KUNINGAN (MASS) – Pembangunan di negeri ini memang luar biasa. Semua dilakukan untuk mempermudah laju transportasi atau untuk memulihkan perekonomian yang padam akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, negara ini berani kembali berutang demi menggenjot pembangunan, agar cepat rampung.
Tercatat bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2022 kembali menurun. Dimana posisi ULN Indonesia pada akhir Mei 2022 tercatat sebesar USD406,3 miliar atau setara Rp6.107,6 triliun. Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono mengatakan bahwa ULN Pemerintah bulan Mei 2022 konsisten melanjutkan tren penurunan dari pada bulan sebelumnya sebesar USD190,5 miliar. (Sindonews.com, 29/06/2022).
Faktanya hingga bulan Agustus, ULN Indonesia sudah mencapai Rp 7 Triliun. Ini angka yang fantastik bagi bangsa ini. Dikutip dari laporan APBN Edisi Juni 2022, utang Indonesia dari SBN denominasi rupiah dan valuta asing (valas) mencapai Rp 6.175,83 triliun. SBN berdenominasi rupiah sendiri mencapai Rp 4.934,56 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) Rp 4.055,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 879,53 triliun.
Kemudian, utang melalui pinjaman sebesar Rp 826,40 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 14,74 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 811,67 triliun. Pinjaman dari bilateral sebesar Rp 280,32 triliun, multilateral Rp 488,62 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp 42,72 triliun. Semua akan teralokasikan untuk kepentingan negeri ini. (Kompas.com, 29/06/2022).
Akar Permalasahan
Indonesia memang belum seutuhnya menjadi negara yang mandiri. Semua kegiatan negeri ini, masih harus ditopang dari asing. Ya, dengan berutang. Merasa bangga karena masih bisa berutang, asalkan rakyat bisa terpenuhi kebutuhannya. Benarkah demikian? Atas nama kebahagiaan rakyat, penguasa berani terus berutang?
Tentu tidak seperti itu. Rakyat malahan akan terbebani dengan ULN yang begitu besar. Mengapa? Karena rakyat akan dimintai pajak, salah satu caranya, agar bisa membayar ULN. Makanya, rakyat bukannya sejahtera, tetapi menderita.
Dan keberadaan ULN pun menjadikan Indonesia tidak memiliki kedaulatan dihadapan negara lain. Namun, berbeda pendapat dari Wapres Ma’ruf Amin menegaskan, utang Indonesia sudah diperhitungkan dan tidak merusak kedaulatan negara. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyebutkan, utang Indonesia Rp7.040 triliun triliun masih terbilang kecil. Sebab, menurutnya tak ada satupun negara yang tidak berutang. Sebut saja Amerika Serikat pun berutang ke Timur Tengah. (Sindonews.com, 29/06/2022).
Pemerintah bersikukuh bahwa ULN banyak dipergunakan untuk pemulihan ekonomi. Sisanya bisa untuk pembangunan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Contohnya saat pemerintah membangun Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) yang bekerja sama dengan investor asing dan mengandalkan ULN. Belum lagi, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra akan rampung pada tahun 2023 atau 2024. Yang akan menghubungkan Palembang hingga ke Bengkulu, Lampung. Kemudian Pekanbaru hingga Padang. Atau dari Medan hingga Sibolga.
Inilah sederet fakta, bahwa memang Indonesia belum benar-benar mandiri. Sepertinya akan mustahil terjadi, karena sudah terbiasa menopang seluruh aktivitas negeri ini dengan berutang. Belitan utang tidak membuat penguasa jera untuk menambah utang. Kerja sama di bidang investasi sendiri sejatinya adalah penambahan utang nasional. Utang berkedok investasi dipandang sebagai satu-satunya pilihan untuk memulihkan ekonomi. Padahal, Indonesia memiliki modal untuk mandiri membangun perekonomian.
Semuanya, diakibatkan karena sistem demokrasi yang diterapkan. Berbasis liberalisme, sehingga berhak meminjam kepada asing dan dengan mudahnya pun asing mengeruk kekayaan alam Indonesia. Prinsip ekonominya pun menitikberatkan pada pemodal membuat kendali ekonomi berorientasi pada segelintir orang.
Akhirnya, rakyatlah yang dikorbankan. Kesejahteraan tidak akan merata, bahkan akan semakin banyak kemiskinan. Karena semuanya harus serba bayar, tidak ada yang gratis di negeri ini. Sedangkan untuk mencari pekerjaan pun susah. Negeri ini masih mengandalkan dari tenaga kerja asing. Astagfirullah.
Negara Mandiri dan Adidaya
Indonesia sangat bisa menjadi negara mandiri dan adidaya. Sebab, kekayaan alam Indonesia begitu melimpah. Mulai dari cadangan emas, nikel, timah, tembaga, dan sebagainya. Selain itu, hutan yang luas, laut yang membentang dai Samudera Pasifik hingga Samudera Hindia. Ini menandakan bahwa Indonesia itu kaya.
Sayangnya, peguasa negeri ini berlepas diri dalam mengelolanya. Semuanya diserahkan kepada asing, dan anak Indonesia hanya menjadi buruh saja. Tak heran, jika saat pembangunan, mengandalkan ULN. Inilah paradigma yang salah.
Untuk menjadi negara yang mandiri, perlu mengubah paradigma. Utang bukanlah satu-satunya solusi, melainkan alternatif solusi. Itu pun tanpa embel-embel intervensi negara lain dalam bentuk perjanjian ekonomi. Konsep inilah yang dianut dalam sistem pemerintahan Islam.
Satu negara tentu berpeluang mengalami masalah ekonomi. Di sinilah mekanisme pemulihan secara sistemis hadir untuk menyelesaikan masalah. Dalam Islam, hukum utang boleh-boleh saja. Akan tetapi, dalam hubungan kenegaraan, pemerintah harus menghindari berbagai bentuk skema utang yang bersyarat riba dan menjadi alat penjajahan.
Sistem ekonomi Islam bersifat mandiri, jauh dari intervensi. Pemahaman bahwa untuk menjadi negara terdepan dan diperhitungkan dalam konstelasi politik internasional, membuat negara terdepan, bebas dari dikte negara mana pun.
Negara dalam Islam bisa memaksimalkan pemasukan dari pos-pos pendapatan negara berupa pemasukan tetap, yakni fai, ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Selain itu, ada pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya dan pemasukan dari hak milik negara berupa usyur, khumus, rikaz, dan tambang.
Dengan mekanisme inilah, negara bisa membangun infrastruktur, menggalakkan eksplorasi, menstimulus berbagai inovasi, menjadi negara industri, hingga menjadi negara tangguh dan disegani negara-negara dunia lainnya.
Saatnya Indonesia menerapkan aturan Islam. Sehingga tidak terjajah oleh negara asing lainnya. Bisa mandiri dan berdaulat. Wallahu’alam bishshawab
Penulis : Citra Salsabila
(Pegiat Literasi)