KUNINGAN (Mass) – Pemilihan Kepala Desa (pilkades) merupakan wujud demokrasi langsung di Desa karena rakyat turut serta dalam pemerintahan untuk memilih pemimpin di desanya. Dalam pasal 1 angka 5 Permendagri no. 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa menyebutkan “Pemilihan Kepala Desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih Kepala Desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil“.
Proses pilkades sebagaimana ketentuan dalam Undang-undang Desa no. 6 tahun 2014 dilakukan mulai tahapan Persiapan, Pencalonan, Pemungutan Suara, hingga Penetapan Calon Kepala Desa terpilih. Dalam proses pelaksanaan pilkades tersebut setelah dilaksanakan kadangkala terjadi ada pihak yang tidak puas dari hasil pemilihan Kepala Desa, maka tentunya diperlukan mekanisme penyelesaiannya.
Oleh karenanya, timbul pertanyaan institusi mana yang berwenang menyelesaikan apabila terjadi sengketa pemilihan Kepala Desa, perlu diketahui bahwa Perda no. 4 tahun 2017 tentang Pilkades maupun Perbup no. 37 tahun 2014 tentang Pilkades tidak ada bab tentang penyelesaian sengketa pilkades. Pertanyaannya sekarang mengapa Perda dan Perbup Pilkades tersebut tidak mengatur bagaimana caranya menyelesaikan sengketa pilkades?, dan apakah seluruh panitia pilkades sudah mendapat sosialisasi tentang tata cara penyelesaian sengketa pilkades? Semua ini tugas siapa?
Ironis memang pelaksanaan pilkades serentak 93 desa se-Kabupaten Kuningan yang akan dilaksanakan 6 Agustus 2017 seluruh Panitia pilkades belum mendapatkan pembekalan sosialisasi tentang tata cara penyelesaian sengketa Pilkades. Yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi adanya sengketa pilkades. Perlu diketahui bahwa pelaksanaan Pilkades serentak rentan adanya sengketa yang menyangkut proses maupun hasil pilkades.
Sebelum berlakunya Undang-undang no. 6 tahun 2014, penyelesaian sengketa pilkades melalui badan peradilan. Tetapi sekarang penyelesaian sengketa hasil (penghitungan suara) pilkades berdasarkan pasal 37 ayat (6) undang-undang no. 6 tahun 2014 diselesaikan oleh Bupati.
Dengan adanya perubahan lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa pilkades setelah berlakunya Undang-undang Desa no. 6 tahun 2014 tersebut, maka harus mampu dan bisa menjamin dapat menyelesaikan sengketa pilkades berdasarkan atas kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para stakeholders yang terkait.
Kalau kita memperhatikan berbagai perundang-undangan yang terkait penyelenggaraan Pilkades, mulai dari Undang-undang no. 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa No. 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa dari semua legislasi dan regulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa “tidak terdapat aturan hukum yang mengatur secara khusus bagaimana caranya peran serta pengadilan dalam penyelesaian sengketa pilkades“ seperti sengketa pemilu pada umumnya.
Dalam Undang-undang no. 6 tahun 2014 memberi kejelasan dan memberi mekanisme penyelesaian sengketa hasil suara pilkades diselesaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari oleh Bupati sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari Panitia Pilkades dalam bentuk Keputusan Bupati. Perlu diketahui dalam UU desa no. 6 tahun 2014 belum mengatur sengketa dari penyelenggaraan pilkades diperiksa, diadili dan diputus oleh lembaga pengadilan.
Demikian pula Peraturan Pemerintah no. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 tentang desa, juga tidak mengatur lebih lanjut bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pilkades baik menyangkut proses maupun hasil pilkades. Namun dalam Permendagri no. 112 tahun 2014, dimana dalam Permendagri ini upaya penyelesaian sengketa pilkades dibagi menjadi dua aspek.
Dari Permendagri no. 112 tahun 2014 tentang Pilkades dapat disimpulkan bahwa sengketa Pilkades yang menyangkut “proses pemilihan“ diselesaikan secara mandiri oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa, dimana sifat putusan Panitia Pemilihan Kepala Desa tersebut bersifat “final dan mengikat“ (final and binding). Sedangkan sengketa Pilkades yang menyangkut dengan penghitungan hasil suara diselesaikan oleh Bupati dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak usulan diterima Bupati.
Perlu saya jelaskan mana sengketa yang termasuk proses dan mana yang termasuk hasil suara yaitu: Pertama, Sengketa dalam tahapan proses antara lain menyangkut terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat para kandidat kades (menyangkut adminstratif). Berdasarkan Permendagri no. 112 tahun 2014, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau keberatan dengan penetapan calon kades tertentu, maka yang bersangkutan dapat menggunakan sarana keberatan terhadap penetapan calon Kades oleh panitia pemilihan sebelum diumumkan oleh panitia pemilihan sebagaimana yang dimaksud pada pasal 26 ayat (4) dan (5) Permendagri no. 112 tahun 2014. Setelah keberatan tersebut disikapi oleh Panitia Pemilihan dan kemudian diumumkan. Maka pengumuman penetapan yang bersifat final dan mengikat tersebut tidak dapat dipersoalkan lagi menurut logika hukum permendagri no. 112 tahun 2014.
Kedua, Sengketa Pilkades yang menyangkut Hasil Suara, dalam sengketa ini bersumber dari tahapan pemungutan suara dan penetapan. Apabila terjadi perselisihan menyangkut hasil suara pilkades. Maka Bupati wajib menyelesaikan perselisihan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari kades dalam bentuk Keputusan Bupati.
Apabila ditafsirkan, bahwa penyelesaian sengketa pilkades berujung dan berakhir kepada Bupati maka permasalahan yang menyangkut pilkades menjadi tidak dapat dipersoalkan lagi di Pengadilan dengan kata lain Keputusan Bupati tidak dapat diganggu gugat lagi.
Kehadiran UU Desa nomor 6 tahun 2014 yang diikuti berbagai regulasi penyelesaian sengketa pilkades telah membagi 2 (dua) tahapan penyelesaian sengketa, yaitu sengketa yang menyangkut proses diselesaikan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa dan sengketa yang menyangkut hasil penghitungan suara diselesaikan oleh Bupati sebagaimana yang dimaksud Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pilkades.
Kesimpulan yang terdapat berbagai peraturan sub delegasi dari UU Desa seperti Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 pasal 41 ayat (7), Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pilkades, yang menentukan bahwa penyelesaian sengketa yang menyangkut penetapan oleh Panitia Pemilihan Pilkades bersifat Final dan mengikat, serta sengketa yang menyangkut hasil suara juga diselesaikan oleh Bupati.
Undang-undang Desa tidak mengatur bagaimana kewenangan pengadilan untuk menguji atau menyelesaikan sengketa mengangkut proses dan hasil. Dalam hal ini sangat berbeda dengan Undang-undang legislatif dan Undang-undang Pilkada yang menyediakan sarana hukum bagi sengketa diluar hasil suara untuk diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sedangkan sengketa hasil suara diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga tercipta sistem penyelesaian sengketa hukum pemilu yang jelas dan pasti.***
Penulis: T Umar Said (Pemerhati di bidang politik, hukum dan kebijakan Pemerintah/Anggota DPC APDESI Kabupaten Kuningan bidang Hukum dan Perundang-undangan/Kades Kertaungaran Kec Sindangagung)