KUNINGAN (MASS) – Pasangan calon Bupati-Wakil Bupati nomor urut 3, H Yanuar – H Udin Kusnedi, mengatakan tak mungkin jadi kota pendidikan sebagai branding utama di Kabupaten Kuningan.
Hal itu, disampaikan Yanuar saat ditanya perihal prioritas apa yang akan dilakukannya jika terpilih sebagai Bupati Kuningan, dalam Podcast Interaktif yang digelar DPC Pertuni Kuningan, Senin (14/10/2024) sore kemarin.
Bukan tanpa alasan Yanuar Prihatin menyebut bahwa branding Kota Pendidikan untuk Kabupaten Kuningan sangatlah berat.
“Jika daerah ingin maju pilihlah prioritas yang menjadi icon yang ingin dinaikan,” kata Yanuar, sembari mengamini bahwa prioritas itu adalah etalase, branding yang harus diutamakan, termasuk pengerahan strategi, energi dan pembiayaan.
Cucu dari Sekjen PBNU era Gusdur itu merinci beberapa opsi sebagai branding. Ia memulai dengan kota industri, yang mana tidak memungkinkan sebagai branding utama karena daya lahan tidak cukup, serta kalah dengan kota-kota sekitar seperti Majalengka, brebes dan Tegal sampai Jabotabek.
Pun begitu juga dengan kota pendidikan. Menurutnya tidak mungkin branding utama Kuningan sebagai kota pendidikan. Apalagi, pilihan kota pendidikan juga cukup banyak, sebelah barat ada Bandung dan Jakarta, sebelah timur ada Jogja yang punya kampus ternama macam UGM dan lain-lain. Bahkan terdekat ada Cirebon yang bisa dibilang pilihan pendidikannya lebih beragam.
“Artinya apa? yang mau dicapai adalah peningkatan standar maksimal pendidikan menurut ukuran Kuningan, tapi jangan bermimpi (brandingnya) jadi kota pendidikan,” jelasnya sembari mengatakan, arah ke kota pendidikan mengharuskan investasi yang tak murah.
Kemudian soal branding kota jasa dan perdagangan, Yanuar menilai Kuningan secara letak geografis kalah juga dibanding Cirebon. Yang bisa dilakukan Kuningan adalah meningkatkan jasa dan perdagangan ke level maksimal, meski tidak jadi branding utama Kuningan.
“Terakhir, apa pilihannya? (Brandingnya ya harus sebagai tujuan) Pariwisata. Pariwisata (harus) ada basisnya, kalo gak ada ini rumah (pariwisata) runtuh, apa pondasinya alam, religi, seni budaya, kalo di Eropa ada satu lagi olahraga,” sebut Yanuar.
Basis alam sebagai pondasi pariwisata di Kuningan, kata Yanuar, sangat kuat meski masih kalah dengan kota-kota sekitar seperti Dieng, Tangkuban Perahu, dan Bromo. Karenanya pariwisata Kuningan dari basis alam, ada limit.
“Alam boleh kita pakai, tapi harus tahu batas,” imbuhnya.
Soal pariwisata berbasis religi, Yanuar juga mengatakan Kuningan masih kalah jika bersaing dengan Cirebon, dimana ada makam Sunan Gunung Djati disana yang jadi tujuan para peziarah dari mana-mana.
Atas kondisi dan potensi yang ada, basis yang paling memungkinkan dan bisa jadi paling kokoh di Kuningan adalah branding pariwisata berbasis seni budaya kreatif. Yanuar mengusulkan Angklung.
Dimana secara sejarah memang penemuan dari tradisional ke modern adanya di Kuningan, tidak ada penolakan dari masyarakat, mudah diduplikasi, modal investasi rendah dibanding sector lain, serta terakhir pasar internasionalnya sudah terbentuk. Branding sebagai kota pawirisata dengan basis seni budaya kreatif, dipandang Yanuar paling pas untuk Kuningan. (eki)