KUNINGAN (MASS) – Aktivitas pembuangan sampah ke TPA (Pempat Pengolahan Akhir) Ciniru Kecamatan Jalaksana, nampak tak kunjung berhenti. Mobil pengangkut baik dari kedinasan, dari setiap desa ataupun pembuangan mandiri, terus berdatangan membuang sampah ke TPA Ciniru.
Hasil pembuangan itu, berubah menjadi gunung sampah yang menjulang. Tidak hanya itu, dari lahan seluas 5,5 hektar TPA Ciniru, tinggal tersisa sekitar 10% saja untuk menampung sampah. Itupun berkat efesiensi dari pihak pengelola, dimana sampah dijadikan tumpukan dan dipadatkan jadi lahan.
Selain fenomena gunung sampah, bau menyengat sampah juga terasa di desa sekitar seperti Garatengah, terutama jika terkena angin. Di TPA, nampak juga terlihat puluhan pemulung yang berjibaku memilah sampah. Ada juga alat berat seperti eskavator yang terus bekerja memindahkan sampah agar lahan bisa ditempati seoptimal mungkin, dan ada jalan penghubung untuk pembuangan. Hal itulah yang juga terpotret di TPA Ciniru, Sabtu (13/7/2024) siang tadi.
“Beko (eskavator) tiap hari full, gak ada libur,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kuningan Drs Laksono Dwi Purtanto M Si, melalui Kepala Pengolahan Sampah, Aman SE.
Ia membenarkan, setiap harinya ada ratusan ton sampah yang terus berdatangan. Lahan yang menyisakan 10-15% ini, diamini bakal overload dalam waktu dekat. Meski diprediksi 1,5 tahun lagi, Aman bahkan menyebut bisa saja lebih cepat. Hal itu, ia perkiran dari pengalamannya selama 2 tahun terakhir bertugas disana. Dimana, ada lahan lembah yang alam waktu 2 tahun saja, berubah jadi gunung sampah yang sangat tinggi.
“Jangan ngitung tahun mungkin ya (bisa saja lebih cepat), selama saya disini saja udah begini,” kata Aman, sembari menunjuk area yang sudah berubah jadi gunungan sampah.
Dikatakan, saat ini pihaknya terus mencoba menata sampah untuk membuat jalan, agar kendaraan sampah bisa langsung masuk ke area yang tersisa di bagian belakang. Sayangnya, pihaknya hanya punya alat berat terbatas, eskavator. Tentu bakal lebih mudah jika ada dozer. Hal itu sudah dilaporkan ke pimpinan daerah, namun tentu saja harus disesuaikan dengan keuangan daerah.
Aman mengaku, sampai saat ini semua dikelola serba manual. Sempat beberapa kali ada wacana kerjasama pengolahan sampah dari perusahaan swasta, namun belum ada yang terwujud. Alhasil yang mengurangi sampah hanya para pemulung, meski tentu tidak berdampak signifikan jika dibanding volume keseluruhan.
“Kita mengandalkan manual rekan pemulung (total ada sekitar) 60 orang. Ya jadi mata pencaharian mereka, (tapi sampahnya) khusus anorganik botol kardus yang (bisa) dijual kembali,” terangnya sembari memperkirakan hanya mengurangi 5% sampah saja.
Selain soal kendala alat berat yang terus dipakai dan potensial sering rusak, belum adanya dozer, persoalan lainnya yang terlihat adalah akses jalan yang masih rusak dan cukup sulit dilewati.
Sementara, Kepala Dinas LH Drs Laksono Dwi Purtanto M Si menegaskan pemerintah daerah saat ini tengah terus mengusahakan agar sampah yang dating ke TPA Ciniru bisa terus ditekan dengan cara adanya TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) di setiap wilayah. Dimana, TPST itu nantinya bisa memilah sampah di hulu, dan menyisakan sampah yang benar-benar tidak bisa diolah. (eki)