KUNINGAN (MASS) – Masyarakat Indonesia merayakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Namun di balik upacara dan perayaannya, pertanyaan besar menggantung: apakah rakyatnya benar-benar sudah merdeka? Atau kita hanya berganti bentuk penjajahan yang dulunya oleh bangsa asing, kini oleh kebijakan pemerintah sendiri?
Belakangan ini, berbagai kebijakan yang dinilai memberatkan rakyat menimbulkan tanda tanya besar. Pajak yang terus naik, bahkan sektor-sektor yang sebelumnya bebas pajak kini dikenai pungutan yang akhirnya membuat masyarakat resah. Seperti yang terjadi di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 13 Agustus 2025, ketika kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250% memicu demonstrasi besar.
Awalnya, Bupati Sudewo bahkan menantang kritik rakyat hingga akhirnya meminta maaf setelah tekanan publik tak terbendung. Fenomena ini memperlihatkan bahwa kemerdekaan kita belum sepenuhnya nyata.
Tidak berhenti di situ, beban hidup rakyat semakin berat dengan harga kebutuhan pokok yang kian melambung. Ekonom Bhima Yudhistira juga pernah mengingatkan, bila rakyat merasa haknya terus ditekan, potensi mogok bayar pajak bisa merugikan negara hingga Rp236,7 triliun. Fakta-fakta ini memperlihatkan bagaimana ketidakadilan justru lahir dari kebijakan yang seharusnya menyejahterakan. Jika kondisi ini terus berlanjut, rasa percaya rakyat terhadap pemerintah akan semakin terkikis.
Bung Hatta pernah menegaskan, “Kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan jembatan untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur”. Ironisnya, jembatan itu kini terasa rapuh ketika rakyat justru terbebani oleh aturan yang menyulitkan kehidupan mereka sendiri. Kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata tidak seharusnya berubah menjadi beban yang membuat rakyat merasa sendirian di negeri sendiri.
Soekarno pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Kalimat ini kini terasa nyata. Namun, di situlah letak ujian bangsa ini: kemerdekaan tidak datang sekali untuk selamanya, tetapi harus terus dipertahankan.
Maka pada 17 Agustus ini, kita diingatkan kembali bahwa semangat kemerdekaan bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan menyalakan tekad untuk menjaga api kemerdekaan agar tidak padam oleh ketidakadilan. Selama rakyat Indonesia tidak berhenti bersuara, mengawal, dan memperjuangkan haknya, kemerdekaan sejati akan tetap hidup, tumbuh, dan bermakna bagi generasi penerus bangsa.
Dan pada akhirnya, meski banyak tantangan yang dihadapi, perayaan kemerdekaan tetap menjadi momen untuk percaya bahwa harapan akan Indonesia yang benar-benar merdeka masih ada dan harus terus diperjuangkan bersama.
Oleh: Dita Dwi, staff IPPMK
