuai prosedur semuanya. Saya juga mau apa, memang saya bersalah mempunyai hutang. Tapi kalo seperti ini kan siapa yang tidak ingin melawan. Meskipun sampai kapan, saya pertahanankan,” pungkasnya. (rzl/mgg)
