KUNINGAN (MASS) – Sudah menjadi rahasia umum, mayoritas masyarakat di Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Karena itu, lembaga pendidikan pondok pesantren dan sebutan ‘santri’ menjadi dua hal yang tidak asing lagi. Di zaman sekarang yang serba canggih, seolah-olah sudah seperti kewajiban bagi mayoritas orang tua di Indonesia untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa peran pondok pesantren sendiri adalah sebagai lembaga tafaqquh fiddin, yakni mencetak para calon ulama panutan umat, di mana bukan saja dalam ilmunya, tetapi juga sebagai teladan bagi umat. Selain itu, pondok pesantren juga berperan sebagai wadah santri untuk belajar bagaimana mengamalkan ilmu yang dimiliki dalam berdakwah.
Di pondok pesantren, santri bukan saja hanya mengaji dan menghafal, tetapi juga diajarkan bagaimana pesatnya perkembangan zaman. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa perkembangan internet pada zaman ini sangatlah berkembang pesat, di mana masyarakat dengan sangat mudah mengakses informasi luas dengan sangat instan. Apabila hal ini tidak dibina dengan baik terhadap generasi muda, maka akan fatal efek negatif yang didapatkan.
Di era serba digital ini, peran santri sangatlah dibutuhkan sebagai tongkat estafet para ulama untuk menjelaskan Islam yang rahmatan lil’alamin, serta untuk melanjutkan dakwah para ulama terdahulu yang memiliki semangat jihad dalam menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan syariat. Di pondok pesantren, santri telah mendapatkan ilmu terkait agama yang mana ilmu tersebut nantinya menjadi bekal santri dalam berdakwah kepada masyarakat.
Dalam berdakwah, santri tidak hanyak terbatas pada masjid atau lingkungan terdekat saja. Di era digital ini, santri dapat mensyiarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru dengan mudah. Santri dapat berdakwah melalui tulisannya yang diposting ke media sosial serta bisa juga mengunggah video menarik terkait dakwah yang nantinya akan menarik perhatian para pengguna internet.
Fenomenanya sekarang, banyak generasi muda yang salah dalam menggunakan internet. Dengan mudahnya mereka dapat mengakses informasi yang negatif. Di sinilah peran santri juga dibutuhkan sebagai penjaga keseimbangan. Dengan wawasan syariah yang dimiliki, santri dapat memilah informasi yang benar dan salah.
Seperti yang telah diketahui bersama, banyak sekali oknum yang mengatasnamakan agama untuk sebuah ketenaran atau kepuasan diri. Selain itu, banyak oknum penyebar berita hoaks tentang agama yang nantinya menimbulkan perpecahbelahan antara pihak. Dengan demikian, maka kembali lagi, di sinilah peran santri dibutuhkan. Santrilah yang menjadi sumber informasi terpercaya, dan mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat yang ingin memahami lebih dalam terkait ilmu agama dengan ajaran yang benar melalui sosial media.
Dalam perkembangan zaman yang semakin kompleks ini, banyak masyarakat yang mengharapkan peran santri sebagai penyambung antara agama dan kehidupan kontemporer. Santri harus bisa memastikan bahwa kemajuan teknologi digital ini bisa seimbang dengan agama, tidak melenceng atau bahkan membuat seseorang menjadi hilang arah dan jauh dari ajaran Islam yang sesuai dengan syariat. Dengan demikian, maka peran santri sebagai agen dakwah di era digitalisasi dapat dengan baik teroptimalisasi.
Oleh: Inas Shofanahdah – Mahasiswi STISHK