KUNINGAN (MASS) – Waduk Darma di Kabupaten Kuningan yang selama ini diorientasikan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan mengalami satu masalah lingkungan yang cukup serius akibat ledakan populasi eceng gondok. Menurut beberapa sumber, permukaan waduk yang tertutupi oleh eceng gondok adalah seluas 30 Ha. Fenomena ini menyebabkan beberapa dampak negatif sebagaimana dituturkan masyarakat sekitar, yakni dari sudut pandang nelayan dan sektor pariwisata, Sayangnya (atau lucunya?) upaya penanganan ledakan populasi eceng gondok ini hanya berupa pembersihan dan tidak menyasar akar masalah sebenarnya: eutrofikasi.
Eutrofikasi adalah fenomena meningkatnya kadar nutrien, terutama fosfor dan notrogen, dalam ekosistem perairan yang memicu pertumbuhan alga dan tanaman air secara signifikan. Sumber utama nutrien ini bisa kita catat: limpasan pupuk pertanian, erosi tanah yang membawa partikel organik ke dalam waduk, dan limbah domestik. Eceng gondok yang secara alami tumbuh subur dalam kondisi perairan yang kaya nutrien, akhirnya tumbuh secara eksponensial.
Pertimbangan estetika yang membuat Waduk Darma sebagai destinasi wisata menjadi “kurang indah” karena ada banyak eceng gondok merupakan salah satu dampak negatif yang muncul. Dampak negatif lain yakni penurunan tangkapan ikan karena oksigen dalam air berkurang drastis akibat dekomposisi eceng gondok yang mati. Selain itu, kepadatan tanaman ini juga menghambat daya jangkau sinar matahari ke dalam air, menghalangi laju perahu di permukaan waduk, dan lain-lain.
Menanggapi kondisi ini, Pemerintah Daerah telah melakukan proses pembersihan eceng gondok, tetapi pendekatan seperti ini hanyalah solusi sementara. Tanpa ada langkah yang fokus pada penanganan eutrofikasi serta tetap membiarkan sumber nutrien mengalir ke Waduk Darma, eceng gondok akan terus tumbuh dalam waktu singkat, dan Pemerintah Daerah harus mengulangi proses yang sama terus-menerus.
Kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan Pemerintah Daerah adalah menyiapkan strategi jangka panjang untuk mengendalikan suplai nutrien yang masuk ke waduk. Misalnya, tidak ada regulasi ketat dan spesifik mengenai penggunaan pupuk di sekitar Daerah Aliran Sungai, tidak ada upaya signifikan dalam pengelolaan limbah domestik (cair maupun padat) dari perumahan di sekitar waduk, dan tidak ada pendekatan ekosistem berbasis komunitas yang melibatkan warga sekitar dalam menjaga kualitas air—tentu dengan catatan, harus ada uji laboratorium terakreditasi KAN yang diupdate tiap semester dan open-access.
Beberapa langkah teknis yang bisa dijadikan sebagai strategi jangka panjang dan menyentuh akar masalah adalah beberapa pendekatan ini. Tentu rekomendasi ini belum semuanya dan perlu dievaluasi kembali kesesuaiannya dengan rona lingkungan di lokasi.
- Pengelolaan Limbah Terintegrasi
Pemerintah Daerah bisa mulai mempertimbangkan untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal untuk permukiman di sekitar waduk untuk mengurangi pembuangan limbah cair domestik yang kaya fosfot dan nitrogen secara langsung ke waduk.
- Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Penanaman kembali area sekitar waduk yang minim vegetasi untuk mencegah erosi tanah dan limpasan nutrien ke waduk.
- Pemanfaatan Eceng Gondok
Ketika eceng gondok dibersihkan, sebaiknya jangan langsung dibuang. Eceng gondok bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk kompos (tentu dengan pemrosesan lebih lanjut), bahan baku biogas (ini tentu memerlukan riset lebih jauh), atau kerajinan tangan.
- Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Kesadaran masyarakat sekitar juga menjadi bagian penting terkait pemeliharaan ekosistem perairan Waduk Darma. Pemerintah Daerah—melalui Dinas Lingkungan Hidup, misalnya—dapat berkolaborasi dengan komunitas lokal yang konsen pada isu lingkungan untuk melakukan program pengelolaan dan pemantauan lingkungan (khususnya kualitas air) dalam menjaga kelestarian Waduk Darma.
- Pengelolaan Keramba Ikan yang Berkelanjutan
Keramba ikan yang terlalu padat akan menyisakan sisa pakan, kotoran ikan, juga bangkai ikan (jika mati dan tidak dimanfaatkan). Ini Pekerjaan Rumah yang kompleks untuk Pemerintah Daerah untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat terkait pembatasan jumlah keramba ikan di sana. Dinas Perikanan dan Peternakan juga bisa mulai mensosialisasikan metode budidaya ikan lain misalnya bioflok atau akuaponik yang dalam beberapa pertimbangan memang lebih ramah lingkungan.
- Pembangunan Zona Penyaring Alami dan Teknologi Aerasi
Tanaman riparian seperti eceng gondok ini sebetulnya bisa diposisikan di sekitar waduk, terutama yang menjadi pintu masuk dari air limbah domestik yang dihasilkan permukiman dan kegiatan lain di sekitarnya sebelum bisa mencapai pusat waduk. Penyediaan aerator juga bisa membantu menangani dampak negatif eutrofikasi berupa menurunnya tingkat oksigen dalam air supaya bisa kembali meningkat.
Jadi, daripada hanya melakukan pembersihan secara terus menerus tanpa tahu alasan kenapa eceng gondok itu meningkat drastis, lebih baik siapkan tenaga ahli di bidang ini, misalnya akademisi biologi atau lingkungan hidup di universitas terdekat yang kredibel, dan kemudian mulai lakukan itu melalui sosialisasi yang baik dan penetapan regulasi yang jelas.
Candrika Adhiyasa, M.Sc. adalah seorang penulis dan konsultan lingkungan. Beraktivitas di Kota Tangerang Selatan.
