KUNINGAN (MASS)- Sejak harimau dinyatakan punah, Taman Nasional Gunung Ciremai kekurangan predator. Hasil pemantauan sejak tahun 2011-2013 hanya terditeksi satu ekor macan tutul jantan ( panthera pardus meles).
Setelah itu pada tahun 2019 dilepasliarkan lagi satu ekor macan tutul dengan nama Slamet Ramadhan. Hingga dua tahun berselang perkembangannya sangat bagus.
Hal ini karena Slamet Ramadhan dipasang GPS colar. Agar dapat berkembang biak, maka GPS colar Slamet Ramadhan harus dilepaskan.
Terkait pelepasan GPS colar hasil dari masukan para pakar macan tutul. Cara terbaik untuk melepaskan GPS adalah dengan menjebak mengggunakan betina sebagai pancingan.
Situasi ini mendapatkan dukungan dari PPS Cikananga sebagai lembagai konservasi yang baru saja menerima satwa liar dari masyarakat dan juga BBKSDA Jabar.
Sementara itu, sebagai salah satu rangkaian pelepasliaran macan tutul jawa betina perlu dilakukan sosialisasi kepada pemda dan masyarakat dan hal itu dilakukan pada Selasa (7/12/2021) di Rumakan J&J.
Menurut Kepala TNGC Teguh Setiawan sosialisasi ini tujuaan memberikan pemahaman dan informasi mengenai pentingnya menjaga keberadaan populasi macan di kawasan TNGC.
Diterangkan, kegiatan sosialisasi diikuti 67 orang termasuk di dalamnya ada Bupati Kuningan H Acep Purnama, ADM KPH Kuningan Fakultas Kehutanan Uniku dan Polres Kuningan.
Selain itu juga, Polsek Mandirancan, Polsek Cilimus, Koramil Mandirancan, Plt Camat Mandirancan,Pasawaha, Kades Trijaya, Kades Cibeureum, Kelompok Masyarakat Desa Penyangga, pejaat dan fungsional Balai TNGC.
“Ikon logo TN Gunung Ciremai adalah macan tutul jawa. Apabila macannya punah maka logonya pun akan berubah,” ujarnya berkelakar
Ditempat yang sama bupati memberikan semangat kepada peserta yang hadir. Ia mengatakan, pentingnya menjaga flora dan fauna yang ada disekitar lingkungan khusus di Ciremai sebagai bentuk rasa sykur kepada Allah SWT yang meciptakan alam semesta dan manusia menjaganya dengan baik.
Sementaran itu, pada materi sosialisasi diberikan oleh beberapa narasumber yang pertama adalah Toto Supartono dari LPPM Uniku.
“Menurut saya ketika predatornya banyak bisa menanggulangi gangguang dari satwa liar seperti monyet ekor panjang dan babi hutan yang selama ini banyak mengganggu warga,” ujarnya.
Diterangkan, saat ini jumlah predator dengan jumlah monyet dan babi tidak sebanding sehingga perkembangbiakan tidak terkendali.
Narasumber kedua Didik Raharyono dari Peduli Karnivora mengatakan, macan tutul punya perasaan yang seharusnya dapat dipahami oleh manusia.
Diterangkan, mimiknya dapat menunjukan kondisinya perasaanya. Apakah sedih, marah, senang atau khawatir. Mungkin hanya sebagai manusi ayang dapat melihat perasaaan macan.
Sementara itu, narasumber ketiga dari Sintas Indonesia Erwin Wilianto mengatakan, peran BTNGC dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian macan menjadi kunci.
“Salah satunya dengan platform media sosial yang dimiliki BTNGC,” ujarnya.
Untuk narasumber ke empat, Kader Konservasi Ciamis Ilham Nugraha, menerangkan, macan merupakan salah satu jenis top predator yang tidak ingin berkonflik dengan manusia.
“Hal ini terbukti dengan tidak ada bukti macan menyerang manusia,” ujarnya. (agus)