KUNINGAN (MASS) – Kuningan selalu dikenal sebagai daerah dengan limpahan mata air pegunungan. Puluhan tahun kita membanggakan diri sebagai “penyangga kebutuhan air” daerah lain, namun apa hasil nyata bagi PAD? Yang kita jual selama ini hanya debit air, bukan nilai tambahnya. Kita hanya menjadi pemasok bahan mentah, sementara keuntungan terbesar dinikmati pihak yang mengolahnya.
Sudah saatnya keberanian politik ditunjukkan: stop menjual air baku dengan harga murah. Mulai menghasilkan uang dari air yang bernilai.
Kenapa tidak membuat water treatment sendiri? Kenapa tidak membangun pabrik air minum dalam kemasan berlabel resmi milik daerah? Kenapa tidak mewajibkan setiap industri yang menggunakan air Kuningan untuk membeli air produksi Pemda, bukan air mentah?
Bayangkan bila skema ini diterapkan:
– Air diolah menjadi siap minum, bukan sekadar dialirkan.
– Harga bukan lagi dihitung per liter volume, tapi per liter nilai tambah.
– PAD tidak lagi bergantung pada transfer pusat, tapi pada kemampuan daerah mengelola asetnya sendiri.
Ini bukan soal bisnis semata. Ini soal martabat daerah.
Selama kita hanya menjual air baku, kita sama saja menyerahkan “emas biru” dalam bentuk mentah. Daerah lain yang menambangnya, mengolah, dan menjualnya dengan harga berkali lipat. Kuningan hanya menerima recehanya.
Pemimpin yang visioner tidak akan puas menjadi “penjual bahan mentah.” Ia akan mengubah sumber daya menjadi kesejahteraan nyata bagi rakyatnya.
Air dari Gunung Ciremai adalah anugerah. Tugas kita adalah mengubah anugerah tersebut menjadi manfaat yang berkelanjutan, bukan hanya menjadi cerita bahwa “kita punya mata air,” tetapi PAD tetap stagnan.
Kuningan tidak butuh slogan baru.
Kuningan butuh keberanian baru.
Keberanian untuk berhenti menjual bahan, dan mulai menjual nilai tambah.
Penulis : Dadan Satyavadin
Pengamat kebijakan publik, Relawan Dirahmati
