KUNINGAN (MASS) – Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah RA adalah sahabat Nabi SAW yang termasuk paling awal memeluk Islam. Ia seorang sahabat yang terpercaya dan dicintai Nabi SAW. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam, juga menjadi panglima perang yang sangat memperhatikan keselamatan tentaranya.
Ketika Abu Ubaidah menjabat Gubernur Syam. Ketika Umar bin Khattab mendatangi Syam. Kedatangannya disambut oleh para pemimpin dan pejabat negara. Umar bertanya, “Di manakah saudaraku?” Mereka menjawab, “Siapakah dia?” Umar menjawab, “Abu Ubaidah.” Lalu mereka menjawab, “Dia akan datang kepadamu sekarang.”
Dalam waktu yang tidak lama, datanglah Abu Ubaidah sambil menaiki seekor unta. Ia mengucapkan salam kepada Umar, kemudian berkata kepada orang-orang, “Tinggalkanlah kami.” Lalu, Umar berjalan bersama Abu Ubaidah hingga tiba di rumahnya. Di dalam rumah Abu Ubaidah, Umar tidak mendapati barang apapun kecuali pedang, perisai, dan pelana kuda. Umar bertanya, “Mengapa kamu tidak mengumpulkan harta?”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya barang-barang ini yang dapat mengantarkan kami ke akhirat dengan selamat.” (dalam buku 150 Kisah Umar bin Khattab karya Ahmad Abdul Al-Thahthawi).
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa Abu Ubaidah tidak memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur mengumpulkan harta untuk memperkaya diri. Seperti itu semestinya ketika seseorang dikasih amanah untuk memimpin.
Abu Ubaidah menjadi pemimpin sederhana karena meneladani sang pemimpin agung dan sederhana yaitu Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW sederhana dalam berpakaian, sebagaimana diterangkan dalam hadits.
Ketika Nabi SAW sedang bersama para sahabatnya, datanglah seorang laki-laki sambil menunggang unta, lalu ia meminggirkan untanya di masjid kemudian mengikatnya. Ia bertanya: “Siapakah di antara kalian yang bernama Muhammad?” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Laki-laki tersebut tidak melihat Nabi SAW berpenampilan mencolok atau beda sendiri diantara sahabatnya sehingga ia perlu bertanya. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi berbusana dan berpenampilan seperti para sahabat dan tidak mencolok perhatian meskipun beliau seorang yang paling mulia diantara mereka.
Nabi SAW tidak pernah mendapati banyak makanan dalam kesehariannya. Beliau dan keluarganya tidak mendapati makanan yang melimpah dalam kesehariannya. Hanya sekedar tidak kelaparan dan terpenuhinya kebutuhan pokok. Dari Malik bin Dinar RA, ia mengatakan:
Rasulullah SAW tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu (beliau makan sampai kenyang)” (H.r. Tirmidzi).
Bahkan, ketika Nabi SAW tidak mendapati makanan di rumahnya beliau seringkali memanfaatkan untuk berpuasa. Dari Aisyah RA, ia mengatakan:
Rasulullah bertanya kepadaku pada suatu hari: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan pagi ini?). Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatupun (untuk dimakan)’. Beliau lalu bersabda: “Kalau begitu aku akan puasa.” (H.r. Muslim).
Sandal Nabi SAW bukanlah sandal seperti para raja dan kaisar. Namun sekedar sandal jepit biasa yang terbuat dari kulit. Dari Anas bin Malik RA, beliau mengatakan: “Sandal Nabi SAW memiliki dua tali ikatan.” (H.r. Bukhari).
Tempat tidur yang digunakan Nabi SAW pun sangat sederhana, terbuat dari kulit yang diisi oleh sabut atau dedaunan. Dari Aisyah dia berkata; “Alas tidur Rasulullah SAW terbuat dari kulit yang dalamnya terisi serabut.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Rumah Nabi SAW pun sangat sederhana. Apabila istri beliau, Aisyah RA, tidur di sana sebagian tubuhnya menghalangi Nabi yang sedang shalat. Dari Aisyah RA, istri Nabi SAW, ia berkata, “Aku tidur di depan Rasulullah SAW, dan kedua kakiku pada kiblat beliau. jika beliau hendak bersujud, beliau menyentuhku dengan jarinya, lalu aku menarik kedua kakiku. Jika beliau telah berdiri, aku meluruskan kedua kakiku.” (H.r. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah mengenugerahkan kepada bangsa Indonesia pemimpin yang sederhana dan santun sehingga menjadi teladan bagi masyarakatnya. Amin.
Penulis : H. Imam Nur Suharno dan Hj Siti Mahmudah