KUNINGAN (MASS) – Ditengah pandemi corona yang melanda dunia, Pemerintah Desa Kertayasa dan Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan tradisi unik yang kembali dilakukan setelah hampir 30 tahun ditinggalkan. Tradisi itu bernama rajeg desa.
“Masyarakat dahulu di desa kami apabila terjadi serangan hama (wabah) para tokoh agama dan masyarakat melaksanakan ritual rajeg atau ratib Desa,” kata Kepala Desa Kertayasa Arief Amarudin di Kuningan kepada Kuningan mass Rabu (24/4/2020).
Menurutnya, rajeg desa adalah sebuah ritual tolak bala, dengan cara berjalan mengelilingi batas desa sambil berzikir yang diikuti oleh para pemuka agama, perangkat desa dan masyarakat yang diyakini dapat mengusir marabahaya yang datang.
“Rajeg Desa dilakukan malam hari, sore sebelumnya ziarah ke makam para tokoh desa, Demang Jayasasmita, Mbah Buyut Mesir dan makam Buyut Tuban,” ungkap kades yang berlatar belakang wartawan ini.
Meski tak sepenuhnya dapat dibuktikan dengan logika, namun Arief memilih ikut melestarikan tradisi turun-temurun itu. Sebab, gerakan sederhana tersebut merupakan bentuk kearifan lokal.
“Ini bagian dari ikhtiar bathin sebagai peringatan kesiapsiagaan untuk mencegah wabah apapun termasuk corona,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Desa Kertayasa, Kyai Mukhsin Al Ma’sumi menyatakan, dalam ritual rajeg deaa ini mengandung hikmah yang sangat dalam. Salah satunya dalam setiap langkah tanah yang dipijak jadi saksi atas dzikir yang dipanjatkan, perhatian terhadap kemaslahatan ummat, termasuk juga mengandung nilai ibadah.
Selain bernostalgia pada masa lalu saat wabah hama wereng, kolera dan sebagainya juga sebagai bentuk dakwah ‘bil haal’ kepada masyarakat agar pentingnya mengingat kembali kepada sang maha segala pencipta.
“Semoga tradisi yang baik ini bisa terus dilestarikan bukan hanya terjadi saat wabah datang, juga sebagai bentuk mempertahankan nilai kearifan lokal,” ujarnya. (agus)