KUNINGAN (MASS) – 25 Agustus 2025 menjadi tenggat penting bagi Kabupaten Kuningan. Masa tugas Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) akan segera berakhir, namun hingga kini belum tampak tanda-tanda dimulainya proses penetapan Sekda definitif, baik melalui mekanisme open bidding maupun talent pool. Kekosongan posisi strategis ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut, apalagi di tengah dinamika birokrasi dan pembangunan daerah yang memerlukan arah, kepastian, dan kepemimpinan yang stabil.
Dalam kondisi tersebut, langkah paling bijak dan mendesak adalah menetapkan *Penjabat Sekda yang baru,* untuk mengisi kekosongan hingga Sekda definitif terpilih dan dilantik. Namun harus dipahami: Penjabat Sekda *bukanlah sekadar pengisi kekosongan administratif.* Ia adalah figur penting yang akan mengawal transisi dan proses seleksi Sekda secara adil, netral, dan berintegritas tinggi.
Untuk itu, Penjabat Sekda ideal harus memenuhi beberapa kriteria utama:
> Mampu menjalankan fungsi strategis Sekda secara optimal,
> Mampu menjaga irama kerja dan semangat kolaboratif bersama Bupati dan Wakil Bupati yang sedang bergerak cepat menuju Kuningan Melesat,
> Dan yang paling krusial: *tidak memiliki konflik kepentingan pribadi* dalam proses penjaringan Sekda definitif.
Penjabat Sekda harus bersih dari ambisi jabatan yang sedang dikawalnya. Jika seorang Penjabat Sekda justru ikut mencalonkan diri dalam seleksi Sekda definitif, netralitasnya akan dipertanyakan. Bahkan bila proses dilakukan sesuai aturan, persepsi publik terhadap integritas birokrasi bisa terganggu. Dalam iklim demokrasi dan tata kelola pemerintahan modern, kepercayaan publik adalah segalanya.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri PAN-RB No. 10 Tahun 2023, usia calon Sekda definitif dibatasi maksimal 58 tahun (untuk yang pernah menjabat JPT Pratama). Maka, secara logis, terdapat dua kelompok kandidat potensial untuk Penjabat Sekda:
1. *Pejabat senior di atas 58 tahun* yang sudah tidak memungkinkan untuk mencalonkan diri sebagai Sekda definitif, antara lain: _Pak Ade Nurdiyanto, Usep, Laksono, Toto, Putu, Ahmad Juber, Dadi, dan Ucu._
2. *Pejabat JPT Pratama di bawah 58 tahun,* yang meskipun secara usia masih memiliki peluang untuk menjadi Sekda definitif, namun dengan kesadaran penuh memilih untuk tidak mencalonkan diri, demi menjaga netralitas dan profesionalitas dalam mengawal proses seleksi.
Kelompok kedua ini sangat menarik karena terdiri dari pejabat yang relatif lebih muda, enerjik, progresif, dan selaras dengan semangat kerja cepat pimpinan daerah. Di antara nama-nama yang masuk dalam kelompok ini terdapat:
> Pak UU, Budi, Guruh, Dudi, dr. Deki, Deden, Agus, Wahyu, Susi, Toni, Wawan, dr. Edi, Nurahim, Deniawan, Deni Hamdani, Muthofid, Elon, dan Purwadi.
Ada pula Pak Taufik, yang meskipun masih bisa mencalonkan diri sebagai Sekda, sudah pernah menjabat sebagai Penjabat Sekda sebelumnya.
Namun pertanyaannya kini menjadi sangat penting dan mendasar:
Dari 18 nama potensial tersebut, adakah yang secara terbuka menyatakan diri tidak akan mencalonkan sebagai Sekda definitif?
Sebab jika tidak, maka penunjukan mereka sebagai Penjabat Sekda justru akan membuka ruang bias, intervensi, dan konflik kepentingan dalam proses seleksi.
Dari hasil penelusuran dan pengamatan yang cermat, hanya satu sosok yang secara tegas menyatakan kesiapannya untuk tidak mencalonkan diri sebagai Sekda tahun ini. Sosok itu adalah:
> Dr. Wahyu Hidayah, M.Si.
Komitmen ini menjadi pembeda yang sangat signifikan. Di tengah iklim birokrasi yang kompetitif, keputusan untuk tidak mengejar jabatan menunjukkan kedewasaan, integritas, dan kematangan profesional yang sangat langka.
Lebih dari itu, Dr. Wahyu Hidayah telah membuktikan kapasitas dan loyalitasnya dalam berbagai posisi strategis di pemerintahan Kabupaten Kuningan:
1. Kepala Bidang Ekonomi dan pengalaman kerja di Bappeda selama lebih dari sepuluh tahun,
2. Kepala Bagian Humas, Protokol dan Komunikasi Pimpinan,
3. Kepala Bagian Administrasi Pembangunan,
4. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika,
5. Kini menjabat sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian.
Jejak panjang ini menunjukkan kapasitas lintas sektor, kemampuan manajerial yang matang, serta kemampuan membangun komunikasi efektif dan kerja kolaboratif lintas perangkat daerah. Ia bukan hanya mampu menyesuaikan diri dengan kecepatan kerja pimpinan, tetapi bahkan turut memantik inovasi dan membangun terobosan strategis di lingkup kerjanya.
Penunjukan Dr. Wahyu Hidayah sebagai Penjabat Sekda bukan hanya tepat secara administratif dan politis, tapi juga menjawab harapan publik:
Bahwa *meskipun masa tugas hanya tiga bulan, tetap harus ada tapak kinerja yang ditinggalkan.* Bahwa waktu yang singkat bukan alasan untuk bekerja biasa-biasa saja. Bahwa jabatan strategis ini tidak boleh menjadi “jeda kosong” tetapi harus menjadi momentum perubahan.
Kini saatnya Bupati Kuningan mengambil langkah berani, tegas, dan cerdas.
Tidak sekadar menunjuk yang senior, tetapi yang benar-benar siap bekerja, netral, dan memberi dampak. Dalam semangat Kuningan Melesat, dibutuhkan sosok penjabat yang bukan hanya memenuhi syarat, tetapi juga memenuhi harapan.
Oleh :
Ketua F-Tekkad Kuningan, Soejarwo
