KUNINGAN (MASS) – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Kuningan menyampaikan keprihatinan mendalam atas terungkapnya praktik penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dinilai mencederai semangat pendidikan gratis.
Praktik tersebut, menurut partai yang telah berganti logo itu, berlangsung secara masif dan terstruktur di sejumlah lingkungan satuan pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah terutama di wilayah timur Kabupaten Kuningan.
Asep Papay selaku ketuanya mengungkapkan berdasarkan laporan dan bukti-bukti yang diterima dari masyarakat, praktik tersebut melibatkan sebuah penerbit lokal berinisial CV L. Distribusi LKS ke sejumlah sekolah diduga dikoordinasikan melalui jaringan informal yang melibatkan oknum di lingkungan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) serta kepala sekolah.
“Kami sudah mengantongi buktinya. Bahkan ada yang secara terang-terangan seorang oknum kepsek mengarahkan bawahannya untuk menyebut inisial B jika ada yang mempersoalkan,” ungkap Asep, Minggu (10/8/2025).
Menurutnya, pernyataan tersebut tak hanya menutupi praktik yang bermasalah, namun juga menguatkan dugaan proses distribusi LKS tersebut tidak transparan dan tidak melalui mekanisme resmi Dinas Pendidikan atau Kementrian Agama.
Menurutnya beberapa aturan dan etika pendidikan yang telah dilanggar diantaranya, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite sekolah yang secara tegas melarang guru dan kepala sekolah menjual buku kepada siswa. Menyalahi prinsip pendidikan dasar yang wajib dan gratis sebagaimana amanat Pasal 34 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selain itu, hal ini juga bertentangan dengan semangat integritas ASN dan potensi melanggar aturan disiplin PNS sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021.
“Praktik ini diduga melibatkan unsur pungutan liar, mengingat ada informasi terkait aliran dana ke oknum kepala sekolah dan K3S dari setiap transaksi penjualan,” ujarnya.
Yang memprihatinkan, sambung Asep, anak-anak yang tidak membeli LKS, disinyalir mereka harus dibebankan dengan tambahan tugas menyalin materi secara manual di rumah. Hal tersebut dinilai sebuah bentuk diskriminasi terhadap siswa dari keluarga tidak mampu.
Dia mengingatkan bahwa praktik tersebut sangat bertentangan dengan komitmen Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia pernah menegaskan bahwa anak-anak Jawa Barat harus belajar tanpa beban biaya. Jangan ada lagi siswa yang dijadikan objek material.
Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Bupati Kuningan, Dr Dian Rachmat Yanuar MSi. Ia berkomitmen terhadap pendidikan yang gratis, adil, dan inklusif.
“Kami yakini bahwa kedua pemimpin ini tidak akan membiarkan pendidikan menjadi ladang bisnis tersembunyi, apalagi jika mengorbankan hak-hak anak didik,” tandasnya.
DPD PSI menuntut dihentikannya seluruh aktivitas distribusi dan penjualan LKS yang melibatkan penerbit CV L serta pihak-pihak terkait. PSI juga mendesak untuk dilakukan pemeriksaan terhadap peran B dan struktur distribusi LKS di lapangan, termasuk dugaan aliran dana ke kepala sekolah dan K3S.
“Kami juga meminta agar seluruh dana pembelian LKS yang telah dibayarkan dikembalikan ke orang tua siswa, dan mendesak Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan dan Kementrian Agama untuk melakukan audit,” pintanya.
PSI mendorong penegakan sanksi tegas terhadap ASN yang terlibat dalam pelanggaran etik dan administrasi. Sebagai solusi alternatif pembelajaran di rumah, Asep mengusulkan materi pembelajaran disediakan dalam format digital atau fotokopi yang dibiayai oleh Dana BOS, tanpa memungut biaya dari orang tua.
Guru, imbuh Asep, agar diberikan kebebasan menyusun modul pembelajaran alternatif yang relevan, hemat, dan mudah diakses oleh seluruh siswa tanpa diskriminasi. Sementara pemerintah daerah membuka akses terhadap perpustakaan digital dan rumah belajar daring, serta mendorong kolaborasi dengan UPZ atau lembaga sosial untuk mendukung siswa tidak mampu.
“Kami ingin menyuarakan suara hati orang tua di desa-desa. Anak-anak mereka tidak boleh terus menjadi korban sistem pendidikan yang diam-diam diperdagangkan. Pendidikan adalah hak, bukan barang dagangan. Kami akan terus berdiri bersama rakyat untuk memastikan keadilan ini ditegakkan,” tegasnya.
Ketika hendak dikonfirmasikan, Kabid SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan belum memberikan respon. (didin)