KUNINGAN (MASS) – Kesaktian pada zaman dahulu biasanya didefinisikan segabai sebuah kekuatan yang memerlukan kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para pendekar yang membuat mereka dapat menghilang secara sekejap, menembus dinding atau bahkan ada di beberapa tempat dengan waktu yang sama.
Namun definisi “sakti” berkembang mengikuti perkembangan zaman, pada saat ini di era moderen agar dapat “sakti” rasa-rasanya tidak perlu lagi mempelajari tentang ilmu kebatinan apapun, melainkan hanya perlu jago berbudaya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi mengenal “kesaktian” pada era saat ini, semakin kuat budaya KKN seseorang maka dapat di pastikan seseorang itu semakin “sakti” dan tentunya pasti jika semakin banyak masyarakat Indonesia yang berbudaya KKN maka dapat disimpulkan akan banyak pula orang “sakti” di negara ini.
Wajar rasanya jika akhirnya Indonesian dijuluki sebagai gudangnya orang “sakti”. Sebagai contoh dari salah satu orang “sakti” yang sempat ramai di tahun 2010 yaitu Gayus Tambunan yang memanfaatkan kesaktiannya untuk menembus dinding rutan dan menghilang dari pandangan aparat penegak hukum yang dimana pada saat itu di waktu yang sama beliau berada di Bali menonton tennis dan di Jakarta mendekam di rutan.
Kini semakin berkembangnya zaman dan meluasnya informasi secara cepat serta meningkatnya kebebasan berekspresi di media massa pasca reformasi, semakin meluas pula budaya KKN ini yang membuat semua orang bisa saja menjadi “sakti”, budaya KKN inilah yang telah berakar kuat dalam kepala masyarakat Indoneisa yang parahnya orang-orang yang “sakti” ini bekerja menyangga birokrasi atau aparatur negara yang sebenarnya tugas utamanya adalah bekerja untuk negara lewat lembaga pemerintahan yang biasanya di sebut juga dengan aparatur negara contohnya seperti oknum kepolisian, kehakiman, kejaksaan, walikota, bupati hingga DPR ataupun DPRD.
Masyarakat yang menjadi saksi, bagaimana tanpa mengenal lelah media elektronik atau media cetak menyajikan berita-berita KKN tentang aparat birokrasi yang disuap seperti jaksa atau hakim yang disuap dalam sebuah kasus yang dipegang oleh jaksa atau hakim yang bersangkutan, polisi disuap, bupati korupsi, DPRD korupsi bahkan wakil rakyat atau DPRpun ikut korupsi.
Jadi sebenernya dari manakah budaya KKN ini berasal? budaya KKN yang membuat banyak orang “sakti” pada saat ini dan membuat Indonesia dijuluki sebagai gudangnya orang “sakti” berakar dari sisa-sisa feodalisme, budaya yang tidak produktif, primordialisme, dan juga mental inlander. Sisa-sisa feodalisme meninggalkan kebiasaan menarik yang merugikan, budaya tidak produktif menanamkan sifat yang ketidak pedulian yang menghasilkan tumbuhnya mental yang korup, primordialisme berakhir pada nepotisme yaitu lebih mementingkan hubungan dibandingkan kemampuan, dan mental inlander berakibat pada rendahnya rasa tanggung jawab dan jatuhnya martabat manusia yang beradab.
Dari sini lah kita rasanya sudah tidak asing lagi dengan budaya KKN ini karena, sangat mudah di jumpai pada sosok manusia yang berwatak reaksioner, feodal, kesukuan, yang pastinya bermuka tebal dan bermulut lancip.
Semenjak reformasi pada tahun 1998, tepatnya 21 Mei 1998 yang artinya sudah 25 tahun berjalan nampaknya tidak membawa Indonesia kedalam situasi yang lebih baik. Sudah waktunya rakyat Indonesia melirik pada revolusi, tidak lagi tertuju oleh segala jargon reformasi, karena Indonesia akan maju oleh masyarakat yang berfikiran maju bukan karena sebuah jargon.
Reformasi birokrasi berjalan secara lamban dan tidak akan sanggup menyelesaikan persoalan KKN yang berakar dan pemberantasnya kerap dilakukan secara tebang pilih. Dan tentunya perlu adanya juga sebuah apresiasi dukungan yang luas bagi masyarakat demi pemberantasan KKN tanpa tebang pilih. Sudah saatnya negara membuka diri bagi terciptanya suatu revolusi di dalam birokrasi.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir budaya KKN yang dapat membuat banyak orang “sakti” contohnya bagi pemerintah bisa mengganti seluruh pimpinan kepolisian, kejaksaan, kehakiman atau aparatur negara yang lainnya dengan para perwakilan masyarakat sipil yang kredibel dan memiliki sifat terbuka yang pastinya di percaya oleh masyarakat, diberlakukannya hukuman kurungan seumur hidup atau jika diperlukan hukuman mati bagi pelanggar hukum yang berkaitan dengan KKN, tegasnya pemerintah untuk menangani persoalan ini sangatlah diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Jangan sampai ada lagi kasus potongan masa hukuman, karena memang Indonesia juga di kenal sebagai negara yang memberikan hukuman bagi orang yang bersalah itu sama seperti negara lain yaitu di potong namun bedanya, negara luar yang di potong misalnya bagian tubuh sipelaku, berbeda dengan Indonesia yang di potong adalah masa tahanannya. Itu adalah hal yang bisa di lakukan oleh pemerintah dalam menanganin orang-orang yang melakukan KKN. Masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam meminimalisir kasus ini contohnya seperti memilih kepala daerah sesuai dengan pandangan hati bukan dari semata-mata uang yang diberikan oleh seseorang.
Penulis: Nahwa Ashfia Yusuf, Mahasiswi Semester2 Tadris Biologi C – IAIN Syekh Nurjati Cirebon